Hantaran Diminta Kembali Lila berjalan ragu-ragu mendekati lobby hotel. Seorang bellboy mendekati, membukakan pintu kaca itu. Pria berpakaian tapi itu bertanya pada Lila."Ada yang bisa dibantu?"Sapa Bellboy itu sopan. Sikap ramah itu malah membuat Lila sungkan."Ee, toiletnya sebelah mana, ya, Mas?" tanya Lila sambil tersenyum malu."Mbak jalan terus belok sebelah-""Kamu ngapain di sini?" tegur seseorang memotong ucapan pegawai hotel itu.Lila terkejut ketika mendengar suara berat bernada dingin itu. Gadis itu segera menoleh dan melihat Rizal sudah berdiri, menatap dengan pandangan tajam ke arahnya. "Terima kasih, ya Mas!" ucap Lila mengangguk ramah pada pegawai hotel itu sambil berjalan menuju toilet yang dimaksud. "Kamu mau kemana?"tanya Rizal menahan langkah Lila. "Saya mau ke toilet, Pak,"jawab Lila berjalan cepat menghindari Rizal. Ia sedikit takut melihat pria itu. Rizal memang melarangnya masuk hotel dan Lila kini justru berkeliaran di tempat itu. Dengan langka
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri di depan sebuah band lengkap. Di hadapannya terlihat meja-meja bundar yang dipenuhi tamu-tamu undangan yang berpakaian mewah. Ballroom itu juga dihias dengan dekorasi pesta yang indah dan berkilau. Lila tak pernah melihat tempat pesta pernikahan semewah itu.Tiba-tiba saja gadis itu menjadi gugup, jantungnya berdegub kencang dan tangannya mulai berkeringat dingin. Ia tidak berlatih ataupun membuat persiapan untuk tampil saat ini.Bagaimana kalau Lila pbertemu Rizal dan pria itu akan memarahinya.Ah, bodoh amat, yang penting ia bisa mendapat uang hari ini dan tak ada urusan dengan pria yang bukan sanak kadangnya itu. Jadi, kenapa harus takut? "Gaes, kita ada teman baru, nih!" Freedy berkata pada anggota band.Ketiga anggota band yang telah siap dengan alat musik yang mereka pegang masing-masing itu menoleh.Mereka melambai sambil tersenyum ramah menatap Lila.Mereka seolah menyalurkan semangat pada Lila. Freedy mengambil standing mikrophon
Hantaran Diminta Kembali"Ayo, ambil makan dan cepat pulang!" Rizal berkata serius. "Tidak, aku mau menikmati pesta ini." ucap Juan sambil memperbaiki letak kursinya agar tepat menghadap ke panggung. "Kalau kamu ada acara lagi, pulang saja duluan!"sambung Juan mantap. Rizal merasa serba salah. Ia tidak mungkin juga meninggalkan Lila sendirian di tempat itu.Bagaimana kalau Juan bisa berkenalan dengan Lila? Lila gadis kampung dan tak terlalu pintar itu pasti bisa dengan mudah "digandeng" Juan. "Apalagi gadis seperti Lila pasti menyukai pria berwajah blesteran yang tampan demi memperbaiki keturunannya,"abtin Rizal nyinyir.Gadis itu sedang patah hati dan Lila akan senang saat ada pria tampan yang mendekatinya. Juan adalah penjaja cinta ulung, Rizal yakin Lila akan jatuh dalam perangkap pria itu. Lila saja mencari lelaki agar bisa dipamerkan pada mantan tunangannya dan tidak mungkin ia akan menerima saja rayuan JuanSiapa yang tak tertarik pada Juan? Pria tampan berwajah bule den
Hantaran Diminta Kembali Rizal mengawasi Juan yang kini bergabung dengan Lila.Biar saja, toh Lila sudah besar dan bisa bertanggung jawab dengan dirinya sendiri. Lagipula Rizal bukan bodyguard penyanyi hajatan itu."Pak Rizal!" sapa suara yang familiar itu seketika membuat Rizal menoleh. Pasangan yang menyapanya itu mendekat sambil menebar senyum cerah mendekati Rizal. "Sendirian, Pak?" tanya Permana, salah seorang staf direksi di kantor tempat Rizal. "Ya, seperti yang kau lihat!" Sahut Rizal singkat. Ia mengangguk pada wanita muda yang menggamit lengan pria itu."Saya pikir bapak datang bersama seseorang." ucap Permana pelan. Tiba-tiba saja merasa telah salah bicara. Wajah pria itu seketika terlihat ketakutan. Permana melihat jelas perubahan mimik muka Rizal. Jika Rizal terlihat sedang badmood, maka hal itu akan menjadi sinyal yang berbahaya baginya. Siapapun tahu bagaimana jika atasannya itu marah."Kenapa berpikir begitu?" sahut Rizal balik bertanya. "Ee, bukankah bapak t
Hantaran Diminta Kembali Lila segera menuju ke kamar mandi. Ia melepas baju, sepatu mahal pemberian Bu Anggraini itu. Segera menggantinya dengan pakaian biasa yang biasa ia pakai. Baju rakyat jelata. Kaos oblong tanpa merk dan celana kain. Ia menatap baju, tas dan sepatu sangat mahal itu.Semua barang bagus itu tidak bisa menutupi jati dirinya yang sebenarnya. Ia tetap Lila, anak pembantu dan sopir. Kemiskinannya telah membuatnya kehilangan mimpinya untuk berumah tangga. Meski ia bisa merubah diri menjadi cinderella sehari, tapi tak ada pangeran yang datang padanya, justru sang direktur kejam itu yang selalu menghinanya.Tak apa dihina, asal Lila tidak kehilangan harga dirinya. Gegas Lila menuju kamar mandi, ia mencuci baju itu dengan hati-hati dengan tangannya. Takut ada yang rusak dari lembaran kain brokat mahal itu. Lila segera mandi dan berharap air dingin itu bisa menghilangkan penat dan rasa panas di hatinya itu. Lila memasukkan semua pakaiannya ke dalam ta
Hantaran Diminta Kembali Motor yang dikendarai Bapak dan Lila berhenti di halaman rumah. Sudah tak ada lagi deretan motor tamu Bi Pur yang terparkir di halaman rumah mereka.Tapi sound system itu masih ada di sana meski tak lagi terdengar suara musik yang menganggu. Lila segera turun dan menuju teras rumah. Bapak mengedarkan pandangan ke sekitar halaman rumahnya yang nampak kotor, banyak sampah dan gelas minuman kemasan bekas itu berserakan di sekitar halaman. Beberapa pot tanaman juga roboh dan rusak.Bapak dan Lila.hanya saling lempar pandang, saling menunjukkan wajah kesal mereka.Lila segera menuju teras rumah yang juga berdebu dan kotor.Lila membuka pintu rumah dan segera masukBapak mengikuti masuk dan segera menuju ke dapur."Bapak enggak kembali ke perumahan?" tanya Lila ketika melihat bapak masih di dapur mencari sesuatu. "Bapak menginap saja, bapak mau membenahi halaman depan yang semrawut dan kotor itu,"ucap bapak sambil beranjak menuju halaman sambil membawa
Hantaran Diminta Kembali Lila menghentikan kegiatannya memasak. Ia segera mematikan kompor dan mulai menata masakan yang telah matang itu di atas meja makan kecil itu.Kegiatannya terhenti saat ia mendengar suara ponselnya yang berdenting berulang kali.Gegas Lila menuju ke ruang tengah dan mengambil ponsel yang tergelatak di meja makan itu. "Waalaikumsalam, ada apa Yul?" sapa Lila pada sahabatnya itu. "Lila, aku ada tawaran pekerjaan!" Seru Yulia bersemangat. "Lowongan kerja dimana?" tanya Lila dengan antusias."Ke Hongkong?" Sahut Yulia cepat. "Jadi TKW, ya?"tanya Lila ragu-ragu. Ada lowongan yang ditawarkan dengan gaji lumayan besar. Tapi ini di luar negeri. Dan Lila sudah sering mendengar kisah para pejuang devisa itu. Cerita kesuksesan atau kisah pahit mereka yang berjuang di negeri orang. "Aman, kok! kita nanti ada pelatihan dan berangkat melalui agensi yang terpercaya," cerita Yulia meyakinkan. "Mungkin dengan cara ini kita bisa dapat penghasilan besar, La!" Imbuh
Hantaran Diminta Kembali Rizal mencium tangan ibunya dan segera beranjak berjalan menuju ruang depan. "Hati-hati!" seru Ibu itu sambil berdiri di ambang pintu. Rizal melewati Zain, adiknya yang sedang melakukan ritual berpamitan yang berlebihan itu dengan istrinya. Tampak Aiza mencium punggung tangan Zain dan tanpa rikuh Zain mengecup balik punggung tangan istrinya, mesra. "Dasar lebay!" batin Rizal nyinyir. "Demi apa, pagi-pagi bersikap sok mesra di depanku? Pamer?" sungut Rizal dalam hati. Lama menduda membuat Rizal menjadi tukang nyinyir. "Pak Man?" Sapa Rizal pada tukang kebunnya itu. Tapi pria itu hanya diam saja sambil mengelap kaca mobil. Rizal menepuk bahu pria itu pelan tapi reaksinya luar biasa. Pria itu tersentak kaget. "Kenapa? melamun saja?" tegur Rizal datar. "Maaf, Mas. Iya." Pria tua itu tertawa kecil. "Kenapa melamun, Pak?" tanya Rizal sambil menatap Zain yang sudah memasuki mobilnya. Rizal menunggu mobil Zain keluar dari lebih dulu baru mobil Rizal