Share

Bab 2

Penulis: Melati
Beberapa hari kemudian, aku menerima telepon dari Evan. "Kamu masih perjalanan bisnis?"

"Cepatlah pulang. Lena susah payah kembali ke negara ini. Dia ingin berkumpul dengan semua orang. Dia juga secara khusus bilang ingin bertemu denganmu."

Aku mengerutkan kening. "Pekerjaanku di sini belum selesai. Kalian saja yang kumpul."

Nada suara Evan langsung berubah menjadi tidak sabar, "Memangnya pekerjaan apa yang nggak bisa kamu tunda sebentar saja?"

"Lena sudah mengundangmu secara khusus. Kamu sengaja mau bersikap nggak tahu diri begitu?"

"Aku kasih tahu ya, pokoknya kamu tetap harus datang. Kalau nggak, tanah di sebelah timur kota itu jangan harap bisa kamu dapatkan!"

Aku merasa goyah untuk sesaat. Desain bangunan untuk lahan itu semuanya aku yang kerjakan. Sekarang sudah berjalan setengahnya. Jika Evan membatalkannya sekarang, semua jerih payahku sebelumnya akan sia-sia.

Baiklah, aku akan pergi. Lagi pula, hubungan kami juga akan segera berakhir. Anggap saja ini sebagai perpisahan.

Aku tiba di hotel, sesuai lokasi yang dikirim Evan. Di dalam ruang VIP sudah banyak orang, kebanyakan adalah teman-teman Evan.

Evan dan Lena duduk bersebelahan di tengah. Keduanya mengenakan pakaian yang serasi, tampak seperti pasangan sungguhan.

Begitu melihatku, Lena langsung berdiri. "Kak Amanda, kamu sudah datang?"

"Kami sudah lama menunggumu. Ah, apa aku duduk di tempatmu? Jangan tersinggung, ya. Aku akan segera kembalikan padamu."

Evan dengan wajah dingin segera menahan Lena. "Nggak usah dikasih ke dia. Dia sendiri yang datang telat. Biar dia duduk di belakang."

"Maaf ya, Kak Amanda." Lena dengan wajah serba salah langsung duduk di pangkuan Evan. "Karena Kak Evan saja sudah bilang begitu…"

Aku sama sekali tidak peduli dan menarik kursi terdekat. "Nggak apa-apa, aku nggak keberatan."

Mulai sekarang, aku tidak akan peduli lagi dengan apa yang mereka lakukan.

Di tengah acara, aku pergi ke kamar mandi. Saat kembali, di depan pintu ruang VIP, aku mendengar teman-teman Evan sedang bergosip.

"Menurutku, Lena dan Evan itu pasangan yang sangat cocok. Mereka berdua kekasih masa kecil. Sudah punya dasar perasaan yang kuat antara satu sama lain sejak lama."

"Tepat sekali. Apa hebatnya Si Amanda? Dia sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan Lena!"

"Sekarang, Lena sudah kembali ke negara ini. Kenapa kalian nggak balikan saja?"

"Jangan asal ngomong. Lena itu calon pianis." Evan tidak menyangkalnya, tetapi malah menatap Lena dengan penuh kasih sayang. Matanya dipenuhi dengan cinta.

'Bagaimana dulu aku bisa jatuh cinta pada bajingan seperti ini?'

Ketika aku mendorong pintu dan masuk, teman-teman Evan kembali memuji-muji dengan suara yang keras.

"Kudengar, Kak Evan membelikan piano seharga 400 miliar untuk konser baru Lena? Benar-benar royal banget!"

"Ckckck, mendukung sampai segitunya. Kalau bukan cinta sejati, lalu apa lagi?"

Evan memandang rendah diriku. Teman-temannya juga mengikutinya. Mereka sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat kepadaku, bahkan di hadapanku sekalipun.

"Apa maksud kalian dengan 'memberi dukungan'?" kata Evan dengan santai. "Lena memang punya kemampuan. Dia memang pantas mendapatkannya."

Aku menundukkan kepala dan tersenyum tipis. Sepertinya, Evan mengakui bahwa mereka itu "cinta sejati".

Setelah berkata seperti itu, Evan melirikku dan menambahkan, "Lagi pula, aku juga menanamkan modal di proyek lahan milik Keluarga Laksita itu."

"Amanda, jangan khawatir. Aku akan tanda tangani kontraknya begitu pulang nanti."

"Oh, aku juga sudah dengar soal itu." Seseorang langsung menimpali. "Tapi, kudengar cuma investasi 100 miliar saja."

"Cih, itu cuma seperempat harga pianonya Lena."

Tawa pelan menggema di ruangan. Seakan-akan, mereka mengejek betapa murahnya diriku.

Aku sendiri bahkan tidak bisa menahan tawa.

Apa yang salah dengan diriku sebelumnya, sampai bersikeras membuang-buang waktu untuk orang seperti Evan?

Tiba-tiba, seorang gadis menunjuk hiasan rambut di kepala Lena dan berseru kaget,

"Ya ampun Lena, jepit rambut bentuk mahkota itu cantik banget!"

Lena menatap Evan dengan malu-malu. "Evan yang memberikannya padaku. Katanya, ini doa agar konserku nanti sukses."

Sekali lihat saja, aku langsung mengenalinya. Jepit itu adalah hiasan yang seharusnya kupakai di upacara pertunangan kami nanti.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hanya Pernah Mencintaimu   Bab 8

    Dua lajur air mata mengalir di wajah Lena saat dia memelototiku dengan penuh kebencian. "Semua ini salahmu, Amanda. Semua ini salahmu!""Kalau bukan karenamu, Evan mana mungkin meninggalkanku! Kenapa kamu mencoba merebutnya dariku? Kenapa?!"Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa. "Tolonglah, siapa yang mau merebutnya darimu?""Cuma kamu yang masih menganggap orang nggak guna kayak Evan begitu berharga. Aku mohon, bawalah dia pergi dari hidupku, oke?"Namun, pada saat itu, Evan muncul.Evan pasti juga mendengar rumor tersebut. Itu sebabnya, dia juga datang ke sini."Amanda, Amanda!" Evan terus berusaha mendekat ke arahku. "Dengarkan dulu penjelasanku, oke? Aku sudah nggak ada hubungan apa pun lagi dengan wanita ini."Lena berteriak sambil menggertakkan gigi, "Kak Evan, kenapa kamu jadi seperti ini?! Aku sedang mengandung anakmu!""Itu darah dagingmu sendiri! Apa kamu benar-benar mau meninggalkannya?!"Semua orang menjadi terpaku untuk sesaat. Aku tidak bisa menahan diri untuk tid

  • Hanya Pernah Mencintaimu   Bab 7

    Akan tetapi, aku tidak peduli dengan semua itu. "Kalau kamu nggak terus saja kasih dia kesempatan, apa dia bisa seenaknya muncul di hadapanku untuk membuatku mual seperti ini?""Bukankah kamu cuma ingin menikmati sensasi dikelilingi dua orang wanita, satu di rumah, satu lagi di luar sana? Menurutku, justru kamu-lah yang paling bikin mual!"Di sisi lain, Lena menangis tersedu-sedu. Air matanya jatuh seperti hujan. "Maafkan aku, maafkan aku. Semua ini salahku. Nggak seharusnya aku muncul di depanmu dan Evan. Aku akan pergi sekarang juga."Aku mengerutkan kening dengan tidak sabar. "Kalau mau pergi, cepat pergi. Pergilah ke mana pun. Nggak ada yang peduli kamu mau kemana.""Keluarga Mahendra sudah mengalami kemerosotan selama tiga generasi. Sampai pada dirimu, mereka benar-benar sudah hancur total.""Aku sarankan, kamu pegangi Evan erat-erat. Nanti, kalau kesempatan ini lewat, nggak akan ada lagi kesempatan kedua."Dengan perasaan malu dan marah yang tidak bisa lagi ditahan, Lena pun berl

  • Hanya Pernah Mencintaimu   Bab 6

    Evan menerobos masuk ke pesta pertunangan, tepat di saat aku sedang bertukar cincin dengan Adrian.Evan lalu dengan mata merah, bergegas menghampiriku dan menggenggam tanganku erat-erat. "Amanda, jangan bikin masalah lagi. Ayo, ikut aku pulang."Adrian mengerutkan kening dan mendorongnya. "Pak Evan, aku nggak ingat pernah mengundangmu.""Kalau kamu mau buat onar, jangan salahkan aku kalau aku nggak sopan."Orang tua Evan juga terkejut. Tidak ingin mendapat malu di depan semua orang, mereka pun buru-buru menarik Evan pergi."Apa yang kamu lakukan? Hari ini ada begitu banyak orang di sini. Kamu masih mau merusak acara ini?"Akan tetapi, Evan tidak mau dengar. Dengan keras kepala, dia terus berusaha menarikku untuk pergi bersamanya."Pertunangan apa? Aku nggak setuju!""Bukankah dia tunanganku? Kami belum putus. Apa hak Adrian jadi calon mempelai prianya?""Amanda, sebelum aku benar-benar marah, cepat ikut aku pulang!"Lena yang berdiri di samping membela Evan dengan wajah tanpa dosa, "Be

  • Hanya Pernah Mencintaimu   Bab 5

    Meski masih muda, Adrian sudah menjadi pilar utama Keluarga Abimanyu. Dengan sedikit tindakannya saja, separuh ibu kota bisa gempar. Oleh karena itu, upacara pertunangannya tentu saja dibuat semegah mungkin.Lokasinya dipilih di hotel terbesar di seluruh ibu kota. Bahkan, mereka sengaja mengundang orang untuk melakukan siaran langsung.Orang tuaku sama sekali tidak keberatan dengan hal ini. Mereka malah dengan senang hati menunggu untuk menikahkan aku.Aku tahu, mereka selalu punya pendapat buruk mengenai Evan. Hanya saja, karena aku sebelumnya begitu terpikat pada Evan, mereka memilih menahan diri.Sekarang, setelah aku putus dengan Evan, tentu saja mereka tidak punya alasan untuk menahan diri lagi.Ibuku berkata sambil tersenyum, "Kamu masih ingat nggak? Waktu kecil dulu, kamu selalu mengikuti Adrian ke mana-mana dan memanggilnya Kakak?""Entah kenapa, begitu masuk usia remaja, kamu malah jatuh hati pada anak Keluarga Danantya itu.""Waktu itu, aku dan ayahmu sudah bilang, anak itu b

  • Hanya Pernah Mencintaimu   Bab 4

    Semua orang langsung menoleh. Adrian berdiri di sampingku. Dengan tinggi 190 sentimeter, dia menatap sekeliling dengan aura yang terasa begitu menekan."Kamu nggak apa-apa?" tanya Adrian dengan lembut, sambil menarikku ke dalam pelukannya. "Dia nggak ngelakuin apa pun padamu, 'kan?""Nggak." Aku menggelengkan kepala.Adrian menempatkanku di belakang punggungnya dengan aman untuk melindungiku. Kemudian, dia menoleh ke arah Evan dan berkata dengan dingin, "Pak Evan, gaun pengantin seperti apa yang akan dikenakan tunanganku adalah urusan kami berdua.""Sebagai orang luar, nggak pantas bagimu untuk terlalu banyak ikut campur.""Apa maksudnya aku orang luar?" Wajah Evan langsung menjadi muram. "Amanda, apa maksud dia?"Wajah Adrian langsung menjadi dingin dan menahan Evan dengan satu tangannya.Aura Adrian biasanya sudah dingin dan menekan. Pergelangan tangannya juga kuat, sehingga siapa pun di ibu kota yang melihatnya, pasti akan sedikit menunduk untuk menghormatinya.Kini, dengan penampil

  • Hanya Pernah Mencintaimu   Bab 3

    "Ckckck, memang pantas disebut putra Keluarga Danantya, kalau memberi hadiah pasti selalu mewah." Aku terkekeh pelan. "Jepit rambut itu dibuat dari bahan baku safir yang dibeli sesepuh Keluarga Danantya sepuluh tahun yang lalu dalam sebuah lelang dengan harga yang sangat tinggi.""Aslinya, benda itu ditujukan untuk dikenakan oleh menantu perempuan Keluarga Danantya. Sepertinya, Evan benar-benar menyukaimu."Untuk sesaat, seluruh ruang VIP itu menjadi sunyi senyap. Bagaimanapun, aku masih merupakan tunangan sah dari Evan.Lena yang pertama bereaksi. Matanya langsung memerah saat dia mengulurkan tangan untuk melepas jepit rambut itu. "Maafkan aku, Kak Amanda. Aku tahu, aku nggak pantas menerima sesuatu yang begitu berharga. Aku akan mengembalikannya padamu sekarang juga."Lena mencabut jepit rambut itu dengan paksa, sampai beberapa helai rambutnya ikut tercabut. Air mata tampak menggenang di sudut matanya.Evan dengan tidak sabar menahan tangan Lena. "Nggak ada alasan untuk mengembalikan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status