Share

Harta Tahta Pria
Harta Tahta Pria
Penulis: Ralph Author

1. Serangan Jantung

Edi menghempaskan tubuhnya pada soda di ruang tamunya. Pria yang usianya sudah kepala tiga itu tampak pucat dan kini tangannya menyentuh dada kirinya seperti menahan sakit, dan napasnya pun tampak berat.

Seorang wanita yang rambutnya sudah memutih pun tiba-tiba keluar dari kamar tidur dan mendapati sosok Edi yang terlihat kelelahan seperti nyaris tertidur. Namun wanita itu belum tahu kalau ada sesuatu yang terjadi pada Edi, putranya.

“Baru pulang Ed, mbok ya tidur di kamar situ lho!” tegurnya.

Saat itu Edi memang baru pulang dari meninjau proyek di Madiun. Edi sendiri adalah seorang kontraktor sukses di Yogyakarta. Proyek yang ditanganinya tidak hanya di Yogya dan sekitarnya tapi sudah merambah hingga ke Jawa Timur.

“Bu …,” Edi tak melanjutkan ucapannya, tapi ia meringis kesakitan sambil memegangi dadanya.

Sebagai seorang Ibu, tentu saja Wartini begitu khawatir melihat putranya yang mulai pucat, dan keringat dingin mulai menetes di dahinya.

Wanita tua itu pun mulai mondar-mandir karena tidak tahu apa yang harus dilakukan olehnya. Jika ia pergi meninggalkan Edi, ia takut sesuatu yang buruk terjadi sementara di rumah hanya ada dia, Edi dan Nabila putra pertama Edi. Ajeng, sang istri sedang tidak berada di rumah, dan tak ada yang tahu kemana perginya, mungkin bersama teman-temannya seperti kebiasannya sehingga pengasuhan Nabila dilimpahkan pada sang Nenek dan adiknya Nadia berada di Madiun diasuh oleh orang tua Ajeng.

Wartini menoleh lagi ke arah putranya yang semakin terlihat kesakitan, ia pun akhirnya lari keluar dan berteriak-teriak di teras. Beruntung anak-anak Wartini yang lain tinggal di sekitar rumah mereka.

“Tolong! Tolong!” teriaknya.

Adi, adik dari Edi yang saat itu baru saja pulang menjemput anaknya dari sekolah pun langsung meminta putranya turun.

“Di, tolong Mas mu bawa ke dokter! Kayaknya kesakitan!” seru Wartini pada putra ketiganya.

Tanpa pikir panjang, Adi pun masuk ke dalam rumah Bu Wartini dan mengambil kunci mobil Edi untuk mengantar kakaknya ke Rumah Sakit dan mendapatkan pertolongan. Sementara istrinya, Putri diminta untuk menemani Nabila bersama putranya Beni.

                                   ***

Untungnya keluarga Edi datang tepat pada waktunya hingga berhasil melewati masa kritis dari penyakit jantung yang menimpanya. Namun Edi tetap harus menjalani rawat inap. 

Sari, kakak perempuannya mengambil ponsel dan menghubungi Ajeng istri Edi untuk mengabarkan keadaan suaminya, tapi sayang sambutan yang didapat tidak menyenangkan.

Kaka Edi mencoba untuk menghubungi Ajeng

"Halo Ajeng, ini Mbak Sari,” kata Sari membuka percakapan dengan adik iparnya itu.

“Iya mbak, ada apa?” balas Ajeng dengan sedikit malas. 

Memang hubungan Ajeng dengan keluarga Edi tidak begitu baik. Sari yang merupakan putri tertua pun memilih untuk menghindari konflik dengan tidak sering bicara dengan adik iparnya itu. Namun untuk kali ini ia harus memberitahukan keadaan Edi.

“Suamimu masuk rumah sakit kena serangan jantung,” Sari memberi kabar.

"Apa Mbak? Ya udah saya ke sana sekarang,” balas Ajeng langsung menutup teleponnya.

"Huh ganggu acara aja, nggak tahu apa kalau kita lagi seru ngebahas arisan",guman Ajeng dengan nada kesal.

"Kenapa Jeng?" tanya salah satu temanya.

“Ini lho mas Edi sakit, saya disuruh pulang,emang ga ada keluarganya apa?” gerutu Ajeng disambut tawa teman-temannya.

"Ngeledek terus deh. Udah lah aku pulang dulu,"pamit Ajeng.

Ajeng pun tiba di rumah saat hari sudah sore, tapi ia tidak langsung ke rumah sakit melainkan sedang duduk santai di teras sambil main handphone.

"Mama ga nemenin papa di rumah sakit?” tanya Nabila anak pertama Ajeng yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah.

"Papa sudah ada yang nungguin,lagian mama juga capek," balas Ajeng ketus.

Ibunda Edi pun keluar dari dalam rumah dan bermaksud bicara dengan Ajeng.

"Nak Ajeng … nanti Edi tolong dibawain air panas ya, karena tadi ibuk lupa bawa karena tidak sempat!” pinta Bu Wartini.

"Iya nanti Bu,Ajeng masih capek," jawab Ajeng dengan malas.

“Yang nunggu cuman kakakmu saja lho.”

"Iya iya Bu ngerti … tapi Ajeng kan baru pulang masih capek," balasnya dengan nada tinggi.

“Nanti kalo sempat pasti saya jenguk. Bawel banget sih,” balas Ajeng kemudian masuk ke dalam kamarnya dan beristirahat.

Ajeng pun baru datang menjenguk suaminya di rumah sakit keesokan harinya.

Edi yang dirawat di ruang VIP pun hanya bisa berbaring lemah dengan peralatan yang canggih serta kabel-kabel yang menempel ditubuh. Ajeng pun langsung duduk di kursi yang ada di samping Edi.

"Keadaanmu gimana mas?” tanya Ajeng.

“Ini sudah mendingan tapi saya masih lemas.”

“Oh, sampai kapan bakal di sini?” tanya Ajeng tanpa menunjukkan rasa khawatir sama sekali.

“Nggak tahu Jeng. Doakan saja ya Mas cepat pulang. Kamu temani Mas ya, kasihan Mbak Sari kalau harus jaga Mas terus,” pinta Edi.

Ajeng pun mendengkus kesal. 

“Huh, emang gak ada suster apa? Tuh di samping kasur ada bel kan? Kalau ada perlu tinggal panggil! Ribet amat sih!” omel Ajeng.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status