LOGINPertanyaan itu hampir memecahkan gendang telinga Renata. Bahkan ia perlu menjauhkan ponselnya dari telinga untuk sesaat.
“Kenapa?! Kenapa kau tidak lagi menjawab?! Apakah kau tuli?! Atau apa kau bisu?!” Kembali, teriakannya membuat sakit kepala Renata kembali terasa. Joan, sahabatnya yang ia kenal dari masa kuliah. Sosoknya memiliki senyum manis dengan tubuh yang berisi. Mulutnya sangat pedas tapi ia adalah salah satu orang yang sangat tulus padanya. Bahkan di masa – masa sulitnya, Joan selalu berada di sampingnya dan tidak akan meninggalkannya. Meski mulutnya pedas dan terkadang cerewet, tapi Joan adalah orang yang transparan. Orang – orang akan tahu apa isi hatinya saat bertemu dengannya. Renata yang kembali mendengar ocehan sahabatnya itu bukan marah tapi justru kembali menitikkan air mata. ‘’Joan ... aku akan mengakhiri hubunganku dengan Julian.” Dengan suara tercekat Renata berucap. Seketika keheningan melanda. Renata bahkan melihat ke arah ponselnya untuk memastikan jika Joan masih bersamanya. “Katakan! Apa yang ia perbuat padamu? Kau ada dimana? Berikan lokasimu dan aku akan menjemputmu sekarang!” Joan akhirnya kembali membuka mulutnya. Tidak lagi terdengar omelannya seperti barusan, hanya terdengar keseriusan dan perhatiannya. Benar, beginilah Joan. Ia akan selalu tahu dimana dia bersikap dan dalam keadaan apa dia perlu bersikap. Dia bisa mengemasnya dengan baik. Renata menyebutkan nama hotel tempat dia berada seraya berharap jika sahabatnya itu segera datang. ‘’Baiklah! Tunggu aku di lobi, aku akan meluncur ke sana!” Tidak lupa Joan segera mengingatkan untuk Renata agar tidak kemana – mana dan menunggunya. “Baik. Kau bisa tenang. Aku baik – baik saja, aku akan menceritakan semuanya padamu saat bertemu. Jadi, hati – hati di jalan. Aku akan menunggumu menjemputku.” Jawab Renata sebelum akhirnya ia menutup telefon. Ia pun melihat kembali ke segala arah. Senyum pahit terlihat di wajahnya yang nampak cantik dan cerah. Senyum pahit yang ia berikan pada dirinya sendiri. Dia bangkit dan berjalan ke arah meja rias yang tidak jauh dari sana. Menatap lekat – lekat bayangan wajahnya di kaca. Senyum yang memperlihatkan percaya diri yang sebelumnya tidak ada. Senyum dingin namun juga tidak acuh. Ia segera mengambil tas miliknya dan pergi dari sana. Tidak lupa mengambil ponselnya yang terdapat di atas kasur. Ia sempat merekam pembicaraan keduanya saat ia baru saja terbangun dari pingsannya. Mungkin karena efek bius yang diberikan oleh Julian padanya, ia masih merasa begitu lemah dan lemas. Langkahnya sedikit goyah saat berada di lorong hotel. Saat sosok rampingnya yang hampir terjatuh, sebuah tangan tegap menyangga tubuhnya. Seketika Renata mendongak untuk melihat siapa orang yang menangkap dirinya itu. Sesaat kemudian aroma maskulin seorang pria menyambut indera penciuman Renata. “Nona, Anda tidak apa – apa?” suara bariton itu entah kenapa membuat Renata terdiam cukup lama. Terlebih saat melihat wajah tampan yang terpampang di depannya. Kepalanya kembali kosong dan tidak sanggup memikirkan apapun. ‘’Nona ...!” Suara itu kembali membuyarkan lamunan Renata. “Ah! Maaf ....” ujar Renata yang kemudian memperbaiki postur tubuhnya untuk bisa berdiri tegap. Di samping pria dengan perawakan luar biasa itu, terlihat seorang ajudan dengan dokumen yang ada di tangannya. Ia bahkan tidak melihat apa yang terjadi dan tetap berjalan dengan melihat semua berkas yang ada di tangannya. “Tuan ... bagaimana jika kita mencari wanita lain yang bisa untuk Anda ajak menikah? Dengan begitu, masalah ini dapat diselesaikan dengan baik bukan?” Ajudan itu berkata tanpa sadar jika tuannya masih tertinggal di belakang dan tengah berdiri di depan seorang wanita. Setelah tidak mendengar jawaban dari tuannya itu, barulah sang ajudan itu berhenti dan melihat ke sekeliling mencari atasannya. ‘’Tuan?!” Ia terkejut saat melihat tuannya tertinggal di belakang dan berdampingan dengan seorang wanita cantik dan asing.Darah Renata berdesir saat mendengar kalimat ini. Matanya yang sejernih air menatap lekat – lekat mata tajam milik Damian. Mencoba mencari celah kebohongan yang mungkin terlihat di sana. Sayangnya, ia tidak menemukannya sedikitpun. Tatapan itu tampak tajam dan dalam, tapi bukan tatapan kemunafikan yang biasa ia lihat di mata Julian. Renata segera menarik pandangannya dan bergumam pelan, “Terima kasih.”Meski itu terdengar kecil tapi Damian bisa mendengar dengan jelas. Tanpa diketahui oleh Renata, sesungging senyum tipis terlihat di wajah Damian yang jarang sekali terlihat. Dari kursi pengemudi Royan yang melihat senyum tuannya dari kaca tengah, tiba – tiba tanpa sadar mengerem mobil secara mendadak. Membuat Renata hampir jatuh ke depan. Beruntung tangan kekar milik Damian dengan tanggap menangkap tubuhnya. Damian segera melemparkan pandangan dingin pada sekretarisnya itu. Royan hanya bisa merasa punggungnya dingin.Dengan sedikit gemetar Royan menjawab, “M-Maafkan saya Tuan, Nyony
Sesampainya di Lobi apartemen, dering ponsel kembali terdengar. Rahang Renata mengeras saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ia memilih untuk menolak panggilan itu. Hanya saja, berkali – kali panggilan itu tidak juga berhenti. Membuatnya mengerutkan kening sebelum akhirnya dengan enggan mengangkat panggilan tersebut. ‘’Renata?! Kau ada dimana?! Hari sudah siang dan kau bahkan belum sampai ke kantor?! Tahukah kau, karena keterlambatanmu itu pekerjaan menjadi menumpuk dan beberapa pekerjaan menjadi terbengkalai?!”Bahkan Renata belum sempat memberikan salamnya tapi suara Julian sudah lebih dulu terdengar dengan setengah berteriak dari ujung panggilan.Jika biasanya, Renata akan segera meminta maaf dan terburu – buru ke kantor untuk mengurus semuanya, kali ini dia memilih untuk tetap tenang di tempatnya. Renata masih diam dan dengan santai mendengar semua ocehan yang keluar dari mulut Julian hingga keheningan menyergap keduanya.Setelah menunggu jeda yang agak lama, denga
Joan adalah orang yang selalu berada di samping Renata bahkan saat dirinya menjadi model. Perjuangan Renata untuk meraih posisi itu, tentu Joan tahu dengan betul. Dia adalah saksi hidup yang melihat segala perjalanan sahabatnya ini.Bahkan ketika Renata mengatakan padanya untuk mundur dan menarik diri dari dunia modelling, Joan adalah orang pertama yang paling menentang. Tidak terhitung berapa kali ia mencoba untuk bisa meyakinkan Renata agar tidak menyerah begitu saja pada mimpinya.Hanya saja, ia juga tidak bisa memaksa terlalu jauh. Bagaimanapun keputusan akhirnya ada di tangan Renata saat itu. Sebagai sahabat, ia hanya bisa menghargai keputusan itu meski sangat disesalkan.Sekarang saat mendengar jika sahabatnya itu ingin kembali ke industri fashion, sebagai sahabat ia tentu sangat bahagia. Melebihi kebahagiaan apapun yang ia pernah alami dalam hidup.“Renata, jangan khawatirkan apapun. Lagi pula, kau juga tahu bagaimana aku memiliki sedikit pengaruh dalam dunia itu. Kau bisa memp
Ia sendiri tidak pernah mengira jika Renata akan bisa membalas dirinya. Selama ini Renata hanya akan diam dan membisu jika ia mengatakan apapun di depan orang lain. Bahkan meski dia mengolok – olok Renata, Renata tidak akan berbicara atau bahkan membalas. Ia hanya akan memilih diam, tidak peduli cercaan seperti apa yang mengarah padanya. Juwita mengira jika kali ini akan seperti biasanya. Siapa yang mengira jika Renata justru memiliki sikap yang tidak hanya anggun namun juga tenang dalam mengendalikan keadaan? Ia seperti seorang yang berbeda yang membuat Juwita merasa asing di saat yang bersamaan. Saat ia menoleh ke arah Julian, tatapannya tiba – tiba muram saat mendapati tatapan pria di sisinya itu yang masih menatap sosok Renata yang sudah menjauh dari mereka. Beberapa orang di sekitar berbisik, membuat Juwita segera menarik lengan Julian untuk menyadarkan lamunannya. ‘’Julian, di sini sangat ramai. Mari kita pergi lebih dulu.” Kalimat lembut ini sukses menyadarkan Julia
Sesampainya di depan hotel, Renata menatap mobil Maybach Exelero itu pergi menjauh. Baru setelah mobil itu tidak lagi terlihat ia memasuki lobi dan ingin menghubungi Joan. ‘Bruuuk!’ Tanpa disadari Renata justru menabrak seseorang hingga dirinya mundur dan jatuh ke belakang. “Hati – hati! Sayang, kamu tidak apa?” Suara itu begitu familiar di telinga Renata. Saat ia mendongakkan kepalanya ia justru melihat sosok Julian yang kini memperlihatkan raut khawatirnya pada wanita di sisinya yang tidak lain adalah Juwita, kakak tirinya. Nampak kening Juwita memerah karena benturan yang terjadi. “Kau tidak punya mat ...!” suara Julian tertahan saat melihat siapa wanita yang baru saja menabrak Juwita. Tidak pernah mengira jika Renata justru ada di sini. Bukankah wanita itu seharusnya masih terbaring di tempat tidur? Lalu, kenapa dia sudah ada di sini? Begitu kira – kira yang ada di pikiran Julian. Juwita juga ikut melihat sosoknya. Hanya saja tidak ada sikap canggung atau malu – ma
Baik Renata maupun Royan sama – sama tercenung saat mendengar pertanyaan singkat dari pria luar biasa di depan mereka. Terlebih bagi Renata. Meski ia awalnya hanya asal bicara tapi ia tahu jika ucapannya ini tidak berdasar dan terkesan tidak masuk akal. Dia bahkan bersiap untuk mendengar penolakan dari mulut Damian.Siapa yang mengira jika Damian justru bertanya alasan padanya? Seolah Damian memang mempertimbangkan usulan yang ia kemukakan barusan.‘Gleeek!’ Tanpa sadar Renata menelan ludah dan matanya menatap lekat – lekat wajah tampan bak patung itu tanpa berkedip. Ia menarik nafas dalam – dalam sebelum mulutnya kembali membuka, “Karena saya juga butuh seseorang yang bisa melindungi saya yang juga berada di pihak saya. Saya tidak tahu alasan Anda untuk mencari istri, hanya saja saya bisa menjadi istri yang Anda butuhkan.”“Istri yang aku butuhkan? Apakah kau tahu istri apa yang aku butuhkan?” Damian justru bertanya dengan ruat wajah tidak tertebak. Namun matanya yang tajam bagaika







