LOGINSesampainya di depan hotel, Renata menatap mobil Maybach Exelero itu pergi menjauh. Baru setelah mobil itu tidak lagi terlihat ia memasuki lobi dan ingin menghubungi Joan.
‘Bruuuk!’ Tanpa disadari Renata justru menabrak seseorang hingga dirinya mundur dan jatuh ke belakang. “Hati – hati! Sayang, kamu tidak apa?” Suara itu begitu familiar di telinga Renata. Saat ia mendongakkan kepalanya ia justru melihat sosok Julian yang kini memperlihatkan raut khawatirnya pada wanita di sisinya yang tidak lain adalah Juwita, kakak tirinya. Nampak kening Juwita memerah karena benturan yang terjadi. “Kau tidak punya mat ...!” suara Julian tertahan saat melihat siapa wanita yang baru saja menabrak Juwita. Tidak pernah mengira jika Renata justru ada di sini. Bukankah wanita itu seharusnya masih terbaring di tempat tidur? Lalu, kenapa dia sudah ada di sini? Begitu kira – kira yang ada di pikiran Julian. Juwita juga ikut melihat sosoknya. Hanya saja tidak ada sikap canggung atau malu – malu yang terlihat. Ia justru sengaja menggandeng lengan Julian dan menampilkan raut provokasi di depan Renata. Seolah ingin memperlihatkan padanya jika dirinya adalah orang yang layak untuk berada di sisi Julian. “Renata ... kenapa kamu bisa – bisanya menabrakku? Julian ... tolong jangan marah padanya. Dia bukan sengaja, mungkin dia memang tidak melihat diriku.” Dengan raut wajah yang sedikit sedih Juwita berucap. Sayangnya perkataan ini justru memancing amarah di dada Julian, “Tidak melihat?! Apakah dia buta?! Dia sengaja menabrakmu dan melukaimu!” Julian berkata dengan memandang penuh permusuhan pada Renata. “Cepat minta maaf! Kenapa kau masih saja diam seperti patung?! Tidakkah kamu tahu jika tubuh Juwita adalah aset yang sangat berharga?! Bagaimana jika ada yang lecet? Tentu akan banyak pihak yang akan dirugikan atas perbuatanmu ini!” Dengan nada tinggi Julian berkata pada Renata. Hati Renata mendingin. Meski dia memang tidak melihat jalan dengan baik, tapi itu bukanlah kesalahannya sendiri. Dan yang lebih menyebalkan lagi adalah, Julian justru membentaknya di depan orang lain. Mengingatkan Renata akan kehidupan yang ia alami selama ini. Ia baru sadar jika selama ini sikap Julian selalu seperti ini. Ia akan selalu mendesaknya untuk meminta maaf ataupun mengalah untuk Juwita. Hanya saja, selama ini Renata tidak pernah menyadari hal itu. Yang ia tahu hannyalah jika ia tidak melakukan apa yang dikatakan Julian, Julian akan marah padanya dan mereka akan bertengkar hebat setelah itu. Dan yang lebih menyedihkan lagi, pertengkaran itu selalu berakhir dengan dirinya yang selalu meminta maaf dan mengemis perhatian pada Julian. Semakin dipikirkan hati Renata semakin terasa sesak. Sesak bukan karena perbuatan Julian padanya, hanya saja ia merasa sesak karena rasa bersalah pada dirinya sendiri yang telah membiarkan hidupnya dipermainkan oleh orang – orang yang tidak layak untuk ia pedulikan. “Kenapa kau masih diam saja?! Apakah kau jadi bodoh setelah terbentur?! Cepatlah minta maaf, apakah sebegitu sulitnya untukmu meminta maaf?!” Perkataan Julian ini semakin keras sehingga menjadi pusat perhatian orang – orang di sana. “Julian ... sudahlah! Tidak perlu di perbesar. Mungkin Renata juga tidak sengaja melakukan itu.” Ucapan Juwita ini sekilas tengah membela Renata hanya saja di telinga orang lain perkataannya barusan sengaja mempertegas jika semua ini terjadi karena perbuatan Renata. “Renata! Ada apa ini?!” Suara Joan tiba – tiba terdengar dari arah kerumunan dan segera berdiri di sisi Renata. ‘’Ya Tuhan! Lihatlah keningmu! Kenapa memerah seperti ini?!” Joan yang tidak tahu duduk permasalahannya segera berteriak. Membuat semua orang juga mengarahkan pandangan mereka pada sosok Renata. Secara luka, Renata sedikit lebih memerah dibanding milik Juwita. ‘’Dia telah menabrak Juwita dan dia enggan meminta maaf. Aku tidak tahu, bagaimana dia memiliki kesombongan dan keangkuhan seperti itu?!” Dengan mendecih Julian akhirnya menjawab pertanyaan Joan. Joan mengerutkan kening dan menatap pria tampan di depannya itu dengan raut muram. ‘’Julian! Apakah kau gila?! Dia adalah tunanganmu, apakah harus perlu mengucapkan kata – kata yang menyakitkan hati seperti itu?! Renata mungkin saja tidak sengaja. Dan lihat! Dia bahkan juga ikut terluka!” “Sengaja atau tidak, hanya dia yang tahu! Dia pasti merasa cemburu karena aku sedang bersama Juwita, sehingga ia akhirnya mempersulit Juwita hingga seperti ini.” Dengan tatapan jijik Julian berkata seraya pandangannya menatap lekat – lekat pada sosok Renata. Di sisi lain, Renata selama ini masih tenang. Dia sudah tahu jika Juwita akan memanfaatkan masalah ini untuk menjatuhkan namanya. Ia pun akhirnya menjawab dengan nada tenang sebelum akhirnya membungkuk, “Maafkan aku Nona Juwita. Sesungguhnya aku tidak sengaja menabrakmu. Nona Juwita adalah orang yang saya kagumi sehingga tidak mungkin kiranya saya ingin mencelakai Anda, terlebih di depan umum. Mengenai Anda yang berjalan bersama ‘ tunangan ‘ saya, itu juga bukan masalah besar. Toh ini bukan sekali atau dua kali kalian berdua berjalan bersama seperti ini, saya tidak pernah mempermasalahkannya.” Dengan tersenyum Renata berkata seolah yang ia katakan adalah hal yang wajar. Orang – orang yang mendengar kalimat Renata pun saling menatap sebelum akhirnya pergi dengan pikiran diam – diam. Di sisi lain, Juwita justru menggertakkan giginya dengan suara tertahan, ‘’Kau ...!” Belum sempat Juwita melanjutkan kalimatnya, Renata segera memotong, “Baiklah kalau begitu. Saya tidak ingin mengganggu waktu kalian berdua. Jadi, saya permisi lebih dulu.” Kembali Renata membungkuk hormat dan pergi bersama Joan. Meninggalkan Julian dan Juwita yang memandang dengan kesal dan marah ke arah mereka. “Kurang ajar!!!”, pekik Juwita dalam hati.Darah Renata berdesir saat mendengar kalimat ini. Matanya yang sejernih air menatap lekat – lekat mata tajam milik Damian. Mencoba mencari celah kebohongan yang mungkin terlihat di sana. Sayangnya, ia tidak menemukannya sedikitpun. Tatapan itu tampak tajam dan dalam, tapi bukan tatapan kemunafikan yang biasa ia lihat di mata Julian. Renata segera menarik pandangannya dan bergumam pelan, “Terima kasih.”Meski itu terdengar kecil tapi Damian bisa mendengar dengan jelas. Tanpa diketahui oleh Renata, sesungging senyum tipis terlihat di wajah Damian yang jarang sekali terlihat. Dari kursi pengemudi Royan yang melihat senyum tuannya dari kaca tengah, tiba – tiba tanpa sadar mengerem mobil secara mendadak. Membuat Renata hampir jatuh ke depan. Beruntung tangan kekar milik Damian dengan tanggap menangkap tubuhnya. Damian segera melemparkan pandangan dingin pada sekretarisnya itu. Royan hanya bisa merasa punggungnya dingin.Dengan sedikit gemetar Royan menjawab, “M-Maafkan saya Tuan, Nyony
Sesampainya di Lobi apartemen, dering ponsel kembali terdengar. Rahang Renata mengeras saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ia memilih untuk menolak panggilan itu. Hanya saja, berkali – kali panggilan itu tidak juga berhenti. Membuatnya mengerutkan kening sebelum akhirnya dengan enggan mengangkat panggilan tersebut. ‘’Renata?! Kau ada dimana?! Hari sudah siang dan kau bahkan belum sampai ke kantor?! Tahukah kau, karena keterlambatanmu itu pekerjaan menjadi menumpuk dan beberapa pekerjaan menjadi terbengkalai?!”Bahkan Renata belum sempat memberikan salamnya tapi suara Julian sudah lebih dulu terdengar dengan setengah berteriak dari ujung panggilan.Jika biasanya, Renata akan segera meminta maaf dan terburu – buru ke kantor untuk mengurus semuanya, kali ini dia memilih untuk tetap tenang di tempatnya. Renata masih diam dan dengan santai mendengar semua ocehan yang keluar dari mulut Julian hingga keheningan menyergap keduanya.Setelah menunggu jeda yang agak lama, denga
Joan adalah orang yang selalu berada di samping Renata bahkan saat dirinya menjadi model. Perjuangan Renata untuk meraih posisi itu, tentu Joan tahu dengan betul. Dia adalah saksi hidup yang melihat segala perjalanan sahabatnya ini.Bahkan ketika Renata mengatakan padanya untuk mundur dan menarik diri dari dunia modelling, Joan adalah orang pertama yang paling menentang. Tidak terhitung berapa kali ia mencoba untuk bisa meyakinkan Renata agar tidak menyerah begitu saja pada mimpinya.Hanya saja, ia juga tidak bisa memaksa terlalu jauh. Bagaimanapun keputusan akhirnya ada di tangan Renata saat itu. Sebagai sahabat, ia hanya bisa menghargai keputusan itu meski sangat disesalkan.Sekarang saat mendengar jika sahabatnya itu ingin kembali ke industri fashion, sebagai sahabat ia tentu sangat bahagia. Melebihi kebahagiaan apapun yang ia pernah alami dalam hidup.“Renata, jangan khawatirkan apapun. Lagi pula, kau juga tahu bagaimana aku memiliki sedikit pengaruh dalam dunia itu. Kau bisa memp
Ia sendiri tidak pernah mengira jika Renata akan bisa membalas dirinya. Selama ini Renata hanya akan diam dan membisu jika ia mengatakan apapun di depan orang lain. Bahkan meski dia mengolok – olok Renata, Renata tidak akan berbicara atau bahkan membalas. Ia hanya akan memilih diam, tidak peduli cercaan seperti apa yang mengarah padanya. Juwita mengira jika kali ini akan seperti biasanya. Siapa yang mengira jika Renata justru memiliki sikap yang tidak hanya anggun namun juga tenang dalam mengendalikan keadaan? Ia seperti seorang yang berbeda yang membuat Juwita merasa asing di saat yang bersamaan. Saat ia menoleh ke arah Julian, tatapannya tiba – tiba muram saat mendapati tatapan pria di sisinya itu yang masih menatap sosok Renata yang sudah menjauh dari mereka. Beberapa orang di sekitar berbisik, membuat Juwita segera menarik lengan Julian untuk menyadarkan lamunannya. ‘’Julian, di sini sangat ramai. Mari kita pergi lebih dulu.” Kalimat lembut ini sukses menyadarkan Julia
Sesampainya di depan hotel, Renata menatap mobil Maybach Exelero itu pergi menjauh. Baru setelah mobil itu tidak lagi terlihat ia memasuki lobi dan ingin menghubungi Joan. ‘Bruuuk!’ Tanpa disadari Renata justru menabrak seseorang hingga dirinya mundur dan jatuh ke belakang. “Hati – hati! Sayang, kamu tidak apa?” Suara itu begitu familiar di telinga Renata. Saat ia mendongakkan kepalanya ia justru melihat sosok Julian yang kini memperlihatkan raut khawatirnya pada wanita di sisinya yang tidak lain adalah Juwita, kakak tirinya. Nampak kening Juwita memerah karena benturan yang terjadi. “Kau tidak punya mat ...!” suara Julian tertahan saat melihat siapa wanita yang baru saja menabrak Juwita. Tidak pernah mengira jika Renata justru ada di sini. Bukankah wanita itu seharusnya masih terbaring di tempat tidur? Lalu, kenapa dia sudah ada di sini? Begitu kira – kira yang ada di pikiran Julian. Juwita juga ikut melihat sosoknya. Hanya saja tidak ada sikap canggung atau malu – ma
Baik Renata maupun Royan sama – sama tercenung saat mendengar pertanyaan singkat dari pria luar biasa di depan mereka. Terlebih bagi Renata. Meski ia awalnya hanya asal bicara tapi ia tahu jika ucapannya ini tidak berdasar dan terkesan tidak masuk akal. Dia bahkan bersiap untuk mendengar penolakan dari mulut Damian.Siapa yang mengira jika Damian justru bertanya alasan padanya? Seolah Damian memang mempertimbangkan usulan yang ia kemukakan barusan.‘Gleeek!’ Tanpa sadar Renata menelan ludah dan matanya menatap lekat – lekat wajah tampan bak patung itu tanpa berkedip. Ia menarik nafas dalam – dalam sebelum mulutnya kembali membuka, “Karena saya juga butuh seseorang yang bisa melindungi saya yang juga berada di pihak saya. Saya tidak tahu alasan Anda untuk mencari istri, hanya saja saya bisa menjadi istri yang Anda butuhkan.”“Istri yang aku butuhkan? Apakah kau tahu istri apa yang aku butuhkan?” Damian justru bertanya dengan ruat wajah tidak tertebak. Namun matanya yang tajam bagaika







