Mag-log in"Iya, Sya. Ada apa kamu nelpon? Kamu tahu kan aku ini masih sibuk, bisa nanti aja kan telponnya!" jawab Helmi.
"Iya, aku minta maaf Mas, nggak tahu kenapa aku pingin aja nelpon kamu, aku cuma mastiin kamu baik-baik saja, kamu sudah makan?" tanya Tasya tanpa curiga sedikitpun. "Sudah!" "Ya sudah, kalau begitu nanti pas kamu pulang, aku masakin masakan kesukaanmu ya, Mas!" ucap Tasya yang masih berharap hubungannya dengan sang suami baik-baik saja. "Ya, ya, terserah kamu saja, owwww shiiit!" Jawaban Helmi yang aneh seketika membuat Tasya mengerutkan keningnya seolah ada sesuatu yang terjadi pada suaminya. "Mas, kamu nggak apa-apa, kan?" Tasya mulai khawatir. Sementara itu apa yang terjadi pada Helmi bukan tanpa sebab. Tampaknya Rina sedang melakukan sesuatu pada pria itu sehingga membuat Helmi tak kuat menahannya. "Oh, tidak apa-apa, aku nggak apa-apa, ya sudah ya, sayang. Aku tutup dulu telponnya, nanti aku telpon lagi, pekerjaanku masih sangat banyak, bye!" Mendadak Helmi mengakhiri obrolannya dengan sang istri dan mengembalikankembali gagang telepon itu pada tempatnya. "Halo Mas! Mas Helmi? Mas, aku belum selesai bicara, Mas! Kok ditutup!" gerutu Tasya. Namun dalam beberapa detik sebelum ia meletakkan teleponnya, tiba-tiba saja ia mendengar sesuatu yang seketika membuat kedua matanya membola. Bagaimana tidak, ia mendengar ada suara desahan seorang wanita yang terdengar seperti orang yang sedang bercinta. "Emmmpppttt enak, kan! Kamu suka himpitanku, Sayang!" "Of course, honey! Ini sangat nikmat!" Suara Helmi membalas suara manja wanita itu. Tasya langsung membungkam mulutnya sendiri setelah ia mendengar dengan telinganya bahwa ada wanita lain yang sedang bersama suaminya saat ini. "Tidak! Ini tidak mungkin!" Tasya tercengang, tubuhnya mendadak kaku, untuk beberapa saat ia mendengar suara-suara lak-nat itu sampai akhirnya suara itu menghilang dan hanya bunyi tut, tut, tut, saja. Pertanda jika telepon itu benar-benar terputus. Spontan, tanpa sadar wanita itu menjatuhkan gagang telepon itu hingga jatuh ke lantai. "Ini tidak mungkin, Mas Helmi... Mas Helmi bersama siapa? Apa mungkin itu Rina?" r1ntih Tasya yang tidak menyangka bahwa mimpinya menjadi kenyataan. Namun di saat itu, rupanya sang ibu mertua, Nyonya Ana melihat Tasya menjatuhkan telepon itu. Wanita itu langsung memarahi menantunya karena seenaknya merusak barang-barang mewah di rumah itu. "Hei, hei, Tasya! Apa yang kamu lakukan, hah? Ngapain kamu jatuhin itu telepon? Kamu pikir itu dibeli tidak pakai uang? Main jatuhin saja!" sungut Nyonya Ana sambil menunjuk wajah menantunya. Tasya segera tersadar dan wanita itu segera mengambil telpon yang sudah ia jatuhkan. "Maaf, Ma! Saya tidak sengaja!" kata Tasya sembari meletakkan kembali gagang telepon itu di tempatnya. "Nggak sengaja, nggak sengaja gimana? Kalau telepon itu rusak, apa kamu bisa menggantinya? Kamu memang istri putraku tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya di rumah ini!" umpat Nyonya Ana yang juga ditertawakan oleh Lisa yang baru pulang ke rumah. "Sukurin tuh, jadi perempuan kok ceroboh sekali. Kamu itu bukan tuan putri di rumah ini, Mbak. Harusnya kamu tetap hati-hati dong. Bukan main ngerusakin barang-barang," imbuh Lisa. Bagaimana Tasya tidak stres di rumah jika selama ini ia mendapatkan tekanan dari ibu mertua dan adik iparnya. Wanita itu segera pergi meninggalkan keduanya untuk pergi ke kamar. "Halah, palingan nangis dan nangis lagi! Kebiasaan dimanja sama Mas Helmi sih!" sungut Lisa. Rupanya kejadian itu tanpa sengaja dilihat oleh Kenny. Sungguh, pria itu tidak habis pikir dengan perlakuan ibu mertua dan istrinya kepada Tasya. "Astaga! Kalian benar-benar tidak punya perasaan. Tasya, kamu harus keluar dari lingkaran api ini. Keluarga ini sangat tidak bisa menghormatimu!" gumam Kenny sambil mengepalkan kedua tangannya. Perasaan Tasya benar-benar hancur. Suara itu sangat jelas jika itu adalah suara seorang wanita, sang suami telah berselingkuh. Meskipun ia tidak melihatnya secara langsung, tapi insting seorang istri sangat kuat bila mana suaminya main serong di belakangnya. "Kenapa! Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Mas? Kenapa? Apa salahku padamu, rupanya mimpi itu adalah sebuah pertanda, kau tega mengkhianati kesetiaanku, pengorbananku tak ada artinya lagi untukmu!" Tasya meratapi nasibnya yang begitu perih. Jiwanya bergetar dan penuh kekecewaan. Wanita itu sudah hancur sehancur-hancurnya. Selama tiga tahun ia menemani Helmi, dari saat pria itu tidak punya apa-apa. Hingga kini, Helmi mendapatkan segalanya, akan tetapi ia lupa bagaimana pengorbanan sang istri yang telah men-support nya selama ini. Bahkan, Tasya rela menjual cincin pernikahannya demi kesuksesan sang suami. Sekarang, harta kekayaan, jabatan tinggi sudah Helmi dapatkan. Pria itu sedang diuji kesetiaan nya. Tapi nyatanya, ia tidak bisa mempertahankan kesetiaan nya hanya karena kedatangan sang mantan yang menjadi sekretaris pribadinya. Godaan cinta yang belum usai, membuat Helmi dan Rina menjalani hubungan terlarang. Setelah puas bermain dengan Helmi, Rina kembali mengenakan pakaiannya dan merapikan rambutnya. Wanita bertubuh seksi itu berdiri di depan Helmi yang terlihat sedang kelelahan. "Aku pergi dulu, oh ya aku ingatkan sama kamu. Jangan pernah mendekati istrimu lagi. Aku tidak mau kamu menyentuh dia lagi. Jika kamu masih ingin kita bersama, aku harap kamu ingat kata-kataku, Mas!" ucap Rina penuh penekanan. "Aku sudah melakukan apa yang kamu bilang! Aku sudah tidak pernah menyentuhnya lagi!" jawab Helmi. "Bagus! Jika perlu segera ceraikan dia! Dengan begitu kita bisa menikah dan hidup bersama!" kata Rina mendesak Helmi untuk berpisah dengan Tasya secepatnya. Mendengar itu, dengan tegas Helmi menolaknya. "Tidak bisa! Aku tidak akan pernah menceraikan Tasya!" jawab pria itu seraya merapikan ikatan dasinya. "Kenapa? Apa susahnya sihh menceraikan wanita itu? Bukannya kamu sudah tidak butuh dia lagi? Kamu lebih membutuhkan aku, Mas! Tasya tidak bisa ngasih kamu anak, buat apa lagi kamu pertahankan dia?" sahut Rina. Helmi menghela napas panjang, pria itu sejenak memijit pelipisnya. "Aku sangat mencintai istriku, aku tidak bisa menceraikannya!" ungkap Helmi yang spontan membuat Rina tertawa terbahak-bahak. "Kamu mencintainya? Cinta kamu bilang? Bulshiit dengan cinta. Kalau kamu cinta sama dia, mana mungkin kamu doyan ngewe sama aku?" seru Rina sambil tersenyum sinis. "Haah, terserah kamu mau bilang apa! Yang jelas, aku tidak akan pernah menceraikan istriku, titik! Aku hanya sedikit kecewa dengannya karena dia tidak hamil juga, keluargaku membutuhkan keturunan dari darah dagingku sendiri dan aku belum bisa memberikannya!" kata Helmi beralasan. Lantas, Rina memeluk pria itu dari belakang seraya berkata. "Itu soal gampang, Mas. Jika dia tidak bisa memberimu anak, aku bisa memberikannya!" ucapnya sambil tersenyum smirk. BERSAMBUNGLisa tak percaya jika dirinya bertemu dengan Tasya dan Kenny lagi setelah belasan tahun mereka berpisah. Wanita itu mendadak menangis tatkala sang Mama, Nyonya Ana menceritakan tentang pertemuan mereka.Lisa sudah tidak bisa bergerak, hanya kedua matanya yang masih hidup. Sekujur tubuhnya penuh luka bakar karena mobil itu terbakar habis, bahkan pria pasangan Lisa yang merupakan ayah Grace, meninggal dunia.Lisa masih bersyukur diberikan kesempatan untuk hidup dan bertemu dengan Kenny dan Tasya. Entah kenapa, wanita itu merasa jika pertemuan itu adalah pertemuan akhir mereka."Mas Kenny, Mbak Tasya...!" Suara Lisa terdengar lemah memanggil Kenny dan Tasya. Keduanya mendekat dan berusaha untuk memberikan semangat kepada Lisa untuk bertahan dan sembuh."Hai Lisa, jangan banyak bergerak dulu, kamu harus istirahat!" ucap Tasya sambil menatap wajah Lisa yang pucat dan menitikkan air matanya."Mbak Tasya...!" Lisa menyebut nama mantan kakak tirinya dengan suara gemetaran."Jangan bicara dulu
"Kenny dan Tasya orang tuamu, Nak?" tanya Nyonya Ana hampir tak percaya. Namun, wajah Evan yang sangat mirip dengan Kenny, membuat wanita itu tidak bisa memungkiri nya."Iya, mereka orang tua saya. Memangnya kenapa, Bu? Ibu kenal sama mereka?" balas Evan balik bertanya."Bukan cuma kenal, tapi sangat kenal!" jawab Nyonya Ana. Lalu, wanita itu menceritakan semuanya tentang Kenny dan Tasya kepada Evan. Kisah masa lalu yang rumit dan tentunya membuat wanita itu sangat menyesal.Evan menghela napas panjang, akhirnya terjawab sudah kenapa Nyonya Ana menganggap wajahnya mirip dengan Kenny. Memang benar, Kenny sang Papa adalah mantan suami mamanya Ziva."Begitulah, Nak. Itu artinya aku sedang bertemu dengan putra mereka, kamu benar-benar mirip sekali dengan Papamu... Oh ya Tuhan, mimpi apa aku semalam, engkau mempertemukan aku dengan putra mereka lewat Ziva!" kata Nyonya Ana yang nampak begitu terharu sekaligus malu. Malu karena dirinya sekarang seperti ini."Papa dan Mama pasti senang kalau
"Oh nggak apa-apa kok, Nek. Kalau begitu, Ziva pergi dulu ke kamar, mau mandi!" kata gadis itu. Nyonya Ana menganggukkan kepalanya dan membiarkan cucunya pergi. Wanita itu menghela napas, dirinya sudah banyak berubah sejak divonis sakit stroke. Terkadang, wanita itu merasa sangat berdosa kepada Tasya yang dulu sering ia sakiti.Dirinya juga merasa apa yang terjadi pada putrinya adalah karma dari perbuatannya yang sudah membuat Tasya menderita.Sementara itu, Ziva segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Gadis itu merasa sangat kotor dan jijik pada dirinya sendiri. Entah bagaimana nasibnya nanti. Hidupnya sudah hancur, kesuciannya sudah ternoda meskipun Evan berkata akan bertanggung jawab.Sedangkan di luar, setelah Evan melihat kepergian Lisa. Pemuda itu pun berinisiatif untuk menemui Ziva yang saat ini sudah berada di dalam rumah.Terdengar suara orang yang sedang mengetuk pintu. Nyonya Ana yang saat itu sedang berada di ruang tamu, ia pun segera membukakan pintunya de
"Ziva, ya Tuhan. Tolong lindungi dia!" Evan masih mondar-mandir di depan rumah Ziva, pemuda itu sungguh tidak bisa meninggalkan Ziva dalam kondisi seperti itu. Gadis itu pasti sangat tersiksa. Baru saja ia kehilangan keperawanannya, kini ia harus mendapatkan siksaan dari ibu kandungnya. Di sisi lain, Nyonya Ana, yang sekarang sudah sedikit membaik kondisinya meskipun masih berada di kursi roda. Wanita itu muncul dari dalam rumah saat mendengar suara teriakan sang cucu. Wanita itu sangat menyayangi cucunya dan tidak suka jika Lisa terlalu berat menghukum gadis itu. "Lisa, berhenti!" Suara tegas Nyonya Ana seketika membuat Lisa menoleh dan menghentikan penyiksaannya kepada sang anak. "Kamu ini kenapa sihh? Ziva ini anakmu, kamu siksa dia seperti tawanan saja!" kata Nyonya Ana yang tak tega melihat sang cucu, ia pun memanggil gadis itu untuk memeluknya. "Ziva, sini, Nak!" Ziva yang semula meringkuk, pasrah dengan hukuman dari sang ibu, gadis itu pun segera menghampiri sang nenek ya
Lisa benar-benar melihat wajah Evan yang begitu mirip dengan Kenny. Ya, bak pinang dibelah dua. Sementara itu Evan, pemuda itu segera mengantar Ziva untuk bertemu dengan keluarganya dan tentunya pemuda itu memberanikan diri untuk mengatakan bahwa dirinya akan melamar Ziva. Ziva sendiri nampak takut saat akan menemui sang ibu. Ia tahu bahwa ibunya tidak akan mengampuninya. "Ayo, Va!" kata Evan saat melihat Ziva yang terdiam dan tidak mau melangkah. Sangat jelas terlihat di wajah gadis itu jika ia sangat ketakutan. "Lo jangan takut, ada gue di sini, semuanya pasti baik-baik saja, oke!" Evan berusaha untuk meyakinkan gadis itu. Ziva diantar oleh pemuda itu untuk menghadap Lisa yang nyatanya wanita itu memang sangat marah. Lisa menatap tajam ke arah keduanya, apalagi saat ia melihat putrinya yang ketakutan. Semakin ingin ia menghajar gadis itu. Di sisi lain, Ziva harus bersiap-siap untuk menerima hukuman dari ibunya. Meskipun ia sudah terbiasa mendapatkan hukuman dari Lisa,
Ziva langsung menjauh dari pemuda itu sambil meraih apa pun di sekitarnya untuk menutupi seluruh tubuhnya. Gadis itu spontan menangis dengan apa yang baru saja terjadi padanya. "Lo jahat, Van! Kenapa Lo lakuin ini ke gue!" rintih Ziva sambil menangis tersedu-sedu. Evan sendiri juga panik sekaligus bingung. Sejatinya ia tak ada niatan untuk melakukan hal itu. Tapi dorongan dari Ziva sendiri yang membuat pemuda itu khilaf. Pemuda itu juga merutuki perbuatannya yang sudah kelewatan. Bagaimana bisa ia tergoda untuk melakukan hal terlarang itu kepada teman sekolahan. "Oke, gu-gue minta maaf. Gue udah khilaf! Gue pasti tanggung jawab, gue janji!" jawab Evan dengan serius. Ziva masih menangis. Ia merasa kotor dengan dirinya sendiri. "Gue udah hancur, masa depan gue udah nggak berguna lagi!" kata Ziva yang begitu menyayat hati. "Enggak, Lo nggak bakalan hancur, Va. Gue pasti tanggung jawab, suer! Gue akan nikahin Lo, gue janji!" kata Evan makin serius. Ziva sendiri bingung harus







