Share

Dibebaskan

"Selamat pagi, Tuan. Ibu dan Adik Anda sudah menunggu di bawah untuk sarapan," ucap Vino membuat laki-laki itu mengangkat satu alisnya.

"Ngapain mereka ke sini?"

"Tidak tahu, Tuan. Katanya mau sarapan bersama."

"Baik, aku segera turun," jawabnya yang diangguki kepala oleh Davino.

Sementara Lea yang sudah terbangun dari awal hanya menyaksikan dua orang itu bicara dari kejauhan. Semalaman ia tidur di sofa dekat ujung jendela. Lelaki itu benar-benar tega. Ia tak memberikan Lea selimut untuk menutupi tubuhnya yang kedinginan.

"Hei, kenapa kau masih di situ? Cepat mandi!" titahnya dengan tegas.

"Ta-tapi bukannya Anda juga akan mand ..."

"Kita mandi bersama!"

"A-apa?" mata Lea membulat sempurna. Mana mungkin ia mandi bareng dengan lelaki yang bukan suaminya.

Tetapi, bukankah laki-laki itu sudah melihat semuanya. Lea merasa seperti wanita murahan yang tidak punya harga diri. Bahkan untuk melawan pun tidak sanggup. Lea hanya bisa mengangguk pasrah dengan helaan napas panjang.

30 menit kemudian

Laki-laki itu menuruni tangga dengan pakaian yang sudah rapi. Dilihatnya dua orang sudah menunggu kedatangannya di meja makan. Dia adalah Imelda, Ibu kandung lelaki itu dan juga Maxim, Adik tirinya.

"Akhirnya kau turun juga. Mamah sudah menunggumu dari tadi," ucap seorang wanita paruh baya sambil tersenyum hangat. Sementara anak lelaki yang di sampingnya menatap datar ke arahnya.

"Apa ada sesuatu yang kamu inginkan dariku?" Lelaki itu bertanya setelah menjatuhkan bokongnya di kursi bersebelahan dengan Maxim, Adik tirinya.

"Kau ini bicara apa? Mamah rindu ingin sarapan sama kalian. Apa Mamah salah?"

"Baiklah." Pria itu tak ingin memperpanjang ucapan.

Untuk beberapa saat, kebisuan kembali terjadi di antara mereka. Ketiganya larut dalam diam yang menyiratkan perasaan masing-masing.

"Bara, maaf kalau Mamah lancang. Apa benar kamu bertengkar dengan Sherren?" Imelda bertanya takut-takut. Sementara Maxim hanya menyimak. Ia ingin tahu jawaban apa yang akan Bara lontarkan.

"Aku rasa Papah mengajarkan kalian adab saat makan!" jawab Bara membuat Imelda menarik napas panjang. Ia tahu Putranya tak akan mau bicara panjang dengannya. Sebagai seorang Ibu, Imelda berusaha untuk mengembalikan kehangatan keluarga seperti dulu. Mungkin sekarang belum saatnya.

"Baiklah, kalau kau tidak ingin menjawab. Setelah ini Mamah akan pergi karena masih banyak urusan," ucapnya lagi.

"Itu lebih baik daripada kau mencampuri hidup ku. Urus saja kehidupanmu dan anak kesayanganmu ini!" ucap Bara tanpa ekspresi.

Maxim berdecih.

"Sudah, Mah. Mungkin Kak Bara benar. Kita tidak boleh ikut campur urusan pribadinya," ucap Maxim. Pria itu mengambil air putih dan meneguknya sampai habis. "Aku dan Mamah ijin pulang, Kak. Jaga kesehatanmu." Maxim berdiri menepuk pundak Bara.

"Satu-persatu apa yang kau miliki akan jatuh ke tanganku, Bara!" batin Maxim. Pria itu tersenyum smirk.

Selesai makan, Bara kembali ke kamarnya mengecek keadaan gadis itu. Dilihatnya Lea sedang termenung di samping jendela. Meratapi langit-langit kamar sambil sesekali menyeka air mata yang berjatuhan di pipinya.

Lea tersentak saat tahu siapa yang masuk. Gadis itu langsung berlari kecil ke arahnya.

"Tuan, aku ingin melihat keadaan Kak Randy," ucap Lea memohon. "Aku janji akan kembali lagi. Aku ..."

"Tidak!" Bara berjalan mendekati gadis itu.

"Jika sudah masuk ke dalam sini jangan harap kau bisa lepas! Aku sudah menganggap semua hutang Kakakmu lunas. Kurang baik apa kan?" Bara melipat kedua tangannya di dada.

"Sebagai gantinya kau harus bersedia mematuhi semua perintahku dan jangan pernah coba-coba kabur! Kau tahu, Bara Melviano paling tidak suka dibantah!"

"Bara Melviano," gumam Lea terkejut setelah mengetahui nama si Tuan kejam.

Bara Melviano merupakan seorang pengusaha ternama yang terkenal akan kejamnya dalam dunia bisnis. Dari berita yang beredar, Bara adalah satu-satunya penerus kejayaan bisnis Ayahnya yang tak lain adalah Melviano. Dulu Melviano dikenal sebagai CEO kejam pada lawan bisnis yang berani mempermainkannya. Ia tak akan segan-segan membuat perusahaan orang bangkrut hanya dalam hitungan jam. Tak heran sifat temperamennya itu sekarang menurun pada Bara. Bahkan Bara lebih kejam. Ia tidak memandang lawannya seorang wanita ataupun laki-laki. Jika memang salah, maka bersiaplah mendapat hukuman. Lea tak habis pikir mengapa Randy berani memiliki utang sebanyak itu pada laki-laki bertangan dingin ini. Sudah jelas hidupnya tak akan tenang.

"Jadi kau CEO terkenal itu dan pemilik salah satu Hotel tempat Kakak bekerja?" Lea bertanya dengan mulut yang gemetar.

"Ya, dan Kakakmu telah berkhianat dengan kekasihku," lirihnya membuat Lea menggeleng dengan cepat.

"Tidak, Kak Randy tidak mungkin seperti itu. Kakakku pria baik-baik, Tuan. Kau pasti salah paham." Lea tidak terima dengan tuduhan Bara. Lea tahu selama ini jangankan punya pacar, Kakaknya tak pernah cerita dirinya dekat dengan seorang wanita. Apalagi wanita tersebut merupakan kekasih dari Bara Melviano, pemilik Hotel tempatnya bekerja.

Bara terkekeh pelan.

"Aku tak butuh pembelaanmu gadis murahan! Kau di sini hanya budak. Jadi jangan banyak bicara atau kau akan menerima akibatnya!"

"Gadis murahan? Kau sendiri yang menjadikanku wanita tak punya harga diri, Tuan. Bahkan lebih baik wanita murahan di sana dibayar untuk memuaskan para hidung belang. Sementara aku? Kau menikmati tubuhku gratis sesuka hatimu. Dasar brengsek, biadab! Kau pikir aku akan diam saja!" kesabaran Lea sepertinya sudah habis. Ia mengangkat tangannya ke atas hendak menampar wajah tampan itu, namun Bara langsung menangkapnya dan memutar tangan Lea ke belakang.

"Aaaahhh ... Sakit. Lepaskan aku!"

"Beraninya kau melawanku! Dasar wanita tidak tahu diri! Harusnya kau berterima kasih karena aku tidak membunuh Kakak sialanmu itu!"

"Sekali lagi kau bertindak seperti ini, aku tidak segan-segan memberi perhitungan padamu!" tegas Bara dengan gigi mengerutuk. Ia pun melepaskan tangan Lea kasar hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Aku akan pergi sebentar. Jangan coba-coba kabur dari tempat ini." Bara merapihkan jasnya dengan gagah kemudian keluar dari kamar.

Sementara di kediaman lain.

"Davino, lepaskan ikatannya!" titah Bara.

"Baik, Tuan." Davino pun melepaskan ikatan pada tubuh Randy.

"Kau aku bebaskan!" ucap Bara membuat senyum di pria itu mengembang.

Suatu kehormatan seorang Bara melepaskan tahanannya. Sebab, dari rumor yang beredar jika ada yang mencari masalah dengannya, maka bersiaplah tidak akan pernah bisa menghirup udara bebas lagi.

Davino bahkan tak percaya. Tetapi, ia tak mau bertanya alasan Tuannya melepaskan Randy. Pertanyaan itu hanya akan menjadi boomerang bagi dirinya.

"Terima kasih, Tuan. Tapi, bagaimana dengan Adikku?" suara lemas terdengar dari mulut Randy.

"Kau tidak bisa membawanya pulang! Kau lupa Adikmu sudah menandatangani surat perjanjian itu? Adikmu sudah menjadi milikku!" ucap Bara.

"Aku berjanji akan menyicil utang itu. Tapi, tolong lepaskan Adikku, Tuan," ucap Randy memohon. Ia mengatupkan kedua tangannya di hadapan Bara.

"Ini bukan tentang masalah utang, bodoh! Kau telah bermain api di belakangku. Dasar tidak tahu diri! Dikasih hati minta jantung," ucap Bara penuh emosi.

"Sungguh aku tidak melakukannya, Tuan. Semuanya salah paham. Aku dijebak seseorang. Aku ..."

"Stop! Aku tidak butuh penjelasanmu!"

Randy terus meyakinkan dirinya tak bersalah. Tapi, Bara yang termakan emosi tidak terima penjelasan apapun yang keluar dari mulut laki-laki itu.

"Aku berbaik hati membebaskan mu bukan berarti semuanya kelar. Davino, suruh dia keluar dari ruangan ini secepatnya sebelum aku berubah pikiran!" tegas Bara.

"Tidak! Aku tidak akan keluar sebelum membawa Lea juga juga keluar dari tempat ini!" teriak Randy bersih keras.

Davino memberi kode beberapa Bodyguard, yang kemudian pria itu diseret keluar secara paksa.

"Lea, maafkan Kakak. Kakak janji akan membebaskan mu dari Tuan Bara. Kakak akan mencari bukti secepatnya." batin Randy menahan tangis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status