Share

3 ~ Pelelangan

Author: MAMAZAN
last update Last Updated: 2024-12-06 13:28:05

“Aoch!” Irene memijit keningnya yang terasa perih, ia perlahan membuka matanya, “Ini dimana?” wanita cantik itu terkejut melihat ruangan yang asing bahkan pandangannya membulat saat mendapati tubuhnya telah mengenakan gaun berwarna merah maroon yang sangat seksi.

“Tunggu! Jangan bilang... Ini—“ Irene terhenti saat mendengar suara yang sangat dikenalnya.

“Irene,” suara Owen membuat Irene mendongak dan melihat suaminya berdiri di depan pintu.

“Owen? Jelaskan! Apa semua ini!” hardik Irene dengan sorot mata tajam, penuh kemarahan dan kebingungan.

Owen melangkah masuk ke dalam ruangan dan berdiri tepat di depan Irene.

“Owen... Ayo pulang! Aku tidak mau di sini!” lirih Irene, matanya menatap pria di depannya dengan penuh rasa kecewa. Pria yang ia pikir akan menjadi pelindung dan sumber kebahagiaannya kini terasa seperti orang asing. Hatinya remuk, namun ia tetap berharap Owen akan mendengarnya dan membawanya pergi dari tempat ini, meski hanya ada setitik harapan.

Owen menghela napas panjang, lalu berlutut di depan Irene, “Irene, satu kali ini saja. Aku sangat butuh dana yang besar untuk perusahaan,” ucapnya dengan nada memohon, seolah-olah kata-katanya adalah permintaan yang wajar.

Irene menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak, Owen! Sampai kapan pun, aku tidak mau menjual diriku!” suaranya bergetar, rasa sakit dan pengkhianatan yang ia rasakan. Ia berhenti sejenak, menatap Owen dengan sorot mata tajam yang penuh luka. “Dan bagaimana bisa kau meminta istrimu sendiri tidur dengan pria asing?” lanjutnya dengan nada suara yang tajam.

“Hah!” Owen mendengus, wajahnya berubah menjadi penuh amarah. Ia menatap Irene dengan pandangan sinis, seolah-olah rasa sakit wanita itu tidak berarti apa-apa baginya. “Apa kau tidak tahu berapa banyak uang yang aku keluarkan untuk menebusmu dari ibu tirimu?” hardiknya dengan nada tajam.

Deg! Irene merasa dadanya seperti diremas. Kata-kata Owen menghantamnya seperti tamparan keras. Air matanya jatuh berderai tanpa bisa ia tahan. Pengakuan itu membuat luka di hatinya semakin dalam. Semua yang selama ini ia pikirkan tentang Owen runtuh dalam sekejap.

Owen, yang tampak tidak peduli dengan air mata Irene, mendekat dan memegang dagu wanita itu dengan kasar. Tatapannya dingin, tidak lagi ada kelembutan yang pernah Irene kenal. “Kalau kamu bisa memberikan aku suntikan dana, aku akan membawamu pulang,” bisiknya dengan nada penuh tekanan, seolah-olah Irene tidak memiliki pilihan lain.

Irene terdiam, tubuhnya gemetar, “Berikan aku 1 Miliar Dollar.”

“O-owen... Kamu...” Kata-kata itu menggema di kepala Irene, membuatnya merasa seperti jatuh ke jurang yang tak berdasar. Suami yang ia cintai, pria yang ia percayai.

Irene tak dapat berkata apa-apa lagi, dari mana ia mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu malam? Satu juta dollar saja ia kesulitan untuk mengumpulkannya, bagaimana mungkin ia bisa memberikan Owen uang senilai satu milyar dollar?

***

Disinilah Irene sekarang, berdiri di atas panggung dengan sorotan lampu terang menimpa kulitnya. Gaun merah maroon yang seksi melekat sempurna di tubuhnya, memamerkan lekuk-lekuk yang memancarkan pesona sensualitas. Belahan dada yang rendah dan potongan tinggi di bagian bawah gaun memperlihatkan paha mulusnya, membuatnya terlihat seperti sebuah mahakarya yang dipajang untuk dinikmati banyak mata. Rambut hitam pekatnya yang berkilau jatuh dengan anggun di bahunya, sementara topeng merah menutupi sebagian wajah cantiknya, menyembunyikan identitasnya dari para tamu yang hadir.

Namun, di balik topeng itu, Irene merasa kosong. Hatinya hancur berkeping-keping. Di depannya, ruangan tampak gelap dan kosong, tetapi ia tahu banyak pasang mata yang menatapnya dari balik bilik-bilik tersembunyi.

Mereka mengamati, menilai, dan mungkin bahkan menginginkan wanita cantik itu. Irene menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa malu dan marah yang bercampur menjadi satu. Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya.

Suara MC yang menggema di ruangan itu membuyarkan lamunannya, “Dan bintang utama malam ini, perkenalkan seorang wanita cantik dengan pesona high class, seperti info yang klien sekalian baca saat ini!” Suara MC terdengar penuh semangat, seolah-olah Irene hanyalah barang mewah yang siap dilelang kepada penawar tertinggi.

Dan di balik bilik-bilik tersembunyi, para tamu duduk dengan nyaman, masing-masing memiliki layar monitor yang menampilkan Irene sebagai ‘barang dagangan’ malam itu. Di layar tersebut juga terdapat tombol-tombol nominal untuk melakukan penawaran, yang langsung terhubung dengan layar besar di atas panggung, tempat angka-angka penawaran akan muncul.

“Dengan ini, auction dimulai dari... sekarang! Silakan para klien berikan penawaran terbaik kalian!” seru MC dengan antusiasme yang memuakkan Irene.

Tak lama, suara bip mulai terdengar, satu demi satu, bersamaan dengan angka-angka yang muncul di layar monitor di atas panggung. Nominal penawaran terus meningkat dengan cepat, membuat suasana ruangan semakin tegang.

Di sudut ruangan, Owen berdiri dengan senyum puas di wajahnya, matanya terpaku pada angka yang terus naik. “Hah! Seharusnya aku membawa dia lebih awal!” gumamnya dengan nada penuh kesombongan. Ia tampak seperti seorang pedagang yang baru saja menemukan tambang emas.

“Satu miliar? Apa masih ada?” Suara MC terdengar semakin bersemangat.

“Satu miliar pertama!” MC mulai menghitung, mencoba menutup penawaran pada angka tersebut.

Namun tiba-tiba, suara bip kembali terdengar, diikuti dengan angka besar yang langsung muncul di layar monitor. 6 Miliar.

Ruangan yang tadinya penuh dengan suara bip mendadak hening. Semua mata tertuju pada angka fantastis yang terpampang di layar besar.

“Dari bilik 6! Wow! Itu penawaran yang sungguh fantastis! Apa masih ada penawaran di atasnya?” seru MC dengan nada penuh semangat, mencoba membakar suasana yang mendadak sunyi.

Irene menahan napas. Tubuhnya terasa semakin dingin, dan kakinya hampir tidak bisa menopang dirinya lagi. Siapa yang berada di bilik 6? Siapa yang berani memberikan angka sebesar itu? Dan yang paling penting, apa yang akan terjadi padanya setelah ini?

Owen membelalakkan matanya, tak percaya dengan angka fantastis yang terpampang di layar monitor. “E-enam Milyar...? Hahahaha!” tawanya pecah, penuh rasa puas dan keserakahan yang tak tertahankan.

Ia menatap Irene di atas panggung dengan mata berbinar, seperti seorang pedagang yang baru saja mendapatkan keuntungan terbesar dalam hidupnya. “Irene, kamu memang investasi terbaik dalam hidupku!”

MC mulai mengetuk palu, suaranya menggema di seluruh ballroom, menandakan bahwa lelang hampir selesai. “Tiga...” MC menghitung mundur.

“Dua...” Suasana tetap hening.

“Satu...” Ketukan terakhir palu terdengar, menutup penawaran secara resmi. “Selamat kepada klien bilik enam! Bintang utama hari ini jatuh kepada Anda,” seru MC di sambut tepuk tangan kecil dari beberapa orang di bilik-bilik tersembunyi.

Tap. Tap. Tap. Suara langkah kaki terdengar menggema di ballroom yang sunyi. Semua mata tertuju pada seorang pria dengan topeng berwarna hitam yang perlahan berjalan mendekat ke arah panggung. Langkahnya tenang, namun penuh wibawa, membuat suasana ruangan terasa semakin mencekam.

Pria bertopeng hitam itu berhenti tepat di depan panggung, menatap MC dengan dingin. “Aku akan membawanya,” katanya dengan suara berat yang langsung memenuhi ruangan.

“Tapi, Tuan...” MC tampak sedikit gugup, “Harus ada prosedur dan pelunasan sebelum Anda membawa ‘barang’ yang Anda menangkan,” lanjutnya.

Pria bertopeng hitam itu menatap tajam ke arah MC, membuat suasana semakin tegang. “Asistenku yang akan mengurus semuanya,” suara yang dingin dan penuh intimidasi.

Seorang pria lain, mengenakan masker hitam, muncul dari belakang. Ia melangkah maju dan berbicara singkat kepada MC, memberikan dokumen dan detail yang diperlukan. MC tampak mengangguk beberapa kali, lalu memberikan isyarat kepada staf untuk memproses semuanya.

Sementara itu, pria bertopeng hitam naik ke atas panggung. Langkahnya mantap, penuh percaya diri, seolah-olah ia sudah tahu apa yang akan ia lakukan. Irene menatapnya dengan mata melebar, napasnya terasa semakin berat. Pandangan mereka akhirnya bertemu, dan untuk sesaat, waktu terasa berhenti.

Jantung Irene berdegup kencang, hampir seperti ingin melompat keluar dari dadanya. “Apakah ini akhir dari hidupku...?” pikirnya, rasa takut dan pasrah bercampur menjadi satu. Ia ingin melangkah mundur, tetapi tubuhnya terasa kaku, tidak mampu bergerak.

Tanpa diduga, pria bertopeng hitam itu menghapus jarak di antara mereka. Ia berdiri tepat di depan Irene, begitu dekat hingga Irene bisa merasakan aura dingin yang memancar darinya. Pria itu menundukkan tubuhnya sedikit, merendahkan posisinya sehingga wajah mereka sejajar. Irene menahan napas, menunggu apa yang akan ia lakukan.

Kemudian, dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh Irene, pria itu berbisik di telinganya, “Long time no see you, Nona Irene.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
aaaaahhhh bagus banget sihhh ni cerita
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang : Dijual Suami Dimanja Presdir   90 ~ Kamar Kita?

    Bab 90Setelah badai gairah mereda, Gerald menarik Irene ke pelukannya. Mereka terlelap beberapa jam dalam penerbangan panjang di tengah kenyamanan kabin.Private jet mendarat dengan mulus di landasan pacu Bandara Internasional Toronto, Kanada. Cahaya matahari pagi menerobos jendela, menandakan awal hari yang baru, di benua yang baru.Irene dan Gerald sudah berganti pakaian. Gerald kembali mengenakan setelan jas abu-abu gelapnya, tampak fresh dan sempurna membalut tubuhnya yang tegap. Sementara Irene mengenakan setelan celana panjang krem yang elegan, memancarkan kecantikan wanita itu.Mereka turun dari private jet. Udara Kanada terasa dingin dan bersih, sebuah kontras yang tajam dari Jerman. Seperti biasa, asisten Gerald—Victor, sudah siaga menyambut mereka di bawah tangga pesawat.Victor membungkuk hormat. "Selamat datang kembali, Tuan Gerald. Selamat pagi, Nyonya Irene."Gerald hanya mengangguk singkat, sementara Irene tersenyum tipis. Mereka berjalan menuju mobil mewah yang sudah

  • Hasrat Terlarang : Dijual Suami Dimanja Presdir   89 ~ (21+) Call me, sayang!

    Bab 89Gerald mengangkat wajahnya, menyeringai puas. "Itu baru permulaan, my love," bisiknya serak. Ia tidak membiarkan Irene beristirahat lama.Kini tubuh Irene benar-benar dilahap oleh Gerald. Pria itu dengan cepat menanggalkan sisa pakaiannya dan Irene, menyatukan kulit panas mereka. Tanpa menunggu, pria itu terus menghujam miliknya dalam-dalam ke inti tubuh Irene. Dorongan pertama begitu kuat, membuat Irene menjerit tertahan dan melengkungkan punggungnya."Oh my, Gerald!" Irene memekik, mendesah kuat saat ia hendak mendapatkan pelepasan keduanya. Gelombang nikmat itu datang lebih cepat dan lebih buas.Gerald tidak menjawab dengan kata-kata, melainkan dengan hentakan pinggul yang intens dan bertenaga. Suara berat Gerald dan geramannya memperlihatkan bagaimana ia begitu menyukai tubuh kekasihnya."Oh Irene sayang..." geramnya, suaranya serak dan dominan. Ia semakin memacu pinggulnya, hentakannya dalam dan memabukkan. Ia menarik tubuh Irene, memeluknya erat, membuat tubuh basah merek

  • Hasrat Terlarang : Dijual Suami Dimanja Presdir   88 ~ (21+) Baru Permulaan

    Bab 88“Oh my, Ge…” lirih Irene, matanya memejam, pasrah dan penuh gairah. Ia tidak lagi mampu mengucapkan kata-kata.Gerald tersenyum tipis, Ia memutus ciuman mereka, namun tatapannya tak pernah lepas dari mata Irene.Gerald melepaskan pakaian atas Irene, blazer putih dan dress lilac itu kini tergeletak di lantai, memperlihatkan bra renda hitam yang kontras dengan kulit putih mulusnya. Ia mencium bahu mulus milik kekasihnya. Kulit putih dan lembut, aroma manis yang khas, adalah candu baginya. Ia menghirupnya dalam-dalam, menikmati aroma Irene yang memabukkan.Napas panas Gerald berhembus halus di kulit leher Irene, membuat tubuh Irene bereaksi. Setiap sentuhan udara panas itu, setiap ciuman ringan di tulang selangkanya, membuat nadi dan sarafnya merespon semua sentuhan Gerald.Tangan pria itu sudah turun, meremas lembut bukit kenyalnya yang sudah menantang, siap disantap. Melalui lapisan bra, Gerald merasakan detak jantung Irene yang berpacu kencang. Ia meremas, mengelus, dan memilin

  • Hasrat Terlarang : Dijual Suami Dimanja Presdir   87 ~ Terbang Bersama

    Bab 87"Aku bodoh bukan?" bisik Gerald, suaranya serak.“Ya?” tanya Irene, menantikan kalimat selanjutnya, matanya memancarkan rasa ingin tahu yang dalam."Aku bodoh karena terlalu lama menemukan dirimu, aku bodoh karena saat itu tidak menahanmu saat pertemuan pertama kita. Aku bodoh membuatmu—"Irene mengecup Gerald, sebuah kecupan cepat dan lembut di bibir pria itu, membuat pria itu berhenti berbicara. Tindakan itu penuh kasih sayang dan pengakuan. Namun, segurat senyuman tercetak di wajah tampannya, menunjukkan betapa ia menikmati interupsi itu.Irene melepaskan kecupannya dan berkata, suaranya penuh ketenangan."Stop menyalahkan dirimu. Perjalanan hidupku yang lalu bukan tanggung jawabmu, Ge."Gerald membalas tatapan itu, hatinya menghangat karena ketulusan Irene. Ia membelai lembut pipi Irene."Hmm, baiklah, sayang. Tapi sekarang dan selamanya, kamu adalah tanggung jawabku. Apapun kesedihan dan kebahagiaanmu adalah bagian dari hidupku."Gerald tidak memberikan kesempatan Irene un

  • Hasrat Terlarang : Dijual Suami Dimanja Presdir   86 ~ Aku Bodoh Bukan?

    Bab 86Gerald dan Victor berjalan cepat, meninggalkan kantor polisi dengan aura kemenangan yang tegas. Mereka tidak menyisakan satu pun keraguan bahwa ini adalah akhir dari kisah Owen dan Bertha.Mereka tiba di parkiran VIP bandara. Sampai di mobil, Gerald tersenyum lembut, senyum yang murni dan hangat, jauh berbeda dari seringai dingin yang ia tunjukkan pada Owen. "Maaf lama, sayang," ujarnya pada wanita cantik yang tengah menunggunya di dalam mobil. Ia membuka pintu penumpang depan."Gak masalah, Ge'," jawab Irene, suaranya tenang, meskipun ia tahu Gerald baru saja menyelesaikan kehancuran Owen."Kita pindah ke belakang, sayang," Gerald mengulurkan tangannya, meminta Irene keluar. Tangan kirinya berada di kap mobil, menjaga keamanan kepala Irene agar tidak terbentur.Irene sedikit mengerutkan kening, bingung kenapa harus pindah ke belakang. Namun, ia mengerti saat melihat sosok Victor sudah menunggu di sisi mobil, siap mengemudi. Itu artinya Gerald ingin menghabiskan waktu berdua be

  • Hasrat Terlarang : Dijual Suami Dimanja Presdir   85 ~ Kesempatan terakhir

    Bab 85"Pertemuan dua kekasih yang sungguh mengharukan…"Suara bariton yang dalam dan dingin itu memecah keheningan di lorong sel penahanan. Suara yang kini paling mereka benci dan takuti. Pandangan Owen dan Bertha mengangkat wajah mereka, tertuang pada sosok yang ada di sana.Berdiri di luar jeruji besi, ditemani Victor dan Tuan Marcus, adalah Gerald. Pria itu mengenakan setelan jas yang sempurna, auranya memancarkan kekuasaan yang tak tertandingi.Owen dan Bertha bersamaan menyebut nama Gerald. Suara mereka serak dan penuh kebencian. Sosok pria yang membuat dunia mereka hancur hanya dalam kedipan mata.Bertha menoleh ke arah Owen, melihat tidak ada harapan dari pria itu. Owen sudah benar-benar lumpuh. Bertha, dengan insting bertahan hidupnya yang licik, segera mengalihkan fokus. Ia merangkak mendekati jeruji besi, berlutut dan berkata dengan nada permohonan yang dibuat-buat, air mata palsu mulai mengalir."Tuan Gerald, maafkan aku. Aku hanya mengikuti apa yang diminta oleh pria bere

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status