"Ningsih?" Ari tampak kebingungan. Ia segera mencari alasan agar Ningsih percaya kepadanya.
"Aku hanya berusaha menenangkan Ayu, Ning. Dia teringat akan Galih dan anaknya." Ari terpaksa berbohong kepada istrinya. Ia tidak mau Ayu dimusuhi dan semakin ditindas oleh Ningsih. "Dimas kecelakaan, Mas. Kalian malah asyik berduaan di sini." Ari terkejut dan sangat merasa bersalah. Ia segera mengajak Ningsih dan Ayu untuk melihat kondisi adiknya. "Sebaiknya kita segera ke rumah sakit." Ari bergegas keluar dari rumah Ayu. Ia benar-benar khawatir dengan keadaan Dimas. Ningsih memandangi Ayu dengan penuh kebencian. "Benar-benar tidak tahu malu kamu, Ayu." "Bagaimana bisa Dimas sampai kecelakaan Mbak?" tanya Ayu lemah. "Dia jadi korban tabrak lari. Dan ini semua gara-gara kamu, Ayu. Jangan pernah muncul di hadapan Dimas lagi!" ancam Ningsih yang terlanjur kesal. "Tapi Mbak?" Ayu sayang dengan Dimas. Tidak mungkin ia membiarkan Dimas di rumah sakit tanpa kehadirannya. Ningsih segera menyusul kepergian suaminya. Ia membawa bayinya menuju rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, mereka segera mencari ruangan Dimas. Melihat bagaimana keadaan anak menggemaskan itu. Dan tak lama kemudian seorang dokter keluar dari ruangan Dimas. Sepertinya ia sudah selesai memeriksanya. Ari dan Ningsih segera menanyakan tentang adik mereka. "Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" tanya Ari khawatir. "Kondisinya masih lemah. Tetapi beruntung, tidak ada cidera serius pada kaki dan tangannya. Em ... Dimas sejak tadi selalu memanggil nama Ayu. Apakah Anda yang bernama Ayu?" tanya Pak Dokter kepada Ningsih. "Em, bukan, Dok. Ayu masih di rumah." Ningsih merasa kesal. Mengapa justru Dimas menanyakan wanita murahan itu. Jelas-jelas selama ini dia yang tinggal satu rumah dengan Dimas. "Saran saya, pertemukanlah mereka. Agar Dimas lebih cepat sembuh. Saya permisi dulu." Ningsih semakin kesal. Di saat ia sedang muak dengan wajah Ayu, justru dokter menyuruhnya untuk datang. "Aku harus pergi!" ucap Ari kemudian. "Mas, mau ke mana?" tahan Ningsih pada suaminya. "Aku akan menjemput Ayu. Aku ingin Dimas cepat sembuh." "Tapi, Mas?" Ari tidak peduli lagi dengan istrinya. Ia segera menuju tempat parkir dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Tak butuh waktu lama Ari sudah tiba di rumah Ayu. Wanita itu tengah gelisah memikirkannya Dimas. Ari langsung masuk ke rumah Ayu karena pintu tidak dikunci. "Mas Ari?" ucap Ayu terkejut. "Yu, ayo ikut aku." "Ke mana, Mas?" tanya Ayu penasaran. "Dimas membutuhkan kamu, Yu. Dia manggil nama kamu terus." Ari segera menarik tangan Ayu agar ikut bersamanya. "Tunggu sebentar, Mas. Mbak Ningsih sudah melarangku." Ari menghentikan langkahnya. Kemudian menatap Ayu dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah mengapa lelaki itu justru sangat menginginkan sang adik ipar lebih dari sebelumnya. "Kamu tidak perlu pedulikan dia, Yu. Yang penting keselamatan Dimas. Aku sangat menyayanginya seperti anak kandungku sendiri." "Maksud Mas apa, sih?" Ayu penasaran dengan ucapan Ari. Jelas-jelas Dimas adalah adiknya sendiri. "Oh, tidak apa-apa, Yu. Ayo kita segera ke rumah sakit." "Ayu ganti baju dulu ya, Mas." Bergegas Ayu masuk ke dalam kamar. Ia mencari pakaian yang tepat. Kemudian menyisir rambutnya yang panjang dan hendak ia ikat. Namun tak sengaja ada rambut yang tersangkut pada resleting atasannya di belakang. Wanita itu cukup kesulitan melepaskannya hingga memakan waktu yang begitu lama. "Yu, kamu lama sekali?" Ari yang tidak sabaran langsung masuk ke kamar Ayu. Ia bisa melihat Ayu yang sibuk di depan cermin riasnya. "Mas Ari? Maaf, Ayu lama. Ini ada rambut Ayu yang tersangkut." "Aku akan menolongmu, Yu." Dengan perlahan Ari mencoba untuk melepaskan rambut Ayu yang tersangkut. Ia terpaksa membuka resleting hingga bawah dan akhirnya lelaki itu terpesona oleh punggung mulus milik Ayu. Tanpa sadar jemari tangannya membelai lembut punggung itu. Ayu merasa kegelian. Tiba-tiba bibirnya mengeluarkan suara yang lembut nan indah. Ari melepaskan ikatan rambut Ayu. Kemudian memutar tubuh wanita itu hingga menatapnya. "Mas ...." Ayu menggeleng perlahan. Kedua mata Ari sudah berkabut. Tangannya masuk ke ceruk leher milik adik iparnya. Dan bibirnya mulai menempel di bibir Ayu. "Aku mencintaimu, Yu." Tiada penolakan dari Ayu. Keduanya saling bertukar saliva begitu lama. Lidah lelaki itu menjelajahi seluruh rongga mulut sang adik ipar tanpa terkecuali. Sesekali juga menggigit bibir bawah Ayu yang begitu menggoda. Ayu hanya bisa pasrah. Menikmati sentuhan Ari yang membuatnya merasa ketagihan. Meski dari awal ia berusaha untuk menolak, tetapi kini begitu lemah tak berdaya di hadapan mantan kekasihnya tersebut. Bibir Ari turun ke leher dan meninggalkan jejak merah di sana. Membuat Ayu kembali mengeluarkan suara terindahnya. Ari mengangkat tubuh Ayu dan membaringkannya di atas ranjang kamar wanita itu. Lelaki itu mulai melepaskan pakaian Ayu. "Mas Ari, ini tidak benar, Mas?" tahan Ayu agar Ari menghentikan aksinya. "Sudah lama kita tidak melakukannya, Yu. Aku sangat merindukanmu. Kamu juga rindu aku 'kan? Kamu masih mencintaiku bukan?" Ayu berada di bawah kungkungan Ari. Lelaki tampan itu menatapnya begitu lekat dan masih menantikan sebuah jawaban darinya. "A—aku ... aku masih mencintaimu, Mas. Aku sangat mencintaimu." Ayu tidak bisa lagi membohongi perasaannya. Ia menunduk malu di hadapan Ari. Lelaki itu tersenyum smirk. Ia sangat bahagia mendengar pernyataan cinta dari wanita yang telah membawa pergi seluruh hatinya sejak dulu. "Aku akan memberikan kenikmatan untukmu, Yu." Ari mulai melanjutkannya aksinya. Memberikan sentuhan demi sentuhan pada seluruh tubuh milik Ayu. "Ahh, Mas. Aku tidak kuat lagi." Ayu mengerang penuh kenikmatan. Sudah lama ia tidak merasakan sensasi menggairahkan seperti itu. "Aku akan membawamu hingga hingga ke langit tujuh, Yu." Ari telah bersiap melakukan penyatuan dengan Ayu. Dan wanita itu juga telah siap meski hatinya merasa takut. "Ayu!!! Ke luar kamu!!!" Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar. Membuat Ayu dan Ari merasa kaget. Wanita itu segera beranjak dan membetulkan pakaiannya. Rupanya Bu Ita yang datang ke rumah Ayu. Dia adalah salah satu pelanggan yang sering membeli asi. "Sedang apa kalian berdua? Dasar tidak tahu malu. Pasti kamu menggoda kakak iparmu sendiri 'kan, Yu. Sudah kuduga." Bu Ita berucap dengan sinis. Saat itu adalah kesempatan yang bagus untuk menyebarkan gosip baru mengenai Ayu. "Bukan seperti itu, Bu. Saya ke sini menjemput Ayu untuk ke rumah sakit karena Dimas kecelakaan," terang Ari mencoba membela Ayu. "Saya tidak peduli, ya! Saya ke sini karena anak saya muntah-muntah setelah minum asi dari Ayu." Wanita paruh baya itu mengacungkan jari telunjuknya kepada Ayu. "Kamu memberikan ASI basi, ya? Jahat sekali kamu, Yu!" ucap Bu Ita lantang di depan Ayu.Ayu menggeleng cepat. Ia tidak mungkin memberikan asi yang sudah basi. "Itu tidak benar, Bu. Saya selalu memberikan asi yang segar kepada pembeli." "Alah, bohong kamu, Yu. Pokoknya saya akan melaporkan kamu ke polisi." Ari tidak tinggal diam. Ia tetap berusaha untuk membela Ayu. "Jangan, Bu. Kita bisa selesaikan hal ini dengan cara baik-baik. Aku yakin Ayu tidak mungkin melakukan hal itu." "Kalau begitu Ayu harus ganti rugi tiga kali lipat!" "Baik, Ayu pasti akan memberikan uang itu." Ayu memegang lengan tangan Ari. Ia tidak mungkin menuruti kemauan Bu Ita karena wanita itu tidak salah. "Sudahlah, Yu. Daripada nanti kamu masuk penjara." "Ayu sedang tidak ada uang, Mas." Bu Ita masih menatap sinis kepada mereka. Sebenarnya ia hanya menggertak saja. "Baiklah. Aku yang akan membayarnya." Lelaki itu mengeluarkan dompetnya dan memberikan sejumlah uang sesuai permintaan Bu Ita. "Nah gini, dong. Ini sih baru biaya ganti rugi. Belum biaya tutup mulut atas perselingkuhan kalian."
"Ningsih?" Ari tampak kebingungan. Ia segera mencari alasan agar Ningsih percaya kepadanya."Aku hanya berusaha menenangkan Ayu, Ning. Dia teringat akan Galih dan anaknya."Ari terpaksa berbohong kepada istrinya. Ia tidak mau Ayu dimusuhi dan semakin ditindas oleh Ningsih."Dimas kecelakaan, Mas. Kalian malah asyik berduaan di sini."Ari terkejut dan sangat merasa bersalah. Ia segera mengajak Ningsih dan Ayu untuk melihat kondisi adiknya."Sebaiknya kita segera ke rumah sakit."Ari bergegas keluar dari rumah Ayu. Ia benar-benar khawatir dengan keadaan Dimas.Ningsih memandangi Ayu dengan penuh kebencian. "Benar-benar tidak tahu malu kamu, Ayu.""Bagaimana bisa Dimas sampai kecelakaan Mbak?" tanya Ayu lemah."Dia jadi korban tabrak lari. Dan ini semua gara-gara kamu, Ayu. Jangan pernah muncul di hadapan Dimas lagi!" ancam Ningsih yang terlanjur kesal."Tapi Mbak?" Ayu sayang dengan Dimas. Tidak mungkin ia membiarkan Dimas di rumah sakit tanpa kehadirannya.Ningsih segera menyusul keper
Ayu melepaskan genggaman Ari dengan perlahan. Kemudian ia mulai menyusui Dinda hingga bayi mungil itu tertidur kembali.Ayu memberanikan diri untuk membangunkan Ari. Ia tidak tega melihat lelaki itu tidur dengan posisi yang tidak nyaman."Mas Ari, bangun Mas!"Ari membuka perlahan kedua matanya. Ia merasa bersalah karena ketiduran. Harusnya lelaki itu tetap menjaga Dinda."Ayu? Maaf aku ketiduran.""Sebaiknya Mas tidur di kamar, Mas. Aku bisa kok menjaga Dinda sendirian. Dia sangat pengertian malam ini.""Kamu serius, Yu?"Ayu mengangguk dengan pasti. Ia tidak nyaman jika satu kamar dengan kakak iparnya sendiri.Ari pun menurut saja. Ia pergi ke kamarnya sendiri untuk tidur. Selama ini Ari dan Ningsih selalu tidur dengan posisi saling membelakangi.Ari memang kecewa kepada Ningsih. Wanita itu telah membohonginya. Mengatakan jika Dinda adalah putrinya. Namun kenyataannya tidak seperti itu. Ada seorang lelaki yang mengaku sebagai ayah dari anak yang dilahirkan oleh Ningsih.Pagi-pagi se
Ari menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak tahu jika sang adik ipar yang cantik menawan dan seksi itu sedang berada di rumahnya."Yu, kamu kok bisa ada di sini?" Ari semakin mendekati Ayu.Wanita itu hendak berteriak. Tetapi mulutnya segera dibungkam oleh tangan kekar milik Ari."Jangan berteriak, Yu. Nanti kamu akan menyesal.""Tolong jangan apa-apain Ayu, Mas." Wanita itu menunduk pilu. Di pelupuk matanya sudah menggenang air mata yang sekejap saja bisa jatuh jika ia berkedip."Lihatlah, Ayu. Ia sudah menegang gara-gara melihatmu seperti ini. Kamu harus menidurkannya kembali."Ayu mendongakkan kepalanya. Ia menggeleng cepat. Sembari terus memohon kepada kakak iparnya agar melepaskannya."Apa kamu tidak ingat Mas, perbuatan kamu dulu. Kamu tidak mau bertanggung jawab kepadaku. Kamu tega!"Ayu terisak. Ia berusaha menutupi mulutnya agar tidak ketahuan oleh Ningsih. Pasti dirinya akan dianggap sebagai penggoda suami orang."Apa maksud kamu, Yu? Apa benar bayi yang telah kamu lahirkan itu
Lelaki itu hendak memasukkan jemarinya. Namun tiba-tiba ponselnya berdering terus-menerus."Sial! Siapa yang mengganggu, sih!"Ari mengangkat telepon itu. Rupanya panggilan dari Ningsih. Istrinya tersebut marah-marah karena Ari belum juga pulang. Padahal anaknya sudah menangis sejak tadi."Iya, iya, Mas segera pulang. Mas sudah dapat kok, ASI-nya."Ari segera menyambar dua kantong asi dari kulkas Ayu yang masih terbuka sejak tadi."Aku akan datang kembali, Yu. Tunggu saja, nanti malam!" ucap Ari dan berlalu pergi meninggalkan Ayu yang masih terdiam di tempatnya.Wanita itu kemudian menangis sejadi-jadinya. Ia mencoba membetulkan dasternya yang berantakan dan telah sobek."Aku harus segera mandi dan berganti pakaian. Mas Ari benar-benar jahat."Dengan tertatih Ayu beranjak dari tempatnya. Ia berjalan menuju kamar untuk mengambil handuk.Di saat mandi Ayu banyak melamun. Ia takut jika kakak iparnya datang kembali. Ingin sekali wanita itu pergi jauh, tetapi ia tidak tahu harus pergi ke m
"Aku tidak pernah menyangka. Kalian meninggalkan aku secepat ini."Ayu memandangi foto kebersamaannya dengan bayi mungil dan sang suami tercinta.Dua bulan yang lalu mereka mangalami kecelakaan dan jasad keduanya belum ditemukan. Hanya Ayu yang masih selamat karena segera dibawa ke rumah sakit oleh seorang lelaki yang menemukannya.Ayu selalu merasa sedih dan kesepian. Setiap malam ia harus tidur sendirian. Tiada pengobat rindu yang menemani hadirnya. Wanita itu masih yakin jika suami dan anaknya masih hidup."Auh! Sakit sekali."Tiba-tiba Ayu merasakan dadanya yang begitu sesak dan nyeri. Tangannya meraba daster bagian atas yang sudah basah karena ASI-nya masih mengalir deras.Hampir setiap dua jam sekali Ayu harus mengosongkan air susu tersebut dan memasukkannya ke dalam wadah untuk ia jual kepada tetangga yang membutuhkan. Dengan begitu Ayu bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari meski uang yang dimiliki hanya sedikit.Kadang Ayu juga pergi ke sawah untuk memetik sayur-sayuran