Home / Romansa / Hear Me / 05; Jeffrey Karenzio

Share

05; Jeffrey Karenzio

Author: Weni Anzari
last update Last Updated: 2021-09-27 18:06:39

"Ma--maksud nya?" Pria yang Rinji yakini malaikat maut itu menghela napas seraya menggaruk bagian samping kepala nya.

"Kamu tidak apa-apa?" Rinji mengangguk polos.

Sungguh, dia masih belum mencerna dengan apa yang terjadi sekarang. Yang dia ingat tadi hanya ada mobil dengan kecepatan tinggi dari arah kanan, suara Dildar yang memanggil nama nya dengan lantang, dan suara decitan mobil.

Tunggu, seperti nya Rinji mulai sadar satu hal.

Dia masih hidup.

Iya, dia masih bisa mengambil napas, masih bisa berkedip, dan tangan nya yang memegang tubuh embul Fatma masih bisa bergerak dengan sempurna.

Dan, "Ya. God bless you. Karena saya tidak jadi menabrak kamu."

Rinji kontan menghela napas lega nya, seraya menatap ke atas dengan penuh haru.

Tentu saja itu karena Tuhan masih memberikan nya waktu untuk hidup. Artinya, Rinji masih bisa bekerja di tempat baru, masih memiliki waktu untuk menghasilkan uang, dan hidup lebih baik dari sebelum-sebelum nya.

"Ya Tuhan... Terima kasih, ternyata aku masih di beri kesempatan untuk hidup."  Seru Rinji dengan mata yang berkaca-kaca, yang tanpa di sadari, itu membuat orang-orang yang mengerubungi nya geleng-geleng kepala.

Iya, Rinji masih belum sadar kalau dia berada di tengah diantara orang-orang yang melingkari nya.

"Seperti nya kepala kamu terbentur sesuatu. Ayo, ikut saya. Saya akan bertanggung jawab." Rinji terlonjak ketika satu tangan nya di tarik, dan itu kontan membuat Fatma yang ada dalam gendongan nya meloncat turun.

"Tunggu. Fatma, jangan menyebrang sembarangan---"

"Kamu yang menyebrang sembarangan." Ucap seseorang yang sempat Rinji sangka malaikat maut itu.

Sebentar, Rinji jadi bingung. Dia bahkan sudah tidak memedulikan lagi si Fatma yang entah lari kemana. Dia sedang fokus mengamati laki-laki yang mencengkeram pergelangan tangan nya.

Dalam pikiran nya berkata, kalau sekarang dirinya masih hidup, lalu laki-laki tampan yang sekarang menggandeng nya.... Adalah manusia.

Manusia.

Rinji langsung menganga lebar, mata nya berkedip sengan cepat.

Bagaimana bisa ada manusia yang nyaris sempurna?!

Hati Rinji menjerit.

Persetan dengan fakta bahwa dia hampir kehilangan nyawa karena laki-laki itu. Lagian, Rinji yang ceroboh, sudah tahu jalan raya, malah tidak berhati-hati.

"Rinji Kamila Averaya,"

"Y-ya? Eh sebentar. Anda memang manusia kan?"

"Kalau saya alien, maka bahasa yang saya gunakan bukan seperti ini."

Ah iya, Rinji jadi ingat sinetron Indonesia yang dulu ada alien nya, di sana si alien itu cuma bilang tek-otek-otek-tek-otek saja. Jadi jelas, pria ini bukan alien. Lagian memang ada aliem setampan ini.

Rinji berdeham, "Lalu anda tahu nama saya dari mana?" Pria itu kontan melirik dada bagian kiri Rinji, membuat pemilik nya melotot lantas menarik tangan yang di cengkeram pria itu, lantas menutupi dada nya.

Kini giliran pria itu yang berdeham. "Saya hanya melihat name tag kamu."

Dan baru saat itulah Rinji paham apa maksud tatapan pria itu yang dijatuhkan pada dada nya. Rinji pun melepaskan tangan nya.

"Iya sudah, ayo ikut saya."

"Kemana?" Rinji panik.

Pria yang belum Rinji ketahui nama nya itu kontan menghembuskan napas lagi seraya memejamkan mata, untuk tetap menjaga kesabaran nya menghadapi manusia yang ada di hadapan nya.

"Rumah sakit."

"Saya enggak sakit!" Sangkal Rinji dengan cepat.

"Kepala kamu?"

"Enggak. Saya baik-baik aja."

"Yakin?"

"Yakin lah, seratus persen yakin malahan."

"Oke." Lalu pria itu merogoh saku jas bagian dalam nya untuk kemudian mengambil sebuah kartu nama dan memberikan nya pada Rinji.

"Karena hari ini saya buru-buru, jadi, kamu bisa hubungi saya di nomor ini kalau misalkan kamu kenapa-napa."

Rinji terdiam sambil memandangi kartu nama berwarna cream itu. Di sana tertera nama panjang dan nomor telepon pria tersebut.

Jeffrey Karenzio.

Sungguh, itu adalah nama yang cocok untuk nya. Batin Rinji bersuara

"Kalau begitu, saya permisi." Tanpa sadar Rinji mengangguk. Pria bernama Jeffrey itu segera bergegas kembali ke mobil audi hitam nya lantas menancam gas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hear Me   48; Hujan dan Desahan

    Bukan tanpa alasan kenapa Jeff takut dengan suara hujan di malam hari. Semua itu berawal saat usia nya enam tahun. Jeff kecil terbangun dari mimpi indah nya, ketika suara hujan pada malam itu mengusik tidur nya. Dia menangis sambil berharap Mama nya akan segera menghampiri nya. Namun sayang nya, belasan menit telah berlalu dan Mama nya tak kunjung datang, akhir nya Jeff memutus kan untuk berjalan mencari sang Mama. Dia membuka pintu kamar nya pelan, dan segera di sambut suara dari televisi yang menyala dengan volume besar. "Mama?" Jeff kecil bersuara pelan, berharap sang Mama akan menyadari kehadiran nya, namun beberapa kali Jeff memanggil Mama nya, sosok itu masih tetap tak muncul, sampai akhir nya, dengan penuh tekad, Jeff berjalan menuju sofa buluk yang ada di ruang tv, berniat untuk mengambil remot dan mematikan televisi tersebut. Namun sayang nya, belum sempat dia melakukan hal tersebut, langkah nya terhenti saat telinga nya mendengar suara desahan di antara berisik nya suara

  • Hear Me   47. 03 am

    Pukul tiga pagi, Jeff masih terjaga di sebuah apartmen yang beberapa waktu lalu menampung nya saat hujan badai dengan gemuruh petir yang lantang, singgah di ibu kota. Adalah apartmen milik Rinji yang saat ini sedang bermain peran sebagai Jianna. Awal nya, Jeff hanya mau mengantar kan gadis itu pulang, karena tidak bisa membiar kan wanita pulang sendirian malam-malam. Di tambah lagi, saat itu angin mulai bertiup kencang dari biasa nya, lalu di susul suara petir beserta kilat nya mulai menampak kan diri, menerangi bumi di kota Jakarta untuk seperkian detik secara terus-terusan. Maka dari itu, Rinji menyaran kan Jeff untuk singgah. Meskipun pada awal nya Jeff enggan, tapi semesta berkata lain. Saat kaki nya hendak kembali menyentuh tanah-- setelah memastikan Rinji selamat sampai unit nya, hujan dengan deras nya membasahi seluruh kota Jakarta, di susul amukan petir yang membuat malam menjelang pagi kala itu terasa mencekam, dan Jeff berakhir singgah di unit Rinji. Sebab, lelaki gagah pe

  • Hear Me   46. Ice Cream

    Rinji tidak habis pikir dengan diri nya sendiri malam ini. Bagaimana bisa dia menangis tersedu-sedu dalam dekapan seorang pria asing yang bahkan belum satu tahun dia kenal. Dildar yang sudah dia kenal dua tahunan ini, tidak dia biar kan melihat sisi rapuh nya, tapi Jeffrey, pria yang sekarang sedang menikmati ice cream itu sudah tahu sisi lemah Rinji, ya meskipun sisi lemah yang di tampil kan adalah milik Jianna. Tapi tetap saja, Rinji dan Jianna adalah orang yang sama. Entah lah, Rinji pun bingung. Mungkin karena ini hari merah nya. Bukan kah perasan perempuan menjadi campur aduk ketika sedang dalam masa periode nya. Tapi tidak bisa di pungkiri juga, Rinji suka dengan perlakukan Jeff. Dia nyaman dengan bagaimana lelaki itu memperlakukan nya tadi. Memeluk nya sambil membisik kan kalimat penenang, Rinji benar-benar suka, sampai dia sedikit berdebat ketika mata nya bersirobok dengan mata Jeff. Dan sontak, dia langsung berdeham sambil mencoba untuk terlihat biasa saja, padahal jantung

  • Hear Me   45. Peluk untuk Jia dan Rinji

    "Seperti nya, ada satu hal yang harus kamu tahu tentang saya." Ucap Jeff pada akhir nya. Hal itu membuat Rinji tidak bergeming untuk beberapa saat, sebelum akhir nya berdeham dan bertanya penasaran."Apa itu?" "Saya tidak mudah berteman dengan perempuan." Entah apa yang ada di kepala Jeff saat itu, sampai dia harus mengatakan kalimat tersebut."Benar kah? Lalu kenapa mau berteman dengan ku? Kamu juga mau berteman sedekat itu dengan anak boss mu." Hardik Rinji, membuat Jeff menarik napas nya dalam-dalam dan menghembus kan nya perlahan. "Vella, dia itu sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri." "Lalu bagaimana dengan ku?" Tanya Rinji, yang sejujur nya, dia pun menyesal telah menanya kan kalimat itu. Tapi, sungguh, dia benar-benar penasaran perihal alasan Jeff mau berteman begitu saja dengan nya. Karena seharus nya, jika Jeff benar-benar tidak mudah berteman dengan wanita, Jianna Alatas tidak akan pernah berteman dengan Jeff. Rinji pun demikian, apalagi sampai di ajak ke pantai, h

  • Hear Me   44. Pertemuan Tidak di Sengaja

    "Jadi, benar kan kalau kamu memperlakukan semua wanita sama saja?" "Bersikap manis, perhatian, ya... Seperti lelaki pada umum nya." Demi Tuhan, kalimat itu masih tengiang-ngiang di kepala Jeff, bahkan ketika dia hendak memejam kan kedua mata nya. Waktu sudah menunjuk kan pukul sebelas malam dan Jeff sulit memejam kan mata nya hanya karena kata demi kata yang Jianna ucap kan tadi siang. "Wanita memang rumit." Gumam Jeff seraya menghembuskan napas frustasi nya. Kemudian, pria itu memilih untuk bangkit dari ranjang, lantas bergegas keluar. Sebelum itu, terlebih dahulu dia menyambar hoodi cokelat milik nya yang ada di lemari. Jeff butuh udara segar. Maka nya, dia memilih untuk berjalan kaki. Di pikir-pikir, sudah lama juga Jeff tidak jalan santai seperti ini. Dulu, waktu dia masih sekolah, dia sering melakukan nya. Rumah Jeff masuk gang sempit yang hanya bisa di lewati satu kendaraan sepeda motor. Namun, ketika keadaan mulai berubah, semua itu Jeff tinggal kan, sebab, dia terlalu sib

  • Hear Me   43. Red Day

    Hening menyelimuti sepasang anak Adam dan Hawa yang saat ini sama-sama sedang menatap ke arah bawah pada jalan raya yang ramai. Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor, seolah saling balapan untuk sampai ke tujuan masing-masing. Belum lagi suara klakson kendaraan yang saling bersahutan, kian menambah keributan pada jalanan tersebut, hingga pada atap rumah sakit pun kebisingan nya masih terasa. Hal itu sontak membuat Rinji menghela napas lelah. Dia tidak suka keramaian yang seperti itu, karena membuat kepala nya jadi semakin runyam. Maka dari itu, dia memilih untuk membalik kan tubuh nya, menyandar kan punggung mungil nya pada tembok pembatas di sana. Dan apa yang di lakukan gadis tersebut, tentu saja memancing atensi Jeff yang ada di samping nya. "Kenapa?" Tanya pria itu. Rinji menggeleng. "Tidak suka keramaian?" "Bukan. Hanya saja, di bawah sana sangat berisik. Dan aku tidak suka. Karena itu menambah keributan di kepala ku saja." Saat menjadi diri nya sendiri di samping pri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status