Share

4

LELAKI ITU menggeleng, lalu menyuarakan ketegasaan yang membuat Davira meremang. Namun Davira tidak berminat mengalah, dia semakin semangat melawan semua rasa gelisah yang mengganggu sejak lutut mereka bertemu beberapa saat lalu. Dia semakin tinggi membangun tembok pertahanan, menyembunyikan setiap kecemasaan—tidak sudi terlihat lemah di depan si lelaki walau sedikit saja. Menguatkan tekad apa pun yang terjadi dia tidak mau terjebak bersama lelaki bajingan lagi. Cukup satu bajingan, dengan segala kekacauan yang membuatnya sakit kepala.

Ketika Arion melangkah maju sembari menyorotkan tatapan mengitimidasi, Davira buru-buru mundur dan coba menepis bayang-bayang Lukman saat menginginkan sesuatu darinya. Selama dua tahun terakhir, dia berhasil menghalu kenangan Lukman--hal-hal gila yang diperbuat lelaki itu. Belum pernah terlintas sekalipun dalam benaknya, dia bakal terjebak lagi di situasi seperti hari ini. Disodorkan penawaran serupa oleh lelaki ambisius. Selama ini Davira sibuk mengumpulkan puing-puing kehidupan yang masih berbentuk, bekerja banting tulang demi menyatukan kembali sisa-sisa temuanya. Otak Davira yang kata Freya cerdas, hanya dia gunakan untuk menyusun dan menemukan satu cara bertahan hidup ke cara yang lain. Dan penawaran Arion, tak ada dalam susunan otak Davira. Bahkan, satu hubungan romatis bersama laki-laki saja tak terbayang meski dalam mimpi Davira.

Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan diam-diam, dan berkata, “Kalau begitu, saya mohon undur diri, Pak Arion.”

Diskusi sialan ini selesai! teriak Davira dalam hati.

Kemudian Davira mematikan kesopanan yang susah-payah dia jaga, padahal sejak Arion memanggilnya Nyonya Bachtiar—dia merasakan keinginan kuat melayangkan tinju ke rahang kokoh Arion. Walaupun begitu, Davira tak memungkiri Arion jauh lebih memesona daripada yang digambarkan media. Shit! Kenapa pikirian macam itu yang muncul? Secepat kilat, Davira mengaktifkan mode penyelamatan diri dalam dirinya—memaksa benaknya mencari satu dua cara buat kabur, kalau-kalau lelaki yang memiliki bahu lebar dan otot paha menggiurkan ini berhasil menahan dirinya dengan cara-cara tak biasa. Seperti memaksa duduk, menahan tangannya sampai memerah, apa pun sejenis itu ….

Dia berjalan melewati Arion tanpa menunggu lelaki itu merespon kalimat undur dirinya, tetapi baru dua langkah tercipta—ujung sikunya terasa diremas lembut. Sangat pelan, tak ada unsur kekasaran.

Namun tubuhnya merespon secara otomatis, Davira berbalik kasar dan memasang posisi kuda-kuda depan yang dia pelajari dari Freya selama setahun lebih tiga bulan.

Easy, Davira,” sahut Arion dengan kedua tangan ke atas. Seolah di salah satu tangan Davira mengulurkan benda berbahaya, tetapi wajah eksotis percampuran Eropa yang maskulin dan Chinese si lelaki sangat datar. Sampai Davira mengira, dia sedang diejek dengan cara seperti itu. "Saya nggak berniat memakan atau membahayakan kamu.”

Tawaran itu berbahaya, kenapa lelaki ini nggak sadar juga?! omel Davira. Lagi-lagi cuma menggema dalam otaknya.

“Buat saya semua lelaki jenis anda berbahaya,” sanggah Davira, mengakhiri posisi kuda-kuda depan, tetapi tetap bersikap waspada. Kalau tenaga lelaki itu tidak berbahaya, keliaran berbahaya yang menguar dari diri Arion yang mengancam Davira.

Secara visual, Davira tidak bisa membantah satu pun penggambaran yang disampaikan media. Tidak heran banyak perempuan berlomba-lomba mengajukan diri menjadi pasangan lelaki ini. Perempuan normal mana pun bakal berusaha menarik perhatian lelaki ini demi satu dua permainan di ranjang dan hidup mewah. Namun, bukan dia ... Davira normal, hanya saja kegiatan atau pemikiran seperti itu bukan lagi hal yang menarik minatnya. Dia terang-terangan menghela napas, memasang wajah lelah dengan sikap keras kepala mereka yang sama.

"Anda benar-benar berniat mengurung saya di sini sampai mendapatkan jawaban iya? Serius. Anda benar-benar rela kehilangan banyak rupiah demi orang seperti saya?" Davira melemparkan pertanyaan, dengan nada mengejek. Siapa tahu lelaki yang terkenal tidak sabaran ini bakal melepaskannya.

Namun, harapan Davira sepertinya tidak bakal terjadi. Mata cokelat gelap Arion mengatakan, "Kalau hari ini lo lepas, masih banyak hari buat mengejar." Lukman juga pernah mengisyaratkan seperti itu, dan Davira membeku. Sekujur badannya terasa dingin, sampai paru-parunya sulit bekerja--membuatnya kesulitan napas.

"Apa anda berencana menyuruh orang di bawah sana buat menyegerap saya, lalu--"

"Silakan pikirkan baik-baik penawaran saya, Davira," potong Arion cepat, memaksa serangan kasarnya menggantung di udara. Lelaki itu menaikkan satu alis, berbalik balik meja kerja selama beberapa detik, lalu kembali berdiri di depannya. "Hubungi saya."

Wah, lelaki ini benar-benar percaya diri Davira bakal memberikan yang dimau, dan satu-satunya cara meruntuhkan segala kepercayaan diri Arion adalah kiamat. Perut Davira bergolak tak karuan, dia melangkah mundur lagi, tetap Arion berhasil menangkap satu tangannya. Lagi, meski ditujukan untuk menahan Davira, cara Arion melingkari pergelangan tangannya sangat amat lembut. Dengan pelan Arion mengurai genggaman Davira, lalu menaruh secarik kertas hitam di telapak tangannya.

"Pikirkan dengan baik, Davira. Saya tahu apa yang kamu lalui terlampau sulit buat mempercayai lagi hal-hal macam ini, tapi saya masih percaya diri menyampaikan ke kamu--saya berbeda. Apa yang saya tawarkan ke kamu bukan racun yang ditaruh dalam madu."

Seperti ada tali yang mencekik leher, Davira kesulitan mengeluarkan kalimat penolakan yang lebih kasar daripada sebelumnya. Padahal, kata demi kata itu sudah berbaris diujung lidah. Dia sadar betul, sekeras apa pun Davira memantrai dirinya sendiri tentang Arion sama seperti Lukman--dia tahu, lelaki itu memang berbeda. Apa yang Arion tawarkan sangat jelas dan pasti? Kalaupun memang ada bahaya, persiangan bisnis antar saudara tiri--tidak bakal melibatkan narkoba dan hal-hal ngeri lainnya. Dan temuan Davira tentang lelaki ini, menguatkan pemikiran tidak bakal ada siksaan untuknya. Namun, rasa ngeri sama-samar enggan menyudahi pelukan di tubuh Davira. Memerintahkan dia menarik kasar tangannya dari genggaman lembut Arion, dan mengizinkan ketakutan mulai meremasnya seperti kertas.

"Saya nggak butuh nomor ini," kata Davira lalu menaruh benda itu di meja kerja Arion. "Terima kasih buat waktu anda hari ini. Saya permisi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status