Share

Bab 6

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-02-19 11:42:50

Wah kalian sangat bekerja keras hari ini, baiklah ini ada oleh-oleh dari pasar yang Kanda beli.” Sebelum Raka selesai menjelaskan barang bawaan dari pasar. Aina menimpali

“Kanda dapat uang dari mana sedangkan mandor beberpa hari yang lalu kan tidak memberi upah kepada kita.”

“Benar Kanda uang dari mana..jangan..jangan ..sttttt sambil menyentuh bibir mungil Aini.”

“Kalian berdua jangan khawatir ini adalah uang konpensasi atas penyerangan tiga bersaudara kemarin pagi.” Ujar Raka menjelaskan Panjang lebar.

Ya sebelum Raka kepasar ia sempat kebalai kota untuk mengadukan semua yang dilakukan oleh tiga orang kemarin dan Raka mendapatkan konpensasi dari kelurahan sebanyak 100 sen perak. Karena ulah lurah Wiroguno.

“Wah ternyata dengan Nasib yang hampir menjadikan kami janda Kanda masih bisa menghasilkan uang.” Jahat sambil terisak dua gadis itu lalu dipeluk Raka yang tinggi dan gagah

Sudah-sudah kalian berdua ini terlalu melankolis sehingga mudah menangis.” Kuatkan hati kalian biar kanda semakin semangat untuk merubah Nasib kita.

“Bagaimana kalau kita pergi menangkap ikan. Adakah kalian mendapati tempat yang banyak ikan Guraminya.”

“Ada Kanda….Andini langsung berlari memeluk kakak-kakaknya dan Raka.” Di hulu Sungai ini ada sebuah danau yang luas dan memiliki banyak ikan disana.

Kita bisa memancingnya besok hari. Ujar Andini.

“Jangan besok sore ini setelah kita makan siang kita akan ke hulu Sungai dan kita bawa alat mancingnya.”

“Baik kanda kita makan dulu ya. Sebelum dingin Aini menimpali.

“Ayo segera..Aihhh kalian ini bagaimana mau berjalan sedangkan kalian seperti cicak menempel di tubuhku.” Ucap Raka.

“Iya-iya maaf Kanda…habis kanda sekarang semakin kami sayangi.” Jangan menggoda ku lagi nanti kalian aku goda..ahhh iya iya kanda.

Wah hidangan ini sangat nikmat ya.” Andini kamu sangat ahli memasak.”

Besok kita awal awal sekali berangkat ke pasar. Siapkan tong yang ada di dapur kita. Baik Kanda.

****

“Hemmm potensinya luar biasa hulu Sungai ini sangat banyak ikannya sehingga kita tidak akan kekurangan makanan.”

“Hah makanan bagaimana ikan ini bisa di makan Kanda.” Oh itu gampang nanti aku ajari resepnya. Agar kalian bisa membuat hidangan yang lezat.

“sekarang kita mancing dulu.” Perhatikan tekniknya setelah beberapa saat kemudian mereka dapat ikan. Raka menimpali jadi ikan yang harus kita kumpulkan ukuranya sekitar lima jari.

Dan kita harus mengumpulkan ikan ini sebanyak lima puluh ekor.

“siap kanda.’’

Hari sudah mendekati malam mereka segera bergegas pulang. Sesampainya dirumah Raka segera menyiapkan semua yang sudah di tulisnya. Dan Raka menyisakkan beberpa ekor di dalam tong kayu.

Kemudian membuat hidangan Gurami panggang yang aromanya menusuk hidung. Malam ini kita makan dengan ikan saja karena beras sudah habis dan minyak zaitun kita juga tinggal sedikit. Garam dan bumbu lainya sudah menipis.

“Apakah tidak lebih baik di kukus saja kanda.” Ujar Andini dan Aina

Sudah serahkan pada kandamu saja kalian bertiga saksikan ini keajaiban didunia koki.

“hahhhh Koki..apa itu kanda..” Oh koki itu tukang masak yang handal memiliki kemampuan dewa. Raka sambil terkekeh

Aroma ikan panggang menyebar sampai kerumah Anom. Aroma apakah ini, begitu nikmat rasanya. Hingga perut ku keroncongan. Ujar Anom

“Sepertinya dari rumah miskin itu yah.” Iza menunjuk rumah Raka yang terlihat dari bawah.

“Benar sepertinya dari sana aroma ini sangat asing. Apa yang dilakukan anak tidak berguna itu.” Mawar kesal karena aroma itu menyakiti hidungnya

Brengsek bagaimana bisa dia mendapatkan makanan enak seperti ini sedangkan dia tidak bekerja dan sudah aku ambil upahnya dari mandor.

Sudah-sudah kalian istirahat besok kita akan berjualan kepasar mudah-mudahan hari baik kita akan seperti hari-hari biasanya.

****

Bahhhh enak sekali kanda masakannya ini. Ilmu hitam apa yang kanda terapkkan ini hihihi mereke cekikikan

Raka mengetuk kepala Aini dengan pelan. “Dasar kalian ini, ini ilmu mahal dan sangat mahal jika ada yang bisa mengalahkan ku aku bayar dia.” Hihihi bercanda kanda iya ini pasti keahlian kanda.

Besok di pasar Aini bertugas membuat promosi..apa itu promosi kanda Aini memotong..emmm menawarkan kepada orang yang lewat. “Oh ok kanda siap.”

Aina kamu manajemen uang..hah manajemen uang..iya kamu kumpulin uangnya.” Siap Kanda.

Raka langsung menyantap lagi dan di sisi lain wajah Andini murung..lalu aku bagaimana Kanda masa Kakak ku berdua dapat tugas sedangkan aku tidak.

“Aihhh gadisku ini..kamu akan menemani kanda memanggang ikan.”

Ya di zaman kuno ini mereka memang belum mengerti Bahasa-bahasa asing yang membuat tiga gadis bersaudari terkadang bingung dan terkagum-kagum kepada suaminya. Karena suaminya menjadi kuat dan pandai dalam segala hal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 305

    Di tengah kekacauan pelarian, Cakra melihat sosok yang paling ia benci: Patih Aryo, yang sedang menunggang kuda tercepatnya, berusaha kabur. Aryo tidak hanya memimpin penyerangan, ia juga merupakan sumber intrik dan ancaman yang tak berkesudahan bagi Giri Amerta.Cakra, yang jiwanya membara oleh kesetiaan dan kemarahan, segera menaiki kudanya, mengabaikan usianya dan kelelahan pertempuran.Cakra: (Berteriak melengking, suaranya pecah namun penuh amarah) "Bajingan Aryo, Jangan Lari! Kau yang memulai kekacauan ini, kau harus bertanggung jawab! Hadapi aku, pengecut!"Aryo menoleh ke belakang, melihat Cakra yang mengejarnya sendirian. Ia tahu Cakra adalah pahlawan tua Giri Amerta, dan membunuhnya akan menjadi kemenangan simbolis di tengah kekalahan memalukan. Aryo mendorong kudanya lebih cepat, menolak berduel, karena ia tahu tujuannya adalah melarikan diri hidup-hidup.Aryo (Dalam hati): "Aku tidak punya waktu untuk berduel dengan veteran tua ini! Aku harus lolos! Kekalahan ini... ini me

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 304

    Rentetan meriam dari pasukan Surya Manggala dan Negeri Angin mengawali pertempuran. Bola-bola besi menghantam lapisan terluar Benteng Petir dengan suara yang memekakkan telinga.Patih Aryo (Berteriak penuh kemenangan dari kemahnya): "Serang terus! Tembak hingga tembok itu runtuh! Hancurkan pertahanan mereka!"Lapisan dinding pertama, yang sengaja dibuat lebih tipis sebagai umpan dan penyerap kejut, segera ambruk. Debu beterbangan, dan sorak-sorai kemenangan terdengar dari kubu Aryo.Panglima Wirantaka: (Melirik Raka, wajahnya sedikit pucat) "Lapisan pertama runtuh, Paduka! Musuh mengira kita lemah!"Raka: (Sangat tenang, mengawasi dengan teropong) "Biarkan mereka bergembira sesaat, Wirantaka. Lapisan pertama telah menjalankan tugasnya. Itu hanya kulit luar. Inti kita masih utuh. Beri sinyal kepada operator meriam. Sekarang giliran kita menunjukkan kepada mereka apa arti peperangan yang sesungguhnya!"Di balik lapisan kedua benteng yang kokoh, para prajurit Giri Amerta bersiap. Meskipu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 303

    Benteng Petir kini bukan hanya diisi oleh prajurit Giri Amerta, tetapi juga oleh kontingen sekutu yang datang dari kejauhan. Pasukan Negeri Pasir, yang terkenal dengan ketahanan dan keahlian bertarung di medan kering, telah tiba untuk membantu.Di lapangan benteng, Raka berbicara kepada pasukan gabungan tersebut.Raka: "Dengarkan aku, para pejuang Giri Amerta dan saudara-saudara kami dari Negeri Pasir! Musuh kita, Patih Aryo, mengira kita lemah karena duka yang baru melanda. Dia mengira dengan membawa bala bantuan, dia bisa menghancurkan kita!"Kepala Suku Pasir, Malik: (Berdiri di samping Raka) "Dia salah, Rajasa! Rakyat Negeri Pasir menghargai sekutu sejati. Kami mendengar kabar kemakmuran Giri Amerta dan keadilan Rajasa. Kami datang bukan karena paksaan, melainkan karena kami percaya pada kebenaran perjuangan kalian! Kami akan berdiri di samping kalian, di antara Kemusuk dan Petir, hingga tetes darah terakhir!"Seruan persatuan menggema. Rakyat desa sekitar juga ikut membantu, memb

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 302

    Meskipun para penasihat memohon Raka untuk tetap berada di ibu kota demi keselamatan dan moral, Sang Rajasa menolak. Ia tahu, di saat duka dan ancaman ganda, kehadirannya di garis depan adalah simbol tak tergantikan.Di hadapan ribuan prajurit dan sukarelawan rakyat yang siap berangkat, Raka berpidato dengan suara lantang.Raka: "Warga Giri Amerta, kita baru saja kehilangan Ratu Andini, dan kini musuh mengira duka kita adalah kelemahan kita! Mereka datang dari Kemusuk, dipimpin oleh Patih Aryo yang tamak, ingin merampas kemakmuran yang telah kita bangun!"Raka: "Mereka berpikir, kami para pemimpin akan bersembunyi di balik tembok istana! Mereka salah besar! Benteng Petir adalah benteng pertama kita, dan aku, Raka, Rajasa kalian, akan berdiri di sana! Aku tidak akan menyuruh kalian bertempur; aku akan bertempur bersama kalian!"Sorakan prajurit dan rakyat memecahkan keheningan pagi. Raka, dengan baju besi khasnya, memimpin barisan terdepan, didampingi oleh Panglima Wirantaka. Rakyat ya

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 301

    Meskipun Raka menolak pengkultusan, wafatnya Andini tetap membawa duka yang mendalam bagi seluruh rakyat Giri Amerta. Mereka melihat Raka, Sang Rajasa, yang biasanya kokoh, kini menanggung beban yang tak terlihat.Di sudut pasar, dua ibu rumah tangga berbincang lirih sambil membawa keranjang belanja.Ibu Sari: "Kasihan sekali Paduka Rajasa. Baru saja membangun negeri dengan susah payah, kini harus kehilangan Ratu Andini. Dia adalah wanita yang sangat santun, selalu tersenyum saat melewati pasar. Rasanya, duka beliau adalah duka kita semua."Ibu Murni: "Benar, Sari. Dan aku dengar, Paduka Rajasa kini jarang terlihat di Balairung. Katanya, beliau menghabiskan waktu di samping Pangeran Tama. Dia adalah ayah sekaligus pemimpin yang tengah dilanda kesedihan. Semoga Sang Hyang Widhi memberi beliau ketabahan."Ibu Sari: "Kita harus mendoakan pemimpin kita. Di saat beliau sedang rapuh, kita sebagai rakyat harus menunjukkan dukungan. Sebab, takdir Giri Amerta kini bergantung penuh pada ketanggu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 300

    Angin malam berbisik pilu di balik tirai sutra kamar permaisuri. Di sana, Andini, istri ketiga Raka, berjuang melawan penyakit yang diam-diam menggerogoti tubuhnya sejak ia masih gadis belia. Meskipun dirawat oleh tabib terbaik Giri Amerta, takdir berkata lain.Tabib Candra: (Berlutut di hadapan Raka, suaranya tercekat) "Hamba mohon ampun, Paduka Rajasa. Kami telah berusaha sekuat tenaga. Namun, penyakit ini... ia seperti benang sutra yang mengikat jantung sejak lahir. Tubuh mulia Ratu Andini telah terlalu lelah berjuang. Ia... telah pergi menuju keabadian."Suara tangisan tertahan dari para dayang dan pengawal memenuhi ruangan. Andini, yang dikenal sebagai sosok paling lembut dan penuh tawa di Istana, kini terbaring damai, senyum tipis seolah masih terukir di bibirnya. Sebuah lilin di samping ranjang tampak bergetar, seolah turut merasakan getaran duka yang mendalam.**Raka, Sang Rajasa yang tak pernah gentar menghadapi seribu meriam perang, kini berdiri kaku, seolah jiwanya tercabu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status