Share

Hidupku Setelah Merebut Suami Orang
Hidupku Setelah Merebut Suami Orang
Penulis: Dwi Nella Mustika

Digunjingkan di Minimarket

"Hai, Sayang ...." sapa Agung ketika memasuki rumah istri barunya, Bianca. 

"Kok lama banget sih, Mas!" bentak Bianca, ku telpon daritadi nggak diangkat-angkat, raut wajahnya merah padam.

"Jangan marah gitu dong, Sayang. Tadi agak ribet pas mau pergi, kamu jangan marah gitu. Kan kamu udah lihat sendiri siapa yang mas pilih."

"Gimana aku nggak marah. Kamu pasti kasian 'kan ninggalin istrimu yang udah keriput itu?! Makanya lama nyampe sini! Hayo, ngaku, Mas!"

"Duh ... duh ... ngapain juga kasian sama dia, Sayang. Kamu lebih segalanya dari Maisaroh."

Agung berusaha merayu Bianca dengan membelai lembut tubuh wanita yang baru seminggu dia nikahi itu.

"Udah, ah, Mas. Aku masih marah."

"Kalau pengantin baru itu nggak baik marahan terus, Sayang. Tiket ke Batamnya udah kamu beli?" tanya Agung mengalihkan pembicaraan.

"Udah."

"Sayang ... udah, ya. Jangan ngambek. 'Kan kamu sendiri yang mau jual motor kemarin. Terpaksalah Mas pake angkutan umum, jarak rumah kita sama Maisaroh kan nggak dekat juga. Kamu harap maklum, ya, Mas!"

"Oke, aku maafin dengan syarat kamu temenin aku pergi beli oleh-oleh, Mas."

"Oke, Sayang. Itu mah urusan kecil."

Agung dan Bianca pun berangkat ke supermarket dengan mengendarai motor karena lumayan jauh. Di atas motor mereka bersenda gurau, sama sekali tidak ada rasa sedih di hati Agung karena telah meninggalkan istri dan anak-anaknya. Pun Bianca, dia tampak baik-baik saja, meskipun sudah merebut suami orang.

"Eh, itu 'kan Agung suaminya Bu Maisaroh, ya. Kok sekarang gandeng perempuan baru, Pak?" bisik Bu Renti pada suaminya yang bertetanggaan dengan orang tua Agung. Bu Renti melihat Agung dan Bianca tengah bergandengan tangan masuk ke dalam minimarket.

"Itu istri barunya, Bu," balas Pak Eko sekenanya. Dia lebih memilih fokus mencari barang belanjaan daripada melirik ke arah Agung dan Bianca. Tapi, berbeda dengan Bu Renti, perempuan paruh baya ini, memperhatikan Bianca dari ujung kaki sampai kepala.

"Hah ... istri baru lagi? Yang kemarin ke mana, si Rosana, jadi janda lagi dia, Pak? Kapan cerainya?" tanya Bu Renti heran.

"Udah, tau sendiri lah, Agung kayak gimana. Mana bisa liat yang bening dikit."

"Dasar lelaki kayak keranjang, banyak matanya. Aku kok makin kasian sama Bu Maisaroh, ya, Pak. Dapat laki begitu banget, kerjaannya kawin cerai, kawin, cerai, tapi masih mau aja bertahan sama ni laki."

"Udah, Bu. Kita nggak usah ikut campur. Nambahin dosa aja, biar itu jadi urusannya si Agung."

"Iya, Pak. Tapi --,"

"Apa liat-liat, Bu. Kalau udah tua jangan gunjingin orang, urus aja tuh diri sendiri yang udah tua," sungut Bianca, rupanya dia engeuh kalau Bu Renti dan suaminya tengah membicarakan dirinya, meskipun Bianca sendiri tidak mendengar dengan jelas apa yang sedang dibicarakan Bu Renti, tapi dikarenakan membaca gerak-gerik Bu Renti ketika melihat dirinya bergandengan tangan dengan Agung.

"Eh, Mbak. Kalau ngomong yang sopan dikit, istriku jauh lebih tua dari kamu."

"Wah, dibelain suaminya. Bapak yang harusnya belajar sopan, malu sama saya, bapak udah tua renta, tapi nggak bisa jaga mulut istrinya biar sopan dikit sama orang."

"Iya, Pak Eko. Istri saya juga nggak bakalan tersinggung kalau bukan istri Anda yang mulai duluan, itu mulutnya dijaga dulu, kalau nggak tahu apa-apa jangan banyak komen," timpal Agung tak terima.

"Astagfirullah Al'adzim, istighfar, Mbak. Jangan ngomong nyerecos kayak begitu kayak nggak ada bandrolnya, ngucur aja. Lagian kan memang bener, Mbak-nya ngambil suami orang, jangan salahin orang lain kalau gunjingin Mbak-nya." Bu Renti emosi, segannya pada Bianca lenyap seketika.

"Eh, Bu. Anda udah bau tanah. Anda yang harusnya jaga mulut," cecar Agung.

"Maaf, Nak Agung. Yuk, Bu. Kita pulang." Pak Eko dan istrinya pun meninggalkan supermarket, tak ingin memperpanjang masalah lagi. Orang-orang yang ada di supermarket pun terkejut melihat keributan itu.

"Pak, ngapain pake minta maaf segala. Yang ibu bilang kan emang bener," protes Bu Renti ketika baru saja keluar dari minimarket.

"Sekalipun bener, nggak baik gunjingin orang, Bu."

Sepasang pengantin baru ini pun kembali memilih oleh-oleh yang akan mereka bawa ke perantauan.

"Mas, Mbak Maisaroh nggak tau 'kan kalau motor kamu dijual?" tanya Bianca.

"Ya, enggaklah, Sayang. Itu 'kan motor aku yang beli, nggak perlu juga dia tahu."

"Baguslah, sekarang giliran aku yang menikmati uangmu, Mas."

"Iya, Sayang. Kamu nikmati aja sepuasnya, 'kan itu lumayan kemarin hasil ngejual dua motornya," sahut Agung.

"Awas saja kalau kamu ngirim uang buat Mbak Maisaroh dan anakmu, Mas!"

"Nggak perlu khawatir, Sayang. Mending kita lanjutin nyari oleh-olehnya daripada bahas yang enggak penting. Buang-buang energi aja."

Sehari menjadi pasangan suami istri, Agung menjual dua motor yang dibeli Maisaroh. Apalagi dia leluasa menjualnya tanpa harus meminta persetujuan Maisaroh dan tanda tangan karena kedua motor tersebut atas namanya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status