Share

Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya
Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya
Penulis: Ina Qirana

Bab 1

 

 

"Loh itu 'kan Risti, mantan istri kamu, Mas, ngapain dia di sini? Ngebabu? hahaha."

 

Aku yang sedang menyapu halaman sedikit mendongak, nampaknya di sana ada Mas Hanif dengan istri barunya, aku tersenyum masam saja sambil melanjutkan pekerjaan.

 

"Dari dulu penampilanmu ga berubah ya, Mbak, masih kaya babu, mana ada lelaki yang mau." Mulut lemes Kirana masih belum juga puas mengejekku.

 

Sedangkan Mas Hanif nampak salah tingkah, mungkin tak enak dengan kelakuan istri barunya.

 

"Mas Hanif, kamu ngapain di sini?" tanyaku sambil maju dua langkah, kebetulan pintu gerbang sedang terbuka lebar.

 

Dengan jumawa Kirana alias pelakor perebut Mas Hanif itu maju satu langkah. "Ya mau pulang ke rumah dong, itu rumah kita."

 

Perempuan mur*h*n itu menunjuk rumah dua tingkat bergaya Eropa modern di hadapanku dengan congkaknya.

 

Aku tersenyum sinis. Entah kenapa kami harus bertemu lagi di kehidupan yang baru ini setelah sekian lama menjauhkan diri.

 

Melihat Kirana sama saja dengan membuka luka lama.

 

"Kamu apa kabar? Sejak kapan kerja di rumah ini?" tanya Mas Hanif dengan tatapan mengejek.

 

"Baik, saangat baik, aku baru aja pindah ke sini, emang kenapa?" jawabku sambil tersenyum.

 

"Ga apa-apa sih, cuma prihatin aja lihat kehidupanmu yang masih gini-gini aja," sahut Mas Hanif sambil tersenyum dan membetulkan jasnya.

 

"Walaupun kata kami aku gini-gini aja, tapi aku bahagia kok." Aku menyunggingkan bibir.

 

Hinaan dari mereka sama sekali ga memberikan efek apapun.

 

"Dah ya, kita mau masuk dulu. Kerja yang bener, Mbak, tar dipecat sama majikannya," ucap Kirana dengan gaya centilnya.

 

Wanita itu memang tak berubah, memiliki suami hasil merebut saja bangga.

 

"Kita masuk dulu ya, Ris. Kapan-kapan boleh dong aku manggil kamu buat bersih-bersih di rumah." Mas Hanif mengejek lagi, walau lengannya sudah ditarik oleh pelakor itu.

 

Dasar pasangan rese! Umpatku dalam hati.

 

**

 

Saat makan ketoprak di depan komplek aku hampir saja tersedak, pasalnya pasangan luknut yang pernah memporak porandakan hatiku itu muncul lagi.

 

"Ya ampun, gembel banget sih makan aja harus di pinggir jalan," celetuk Kirana.

 

Setelah minum seteguk air teh hangat aku pun berucap.

 

"Kamu juga gembel, ngapain jalan kaki? Ke mana mobil yang sering dipamerkan di sosial media? Udah dijual? Atau jangan-jangan mobil itu punya orang lain ya?" tanyaku mengejek lepas itu kututup mulut pura-pura keceplosan.

 

"Eh eh eh jangan sembarangan ya kalau ngomong, kita ini punya mobil, rumah, perusahaan. Oh ya kukasih tahu sumpah serapah Mbak tempo hari itu ga ngaruh ya, kita masih tetap hidup bahagia kok dengan bergelimang harta." Kirana tersenyum sinis.

 

Jujur saja dada ini mulai berdegup kencang, memori beberapa tahun silam kembali membayang.

 

Saat Mas Hanif diam-diam selingkuh dengan Kirana, dan setelah ketahuan mereka terang-terangan menampakkan hubungannya tanpa rasa takut ataupun malu.

 

Tak cukup di situ kemudian Mas Hanif menceraikanku sekaligus menyuruhku pergi dari rumahnya. Dan tak lama kemudian terdengar kabar pernikahannya dengan Kirana, hati ini luluh lantak dibuatnya.

 

Hingga hari ini luka itu masih menimbulkan nyeri jika aku mengingatnya, dan hingga hari ini tak pernah ada kata maaf yang terucap dari keduanya.

 

"Sudah dong, Kirana, jangan gitu sama orang hinaanmu ini terlalu biasa alias kurang pedes," sahut Mas Hanif lalu cekikikan.

 

Karena selera makanku sudah hilang aku memilih untuk pergi saja dari hadapan dua manusia tak punya malu itu.

 

"Bang, ini duitnya ya kembaliannya ambil aja," ucapku sambil menyerahkan uang seratus ribu.

 

"Kalian dengar ya, jangan bangga jika kehidupanmu sekarang baik-baik aja. Karena setiap orang itu akan dapat balasan sesuai perbuatannya, entah di masa muda atau di masa tua."

 

Aku menyeringai sinis.

 

"Bisa saja kalian sekarang bahagia banyak harta, terus di masa tua kalian menderita, ga menutup kemungkinan, atau bisa saja suami kesayanganmu ini direbut lagi oleh wanita lain." Aku menyeringai lagi lalu pergi sambil menginjak kaki Kirana.

 

"Awww!" Perempuan mur*h*n itu berteriak kesakitan.

 

"Terima kasih ya, Mbak Risti, semoga rezekinya makin lancar." Terdengar tukang ketoprak itu teriak kegirangan, tapi aku terus saja melanjutkan langkah.

 

Puas rasanya melihat wajah merah Kirana. Akan tetapi, nampaknya keributan akan datang lagi, Kirana dan Mas Hanif menyusulku ke rumah.

 

"Hei, babu sialan!" Kirana mencekal bahuku yang hendak masuk ke dalam rumah.

 

Wanita ini lancang juga, masuk ke pelataran rumah orang tanpa permisi dan langsung marah-marah.

 

"Jangan pernah menyentuhku ya, tanganmu kotor," ucapku sambil menepis jemari lentiknya.

 

"Kamu udah bikin gara-gara sama aku, sekarang aku mau buat perhitungan, biar kamu dipecat dan ga punya pekerjaan," tegasnya dengan tatapan penuh amarah.

 

"Permisi, maaf, permisi!" Kirana berteriak entah mau melakukan apa, aku memilih diam saja menonton tingkahnya.

 

"Sudahlah, Kirana, ayo kita pulang, kita ini orang baru malu kalau harus buat keributan," ucap Mas Hanif sambil narik-narik tangan istrinya.

 

"Diam, Mas, aku mau buat perhitungan sama perempuan ini karena udah berani kurang ajar." Dengan garang wanita itu menepis lengan suaminya.

 

"Permisi!" Ia berteriak lagi, memanggil pemilik rumah padahal akulah pemilik rumah ini, dasar Kirana sint*ng.

 

Tak berselang lama lelaki tinggi dan gagah keluar dari rumah, dialah Mas Lutfi suami baruku.

 

"Ada apa ya teriak-teriak?" tanya Mas Lutfi

 

"Apa Anda pemilik rumah ini?" Kirana balik bertanya.

 

Suamiku pun mengangguk. "Betul, ada apa ya?"

 

Kirana menyeringai.

 

"Kebetulan sekali. Saya mau melaporkan tentang pembantu Anda ini, dia sudah kurang ajar sama saya, lihat nih sendal saya yang mahal ini sampai kotor karena sengaja diinjak olehnya," ucap Kirana sambil nunjuk-nunjuk wajahku.

 

Aku menganga, pura-pura terkejut.

 

"Terus Anda siapa?" tanya suamiku.

 

"Saya adalah pemilik rumah itu, alias tetangga Anda. Sudahlah pecat saja pembantu kurang ajar ini, saya yakin kerjanya juga ga becus," sahut Kirana berapi-api.

 

"Tuh lihat sapu bekas nyapu halaman aja dibiarkan berserakan di sana. Dan ini lantai rumah juga masih kotor sementara barusan dia enak-enakan makan ketoprak di depan." Kirana menunjuk ke sembarang arah.

 

Suamiku nampak sedikit emosi, ia maju satu langkah lalu merangkulku dengan mesra.

 

"Dia ini bukan pembantu saya ya, dia ini istri saya alias nyonya di rumah ini, jangan sembarangan kamu! Dan kamu, Bung, didik istrimu ini supaya memiliki sopan santun." Mas Lutfi menunjuk wajah Kirana dan Mas Hanif bergantian.

 

Jelas saja Kirana menganga karena terkejut, begitu pun dengan Mas Hanif.

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yeni Sipayung
Wah ini seru!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status