Share

Bab 3

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-05-27 15:42:44

 

 

 

"E-eh, jangan dong, Mbak. Kita ... euh ... kita minta maaf." Kirana terbata ketakutan.

 

"Minta maaf sama kakakku!" pinta Laila dengan ketus.

 

Kirana menyeringai paksa lalu menatapku.

 

"Maaf ya, Mbak, tolong maafin aku," ujarnya seperti ketakutan, sementara suaminya nampak gelisah.

 

"Ya sudah saya maafkan, tapi jangan diulangi ya dan jangan pernah lihat orang dari penampilannya, karena penampilan itu bisa menipu."

 

Kirana mangut-mangut tanda setuju.

 

"Jangan lapor polisi ya, Mbak," pintanya dengan wajah memelas pada Laila.

 

Adik iparku yang terkenal jutek itu mengerlingkan matanya. "Ya ya, pergi sana."

 

"Ayo ayo, Mas," gumam Kirana sambil menggandeng lengan suaminya.

 

Kirana dan Mas Hanif akhirnya pulang juga dengan wajah pias, aku yakin malu yang mereka rasakan pasti sudah sampai ke ubun-ubun.

 

"Mereka itu siapa Mbak sih? Kok kurang ajar banget?" tanya Laila ketika kami duduk bertiga di sofa.

 

"tetangga baru, udahlah mereka ga penting." Aku mengalihkan pembicaraan.

 

Tak enak jika Mas Lutfi tahu kami tetanggaan dengan mantan suamiku, bagaimana jika ia cemburu?

 

Sudah satu minggu sejak kejadian memalukan itu dan selama itu pula baik aku ataupun Mas Lutfi tak pernah lagi bertemu Mas Hanif dan Kirana, entah ke mana mereka, mungkin saja sengaja menyembunyikan diri.

 

Akan tetapi, hari ini saat acara arisan di rumah salah satu tetangga, aku bertemu lagi dengan Kirana, padahal aku sangat berharap tak pernah bertemu lagi dengannya.

 

Entah bagaimana caranya wanita itu bisa sampai gabung ikut arisan.

 

"Eh, Mbak, aku denger dari ibu-ibu arisan katanya suami Mbak ini ga jelas ya kerja apa? emang suamimu kerja apaan?" tanya Kirana, saat kami sudah bubar arisan.

 

Kami jalan beriringan menuju arah pulang karena kebetulan sekali arahnya sama.

 

"Bukan urusanmu," jawabku sambil mempercepat langkah.

 

Tapi perempuan itu tak menyerah, ia berjalan lebih cepat hingga langkah kami kembali bersama.

 

"Kok gitu sih, mencurigakan banget jangan-jangan suami Mbak?" Kirana menatapku penuh selidik.

 

Aku terpaksa menghentikan langkah.

 

"Jangan-jangan apa? Kenapa sih kamu tuh kepo banget. Urus aja suamimu jangan sampai direbut lagi sama perempuan lain, ga usah urus-urus suamiku!" Aku mendelikkan mata 

 

Kalau begini lebih baik aku berhenti arisan dari pada harus bertemu Kirana di setiap pertemuan.

 

"Ya tinggal sebutkan aja apa kerjaan suamimu itu apa susahnya sih!" Kirana marah-marah.

 

Tak kupedulikan, bergegas aku mempercepat langkah dan masuk ke rumah, pintu gerbang kukunci rapat-rapat.

 

keesokan harinya aku menerima pesan w* dari para tetangga, mereka mempertanyakan soal pekerjaan suamiku, padahal selama ini sudah sering kukatakan jika suamiku memiliki bisnis peternakan di kampungnya.

 

Lalu jemariku bergulir ke kanan melihat story teman-teman, mataku membulat saat melihat status Bu Susi.

 

'Bener-bener ga masuk akal, tinggal di rumah mewah tapi setiap hari duduk manis di rumah, pelihara tuyul kali ye'

 

Dan di bawahnya ada story Bu Sisca, ia pun sama menuliskan sebuah kalimat-kalimat sindiran.

 

'Emang zaman sekarang masih musim ya pelihara tuyul? (di tengah-tengah ada emoticon ngakak) tapi kenyataannya masih ada kok yang pelihara'

 

Setelah Mas Lutfi pulang kuceritakan semua yang dialami hari ini, termasuk pesan dari para tetangga dan story' W******p-nya.

 

"Kayanya mereka nyindir kita ya, Ris," ucap Mas Lutfi sambil nyeruput kopi cappucino sachet buatanku.

 

"Aku juga kesindir, Mas. Secara kita tinggal di rumah mewah terus hampir tiap hari Mas  ada di rumah," sahutku sambil cemberut.

 

Aku jadi menyesal karena sudah meminta pindah ke perumahan elite ini, tahu begini lebih baik kami tinggal di kampung saja, di sana tetangganya ramah-ramah.

 

"Apa kita pindah lagi ya ke rumah yang dulu," sahutku lagi, kebetulan kami memiliki satu rumah di kampung, hanya saja jaraknya sangat jauh dan terletak di sebuah desa terpencil.

 

Mas Lutfi tersenyum lalu mengelus pipiku.

 

"Kita baru sebulan di sini, masa iya harus pindah lagi. Sudahlah jangan dengarkan kata orang, yang penting semua yang mereka tuduhkan itu ga terbukti." Mas Lutfi merangkul menenangkanku.

 

Tapi tetap saja dadaku panas dituduh macam-macam.

 

"Aku yakin sekali, Mas, selentingan ini pasti ada hubungannya sama Kirana. Soalnya, sebelum ada dia ibu-ibu itu ga ada yang suudzon sama kita," sahutku sambil memandang wajah lelah Mas Lutfi.

 

Suamiku yang berwajah oval itu diam, dia orangnya memang penyabar tapi sekali marah, seisi rumah biasa hancur dibuatnya.

 

"Secara sekarang Kirana sudah ikutan arisan sama kita-kita, Mas, dan tadi di jalan dia maksa banget nanya pekerjaanmu apa." Aku menyahut lagi karena Mas Lutfi hanya diam saja.

 

"Kamu tenang ya, pokoknya tiga hari lagi kita buktikan sama mereka siapa sebenarnya kita, sekaligus sama Kirana dan mantan suamimu yang sombong itu," ujar Mas Lutfi membuatku menelan ludah tiba-tiba.

 

"Jadi ... Mas sudah tahu kalau suami Kirana itu ...."

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
it komplek elite diisi sm OKB x y.... hellloow...banyk profesi yg bscdkrjkn drmh bu ibu...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 44.B

    Menjelang sore kami pulang kembali ke Jakarta hingga matahari tenggelam barulah kami bisa menginjakan kaki di rumah bercampur lelah."Mbak Ris, Ibu pulang ya. Itu di luar kayanya ada tamu," ucap asistenku, ia terbiasa pulang sore dan berangkat pagi."Oh suruh masuk aja.""Biar Emak yang bawain barang-barang ke dalam sekalian mau istirahat." Emak mengangkat paper bag dan beberapa kantong kresek, oleh-oleh dari Teh Naya dan sebagiannya kubeli di perjalanan tadi.Yang datang ternyata Sabrina bersama Rafka, aku menghela napas jangan sampai ia membuat tubuhku semakin lelah.Wanita itu tersenyum. "Assalamualaikum.""Wa'alaikumus'salam," jawabku dan Mas Lutfi serentak.Ia duduk di sofa bersebrangan denganku dan Mas Lutfi."Kayaknya kalian lagi pada capek ya, sebelumnya mohon maaf aku udah ganggu waktu istirahat kalian," ucap Sabrina.Wajah cantik dan segar itu menatap kami satu persatu, bodohnya aku selalu saja tersimpan cemburu ketika ia memandang suamiku."Ga apa-apa, santai aja. Rafka kan

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 44.A

    "Oh, jadi kamu istri keduanya ya?" tanyaku sambil maju satu langkah.Kulihat Bapak tampak khawatir memandang kami bertiga."Maksudnya?" tanya wanita itu terkejut."Dia ini ibu saya, istri pertamanya lelaki ini, fix selama ini Emak dibohongi sama Bapak, ada untungnya juga ya kita kemari." Aku menyeringai sinis.Wanita yang terlihat lebih muda dari emak itu nampak terkejut, sejurus kemudian matanya mulai berkaca-kaca, lalu menatap bapak penuh kecewa"Jadi ... jadi Akang punya istri selain aku?" tanya wanita itu dengan mata berkaca-kaca.Bibir bapak bergetar, tubuhnya terlihat sangat kurus dengan wajah yang semakin menua."Halimah, Akang bisa jelaskan," ucap Bapak sambil berusaha meraih tangannya."Akang udah bohong! Selama sepuluh tahun Akang bohongi aku! Keterlaluan!" Wanita itu berteriak.Sontak saja pasien yang lain saling melirik, karena ini kamar nomor dua, jadinya satu ruangan ditempati oleh beberapa orang."Maaf, Halimah, Maaf," ucap bapak dengan suara bergetar.Aku maju lagi sat

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 43.B

    "Mbak, sekarang aku benar-benar merasa di posisimu dulu, ditinggalkan dan dicampakkan. Hanya bedanya aku bersama anakku, ada tanggung jawab besar yang harus kupikul." Lagi-lagi Kirana terisak."Aku udah ngerasain karmanya akibat ngerebut suami orang, kamu benar, Mbak, kalau akhirnya Mas Hanif suatu saat akan direbut juga sama orang lain, sekali lagi aku minta maaf," ujar Kirana dengan suara bergetar."Kirana, aku udah maafin kamu." Tenggorokanku tercekat mendengar suara tangisannya."Terima kasih, terima kasih, Mbak. Aku berharap masa depanku nanti akan bahagia bersama anakku, aku harap karma ini hanya berlaku untukku tidak untuk keturunanku." Kirana bicara lagi."Syukurlah kalau kamu udah menyadari semuanya, aku seneng, Kirana."Hening, aku merasa terharu dengan semua yang terjadi, tak dapat dipungkiri ada rasa puas yang menjalar dalam hati, rasanya semua sakitku di masa lalu telah terbayar lunas."Tapi, kamu tinggal di mana sekarang?" tanyaku, agak khawatir juga karena setahuku oran

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 43.A

    "Aku ga ada urusan ya, Rin, dia itu bapak kamu, ya urus lah." Aku berucap sinis.Gantian, karena biasanya dia yang akan bicara ketus seperti itu padaku."Nyebelin! Cepat bilangin ke Emak tentang keadaan bapak, suruh dia pulang urusin suaminya, aku capek tahu nyuciin baju bapak yang bau pesing." Ririn membentak.Aku menahan tawa, akhirnya kena karma juga tuh anak sombong, baru beberapa hari ngurusin bapaknya saja sudah lelah, bagaiman emak yang berpuluh-puluh tahun mengurusnya, tak pernah dihargai lagi."Gugatan ke pengadilan sebentar lagi akan diajukan, Ririn anak manja, jadi bapakmu itu bukan lagi suami emakku, tapi mantan!" tegasku dengan suara pelan."Oh ya, emangnya bapakmu sudah ga kuat jalan ke kamar mandi ya? sampai pipis aja harus di celana?" Aku menahan tawa"Kamu tuh ya bener-bener ngeselin, masa iya nyuruh Emak sendiri bercerai, anak durhaka!" Ririn murka."Bodo amat, dari pada menikah tapi dibuat susah dan ngebatin, ya mending suruh cerai, di rumahku Emak kujadikan ratu, b

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 42.B

    Mas Lutfi mangut-mangut sambil terus menenangkan Maryam yang masih merengek."Ya sudah kalau gitu siap-siap, kita akan berangkat sekarang. Ris, motor udah dikasih?" Mas Lutfi melirikku.Aku mengangguk. "Udah Mas.""Oh ya, Mak, ga usah bawa baju banyak-banyak, bawa keperluan Emak yang penting aja, soal pakaian kita bisa beli di Jakarta."Emak mengangguk lalu memintaku untuk ditemani berkemas di kamarnya, ketakutan jelas masih tercipta di wajah tuanya."Temani Emak, Maryam biar sama aku." Kata Mas Lutfi seraya keluar bersama Teh Naya, dari kejauhan kudengar mereka mengobrol.Di dalam kamar Emak melipat baju-baju dan memasukkan beberapa buah perhiasan yang selalu ia sembunyikan dari Ririn dan bapak."Terima kasih ya, Ris, tapi beneran ga apa-apa 'kan kalau Emak tinggal sama kamu?" tanya Emak sambil menatapku.Aku mengangguk serius. "Ga apa-apa, Mak, Mas Lutfi juga menerima dengan senang hati, jangan mikir macem-macem ya." Aku tersenyum yakin."Oh, jadi kamu beneran mau pergi, Heti? mau t

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 42.A

    "Nih, Pak, mereka berdua yang udah hasut Emak buat minta cerai sama Bapak, anak macam apa kalian nyuruh orang tua cerai." Ririn si anak songong itu menunjuk wajah kami.Seketika suasana jadi tegang, Mas Lutfi dan Kang Ruswan berhamburan datang mengerumuni kami di dapur."Ada apa ini, Ris?" tanya Mas Lutfi."Heti! Apa bener anak-anak kamu mau kita pisah?" tanya bapak sambil melotot.Heti adalah nama emakku sedangkan nama bapak tiriku yang nyebelin itu Rusdi.Tangan emak dingin dan bergetar, wajahnya menunduk dalam. Lalu kugenggam erat tangan keriput itu dan kuelus punggungnya untuk menenangkan."Jawab, Heti!" tegas bapak dengan mimik wajah menyeramkan.Lelaki tua itu membanting kopiah yang ada di kepalanya ke lantai hingga tubuh emak terguncang ketakutan."Iya," jawabku dengan wajah menantang."Saya ga nanya kamu!" Bapak menunjuk wajahku."Cukup ya selama ini Emakku disiksa batinnya sama kamu! Sekarang tolong ceraikan dia dan tinggalkan rumah ini," cetus kakakku memasang tampang bengi

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 41.B

    "Setiap orang punya takdir, Ris, dan mungkin ini udah takdir Emak. Dengan melihat kalian sama suami kalian hidup bahagia aja Emak udah bahagia," jawab Emak sambil menyeka air mata."Kata siapa aku bahagia?!" Kupandangi wajah Emak dengan kubangan air mata."Aku ga bahagia kalau lihat ibu sendiri disakiti setiap harinya, harus kerja keras kerja di sawah milik orang, sementara aku setiap hari hidup enak dan nyaman, Emak pikir aku bahagia?!" Kupukul dada dengan linangan air mata.Akhirnya tangis kami bertiga pecah kami sama-sama menangis di ruangan sempit dan banyak perabotan lusuh ini.Kami saling merangkul dan menguatkan satu sama lain, dari sini aku menilai jika emakku ini memang sudah rapuh, hati dan dan juga jiwanya."Emak harus kaya gimana, Risti? Emak juga udah ga tahan, tapi kalau minta cerai Emak takut disantet." Emak sesenggukan hingga tubuh kurusnya tergoncang.Aku menyentuh pundak Emak yang hanya tinggal tulang, menatap yakin kalau semua akan baik-baik saja."Ga usah takut kit

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 41.A

    "Alaah, si Ririn sama bapaknya sebelas dua belas, bisanya bikin Emak repot, kamu harus tahu ya penghasil warung itu semua dimakan oleh bapak dan si Ririn, sedangkan emak, buat beli kebutuhannya tetap harus kerja di kebun dan di sawah."Tanganku mengepal erat mendengar hal itu, dasar tua Bangka licik, kukira warung itu akan membuat emakku sejahtera, nyatanya ia tetap saja kesusahan."Teteh ga bohong 'kan?" ucapku dengan nada jengkel."Engga, Risti, ngapain bohong. Rumahku ini berdekatan, pastinya aku tahu apapun yang terjadi sama Emak," jawab Teh Risti masih berbisik pula."Kita harus buat emak sama lelaki tua itu pisah, Teh, aku ga rela Emak disakiti." Aku emosi bukan main."Sudah sering Teteh bilang gitu tapi Emaknya aja yang belum siap, katanya takut nyusahin anak kalau jadi janda, lah punya suami aja susah." Teh Naya geleng-geleng kepala."Modal warung itu 'kan dapet pinjem dari suami kamu, coba sekarang tagih, aku yakin lelaki tua itu ga bakal mau balikin, pasti ada aja alasannya

  • Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya   Bab 40.B

    bab 40.B hd"Enak aja dipikir aku ini bangke tikus." Aku mendelik kesal lalu meninggalkannya.Malam hari aku dan Mas Lutfi diskusi, rencananya motor yang selalu aku gunakan ingin disedekahkan, tapi pada siapa? aku ingin orang itu orang yang tepat."Gimana kalau dari keluarga kamu aja, misal Teh Naya, motornya itu udah sering mogok 'kan?" ujar Mas Lutfi.Betul juga, kalau di keluarganya semua pada mapan, punya usaha dan ada pula yang bekerja di sebuah perusahaan besar seperti Laila."Betul juga ide kamu, Mas, kira-kira kapan kita ke kampung ya, kamu atur jadwal deh.""Emm, sekarang-sekarang juga ga masalah sih kalau aku, tapi fisik kamu kuat ga? ke kampung itu perjalanan lama dan jalannya jelek, emang kuat? 'kan abis lahiran," ujar Mas Lutfi lagi."Kuat lah, 'kan naik mobil bagus." Aku menarik turunkan sebelah alis."Masa? berarti itu juga bakal kuat dong ga takut lagi." Mas Lutfi menggodaku.Pasti ujung-ujungnya ke sana."Itu apaan?!" Aku melotot."Itu ntar malem," jawabnya sambil mes

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status