Wajah Mas Lutfi nampak masam setelah tahu kami tetanggaan dengan mantan suamiku, bagaimana lagi ini sudah takdir, hanya itu yang bisa kukatakan."Mas ngambek ya? Mau pindah dari sini?" tanyaku dengan sungguh-sungguh."Ga usah, ngapain pindah. Justru kita harus buktikan sama mantanmu itu kalau kehidupan kamu sekarang lebih baik setelah menikah sama Mas," jawabnya sambil senyum-senyum.Ide bagus, untuk apa menghindar terlebih saat ini ada fitnah yang menyebar, bisa-bisa semua orang menyangka jika tuduhan itu benar.Padahal kami tak pelihara tuyul, Mas Lutfi sering di rumah karena menyerahkan bisnisnya itu pada orang kepercayaannya, ia hanya memantau dari kejauhan, itulah yang kuketahui."Mbak Risti, saya denger selentingan katanya suami Mbak pelihara tuyul, gosip itu ga benar 'kan?" tanya Bu Yani, asisten rumah tanggaku.Setelah beberapa hari sakit demam akhirnya ia bisa kembali bekerja, pekerjaannya pun hanya membersihkan rumah dan mencuci baju saja, soal masak aku yang turun tangan."
Sambil menikmati segarnya udara pagi bersama secangkir kopi, aku melamun membayangkan pertemuan dengan Kirana di masa silam. Saat itu Kirana melamar kerja di kantor Mas Hanif dan ia diterima sebagai staf biasa. Namun, entah bagaimana ceritanya tiba-tiba ia bisa menjadi sekretarisnya. Sedangkan Lolita, sekretaris Mas Hanif sebelumnya dipecat dengan alasan yang tak masuk akal, perempuan itu mengatakan jika Kirana yang telah berbuat curang dan selalu menggoda Mas Hanif agar naik jabatan. Awalnya aku tak percaya, tetapi setelah mengumpulkan bukti barulah mataku terbuka dan bisa lebih peka membaca gerak-gerik mereka. Entah sejak kapan mereka memiliki hubungan, yang jelas semua ketahuan saat Mas Hanif pura-pura melakukan perjalanan bisnis ke luar kota, nyatanya ia pergi liburan bersama Kirana. "Kamu tega, Mas. Dan kamu juga Kirana ga punya hati, sudah tahu dia punya istri malah kamu pacari?!" Dengan bersimbah air mata aku mengamuk di hadapan mereka yang sedang berlaku mesra di pantai
"Assalamualaikum, selamat siang semua." Mas Lutfi mulai bicara, sedangkan aku berdiri di sampingnya dengan senyuman gembira."Wa'alaikumus'salam." Serentak para tamu menjawab.Jujur saja aku deg-degan jadi pusat perhatian orang, tapi genggaman tangan Mas Lutfi seperti sebuah energi yang menguatkan."Saya Lutfi Dzuhairi selaku pemilik PT Milky Ways ini mengucap banyak terima kasih pada karyawan dari semua divisi dan yang utama kepada Bapak Hendy Sudarno selaku direktur yang telah banyak membantu pabrik ini menjadi berkembang pesat."Orang yang dimaksud suamiku tersenyum lalu menganggukan kepala."Pabrik susu murni ini merupakan cabang kedua, Alhamdulillah pabrik utama yang sekarang berada di desa Cirambay Sukabumi sudah berkembang pesat, dengan teknologi yang lebih canggih."Para tamu bertepuk tangan lagi."Selain pabrik susu kami juga mengelola peternakan sapi perah di desa itu, puluhan sapi bahkan kini hampir mencapai angka seratus itu, selalu menghasilkan susu segar setiap harinya u
"Aku ga ngelakuin apapun! Ya sudah aku minta maaf, Mbak. Habisnya kemarin kalian bikin curiga, aku tanya suamimu kerja apa, Mbaknya ga jawab." Kirana bersuara menyela ucapanku.Aku tahu betul ia sangat menutup aibnya itu rapat-rapat."Masa sih aku ga percaya, cerita dong Mbak Risti." Bu Sisca keukeuh ingin mengetahui."Iya cerita aja," timpal ibu-ibu yang lain."Sebenarnya, suaminya itu hasil nger ....""Cukup ya, Mbak. Kamu jangan ngomong macam-macam! Kenapa sih Mbak fitnah aku?!" Kirana berteriak menyela ucapanku.Orang-orang di sekitar sukses memperhatikan kami, bahkan suamiku sampai berlari menghampiri."Udah udah, yuk ikut Mas, jangan berantem di sini. Ini tempat umum." Mas Lutfi menarik paksa tubuh ini."Awas ya kalau Mbak berani buka rahasia aku maka aku juga akan buka rahasia Mbak!" Kirana mengancam.Karena geram, aku menepis tangan Mas Lutfi dan balik menyerangnya."Aku ga takut ya, bongkar saja silakan di depan umum kalau gitu aku juga bakal bongkar kebusukanmu!" teriakku sa
Kami pulang naik taxi, sedangkan mobil Pajero sport milik Mas Lutfi diurus anak buahnya."Siapa ya, Mas, yang ngempesin ban mobil kita?" tanyaku saat sudah sampai di rumah."Engga tahu, apa mungkin ...." Mas Lutfi tak meneruskan ucapannya."Kirana." Aku menyahut.Siapa lagi kalau bukan mereka, kalau memang kempes tak sengaja tak mungkin semua 'kan."Tapi kita ga ada bukti." Mas Lutfi membuka kancing baju atas dan melepas dasinya.Aku berdecak kesal, suamiku ini terlalu santai menghadapi Kirana, ia tak tahu saja sejahat dan senekat apa perempuan itu.Aku masih ingat dulu saat masih menjadi istri Mas Hanif, setelah ketahuan ada main di belakang, pasangan luknut itu terang-terangan berzina di rumah kami, membuatku jijik dan tentunya sakit hati.Luka yang digoreskan mereka membuatku trauma dalam jangka waktu lama, hampir tiga tahun lebih menjanda, hingga akhirnya emak dan bapak menjodohkanku dengan seseorang yang berasal dari desa sebrang.Seorang bujang lapuk yang berusia hampir kepala e
'Alhamdulilah, setelah sekian lama akhirnya kami diberi momongan juga, suatu kebanggaan bagi seorang wanita saat mengandung anak suaminya, sebagai seorang wanita belum sempurna kalau belum melahirkan anak'Status Kirana muncul di beranda efbe-ku pagi ini, aku menelan ludah, padahal sejak dulu mengandung adalah impian terbesar dalam hidup ini.Kenapa Kirana bisa hamil sedangkan aku belum? atau jangan-jangan benar kata Mas Hanif waktu itu kalau aku yang mandul?"Hasil pemeriksaan menyatakan kalau kamu itu ga bisa berikan keturunan, sangat kecil kemungkinannya,". ucap Mas Hanif tempo hari saat aku masih menjadi istrinya.Dahulu kami pernah mengecek kesuburan masing-masing ke dokter, tapi saat mengambil hasilnya aku tak ikut sebab harus pulang kampung.Saat itu jelas saja Mas Hanif kecewa, bisa jadi karena itu juga ia selingkuh dengan Kirana. Ah menyebalkan kalau ingat masa kelam itu.Kolom komentar Kirana dibanjiri ucapan selamat. Aku menengadah minta pada Tuhan agar menjauhkan hati ini
"Ah sudahlah, Mas." Aku hampir saja mau membuang benda pipih itu saking putus asanya."Eh jangan buang dulu, sini coba Mas lihat." Ia merebut benda itu dari tanganku.Dilihat bolak balik pun percuma garis merah melintang hanya ada satu yang nampak, kalau begini aku harus bagaimana? kasihan Mas Lutfi kalau sampai tak memiliki anak hingga akhir hayatnya."Yang, lihat deh. Ini tuh kaya garis tapi kok ...." Ia menunjuk-nunjuk benda pipih itu.Aku melirik, garis apaan orang itu samar ga jelas begitu."Sudahlah, Mas." Aku mendesah lelah."Mas yakin kamu hamil tapi belum terdeteksi karena masih dini, kita tunggu semingguan lagi ya." Mas Lutfi memelukku."Setiap wanita yang punya rahim insya Allah berpeluang memiliki keturunan, jangan pesimis gitu dong." Mas Lutfi mengelus punggungku.Kata-katanya memang menyejukkan, tapi kekecewaan ini tetap saja ada enggan sirna, apalagi kalau ingat hasil tes kesuburan waktu itu, semakin putus asa saja."Tapi umur kita ga muda lagi, Mas. Apa mungkin?" Aku m
Mobil yang membawa Kirana melesat dengan cepat."Kirana kenapa?" tanya salah satu tetanggaku, ia pun sama ingin tahu apa yang terjadi."Ga tahu tadi roknya banyak darah, masa iya keguguran?" Aku bergumam tapi tetanggaku ini mendengar."Wah kalau ada darah sih sudah pasti keguguran, dia 'kan lagi hamil muda." Ia menebak-nebak.Gosip tentang Kirana keguguran tak lama lagi pasti akan menyebar, aku memilih pulang masuk rumah ketimbang ikut ibu-ibu lain ngerumpi, selain ghibah itu dosa, Mas Lutfi juga akan marah kalau tahu.Waktu sore tiba, begitu Mas Lutfi pulang aku langsung pergi ke dokter kandungan, selama di jalan Mas Lutfi menghibur agar aku tak tegang."Kantung janinnya sudah terlihat ya, Bu. Wajar kalau di tespek belum jelas kelihatan," ucap dokter setengah baya yang bernama Diana itu.Aku melirik Mas Lutfi dengan raut bahagia."Jadi saya hamil?" tanyaku dengan mata berkaca."Iya, Bu, selamat ya. kayanya ini baru empat minggu. Masih sangat muda," jawabnya sambil tersenyum.Aku dan