“Hidup setiap orang memang telah ditentukan. Tapi apa salah jika kita ingin mencari yang terbaik menurut kita ?!”
~Honestly, I Love You~
Malam harinya di rumah yaya.
Yaya baru saja ingin membaringkan tubuhnya di kasur setelah dia membersihkan tubuhnya.
Dia baru kembali dari minimarket untuk membeli beberapa barang disana tadi. Jadi dia merasa lelah karena keluar seharian.
Tok tok tok.Tak lama, terdengar suara ketukan di pintu kamar yaya
“Sebentar bi !” ujar yaya
Dia tahu yang mengetuk itu pasti bibi. Karena hanya mereka berdua yang tinggal disana.
Walau ada dua kemungkinan. Bibi atau selain bibi. Bisa ditebaklah siapa.
Di rumah yaya juga ada supir, satpam dan penjaga kebun. Tapi mereka tidak tinggal di rumah yaya. Mereka hanya akan bekerja dan pulang saat sore hari.
Sama seperti pak satpam. Beliau akan berjaga di pos depan, jadi tidak akan sering masuk kedalam rumah.
Bibi yang bekerja di rumah yaya belum terlalu tua. Baru sekitar 50-an. Suaminya sudah meninggal dan anaknya sudah pergi merantau ke kota lain. Sudah menikah, dan menetap di kota itu. Jadi tinggallah bibi sendiri.
“Iya bi ?” tanya yaya setelah membuka pintu
“Bibi mau bilang kalau tadi nyonya besar datang kesini non,” ujar bibi
“Sini masuk dulu bi.” ajak yaya agar asisten rumah tangganya itu masuk dan berbincang di kamarnya.
“Duduk bi !” kata yaya dan mereka berdua duduk di sofa yang berada di kamar itu
“Tadi bibi bilang apa ? Mami dateng kesini ?” Yaya mulai bertanya hal yang ingin dikatakan bibi tadi
“Iya non. Tadi nyonya besar datang ke sini nyariin non Yaya !” Kata bibi
“Terus bibi jawab apa ? Bibi enggak kasih tahu mami kan kalau yaya lagi cari kerja ?” tanya yaya
“Enggak non. Bibi kan udah janji nggak akan kasih tahu nyonya.” jawab bibi
Benar juga. Yaya memang meminta bibi agar tidak memberitahu mami jika nanti beliau datang untuk mencari yaya.
“Bibi cuman bilang kalau Non lagi keluar,” jawab bibi
“Terus bi ?” tanya yaya lagi
“Nyonya kira Non yaya mau kabur. Jadi tadi nyonya masuk ke kamar buat nyari passport sama visa.” jelas bibi
Yaya tidak kaget mendengar itu. Itu memang kebiasaan mami. Jadi bukan hal baru bagi yaya.
“Abis itu nyonya langsung pamit,” kata bibi lagi
Yaya tahu. Mami nya hanya akan memeriksa dan memastikan agar yaya tidak kabur kemana-mana. Setelah itu pergi lagi. Selalu seperti itu.
Waktu berlalu dan sekarang yaya belum bisa tidur. Jika dia masih berdiam diri saja di rumah besok, maka sudah dipastikan dia akan bertemu dengan mami.
Saat ingin menyalakan ponselnya, yaya malah mendapat sebuah panggilan masuk. Siapa lagi kalau bukan mami ?
“Halo Mi !” jawab yaya
Walau sekesal apapun yaya kepada mami dan papinya, dia tidak akan menolak panggilan mereka. Itu karena yaya tidak benar-benar kesal. Dia tidak ingin egonya menghancurkan hubungan baik anak dan orang tua.
“Udah tidur yah sayang ?” tanya mami
Yaya menggeleng. Walau mami tentu saja tidak bisa melihatnya.
“Belum mi. Ini Yaya masih teleponan sama mami,” jawab yaya
Tidak mungkin kan yaya sudah tidur jika dia sekarang sedang berbincang dengan mami ditelepon ?. Ada-ada saja maminya.
“Tadi Mami ke rumah kamu. Bibi udah kasih tahu kan ?” tanya mama
“Iya udah Mi" jawab yaya
"Lagian nggak dikasih tahu juga Yaya bakal tahu kok !” sambung yaya lagi
“Besok datang ke rumah. Mami mau ngobrol sama kamu,” kata mama
“Besok Mi ? Yaya nggak bisa janji sih. Kayaknya besok yaya ada acara ” jawab yaya. Dia tahu maminya akan berbicara lagi tentang hal yang sama.
“Kamu mah gitu. Nolak aja terus !” protes mama
Yaya yakin maminya sangat kesal saat ini. Mami tidak berbeda begitu jauh dengan yaya saat sedang kesal. Mereka akan membicarakannya sepanjang hari hingga puas.
“Beneran Mi. Yaya kan nggak pernah nolak ajakan Mami kalau Yaya lagi free” balas yaya
Itu benar. Kan sudah yaya bilang dia selalu mengutamakan keluarga.
“Ya udah deh. Tapi inget. Jangan lari terus !” kata mami memperingati.
“Iya Mi !” jawab yaya
Mereka masih terus berbincang. Saling menanyakan keadaan satu sama lain.
. . .
Sebenarnya yaya bukan melamar kerja karena dia bosan dengan pekerjaan di rumah sakit. Itu karena yaya dipaksa oleh mami dan papinya untuk bekerja di perusahaan papi sebagai direktur. Tentu saja yaya menolak.Bahkan rumah sakit tempatnya bekerja juga milik keluarga mami yang akhirnya memang menjadi bagian mami. Yaya dulu menolak menjadi direktur di rumah sakit tersebut dan memilih bekerja di rumah sakit lain. Tapi maminya memaksa agar dia bekera disana. Akhirnya yaya setuju, tapi dengan syarat hanya menjadi dokter kandungan.Sekarang terjadi lagi. Yaya tidak ingin menjadi direktur di perusahaan papa yang bergerak di bidang properti tersebut. Yaya bukan anak tunggal kaya raya okey. Dia punya kakak laki-laki yang juga memilih untuk menjadi pebisnis. Kakaknya juga memegang kendali salah satu perusahaan papa di Jakarta. Sayangnya, kakak yaya sudah menikah sekarang. Sudah punya satu putri dan akan segera bertambah.“Mami nggak boleh banyak pikiran. Santai aja sa
“Terkadang bumi terlalu baik karena menampung orang-orang jahat untuk hidup dan menetap di dalamnya” ~Honestly, I Love You~Hari ini adalah hari pertama yaya mulai bekerja di Sanjaya Company. Dia sudah bangun sejak tadi. Jadi dia tidak akan kesiangan.Udara dan cuaca hari ini terasa sangat mendukung. Cerah dan ceria. Seperti moodnya hari ini.Jika biasanya dia akan memakai kemeja yang dilengkapi jas Dokter berwarna putih, maka sekarang dia akan menggunakan jas seperti pekerja kantoran lainnya.Meski tidak jauh berbeda. Yaya masih memakai kemeja seperti saat bekerja di Rumah Sakit.Dia hanya memakai blazer. menggantinya dengan jas dokter kebanggaan miliknya saat bekerja di Rumah Sakit.“Non !” panggil bibi sambil mengetuk pintu kamar yaya pelan“Iya bi. Sebentar,” jawab yaya. Dia baru akan menyiapkan tasnya saat bibi memanggi
Mereka harus berkenalan nanti. Tapi yaya harus mengikuti HRD mereka lebih dulu."Mari !" ajak HRD karena mereka akan menggunakan lift."Ini lift khusus pegawai. Dan disebelah tadi adalah lift khusus petinggi perusahaan" jelasnyaYaya mengangguk. Perusahaan memang harus memiliki liftnya terpisah.Atau jika tidak, petinggi perusahaanlah yang harus didahulukan. Seperti itu kira-kira.“Yaya !” ucap HRD menggulang nama yayaMereka sudah keluar dari lift dan berjalan ke lantai yang mungkin merupakan ruang kerja yaya.“Untung saja kamu tidak dipanggil Nina” ujar wanita itu lagi.Namanya Nina. Pantas saja dia berkata seperti itu. Semoga saja namanya bukan karenina. Karena akan benar-benar mirip dengan yaya. Walau sebenarnya sama pun tak apa.Itu karena dia memakai name tag. Jadi yaya bisa mengetahui namanya. Jangan mengira bahwa yaya bisa mengetahui namanya begitu saja. Jika ia bisa, ia akan men
"Sepertinya kita berdua berkebalikan" kata nina dengan gaya bicara yang dibuat sedramatis mungkin.“Tidak lah. Tapi mungkin bisa dibilang begitu” kata yaya yang disusul tawa mereka berdua.“Sebentar. Saya penasaran kenapa saya tidak melakukan wawancara kemarin, tetapi langsung di terima bekerja disini ?” tanya yaya“Saya juga tidak tahu alasan nya. Saya cuman disuruh nganterin kamu aja hari ini” jawab nina“Apa perusahaan ini terkadang seperti itu ?” tanya yaya lagi“Oh tentu saja tidak. Selama saya disini, ini adalah pertama kalinya” jawab nina“Sudahlah. Anggap saja kamu beruntung” kata nina“Mungkin saja” ucap yaya membenarkan"Baiklah. Aku harus kembali bekerja. Kalau ada perlu sesuatu hubungi saja aku. Ini nomorku" ucap nina. Mungkin lebih akrab jika mereka berbicara aku-kamu.Mereka mulai bertukar nomor telepon satu sama lain dan se
"Permisi pak" ucap yaya sopan setelah menemukan si boss besar sedang duduk santai di kursi kebesaran miliknya.Yaya masih berdiri di depan meja kerja boss nya itu. Dia menunggu agar dipersilahkan duduk. Tapi hingga saat ini dia belum juga dipersilahkan duduk.“Apa anda perlu undangan untuk duduk ?” tanya boss nyaYaya hanya menatapnya dengan diam tanpa ingin menjawab. Boss ini aneh sekali. Apa dia lebih menyukai karyawan yang datang dan tanpa diberi izin langsung duduk ?"Silahkan duduk" kata pria itu mempersilahkan. Oh akhirnya."Terimakasih pak" jawab yayaSepertinya boss nya itu tidak asing. Seperti pernah bertemu sebelumnya."Jadi.. Bagaimana hubunganmu dengan adikku ?" Tanya pria itu yang membuat yaya kebingunganSiapa yang dimaksud pria itu ? Yaya saja baru kembali dari aussie dua tahun yang lalu. Namun yaya selama itu yaya tidak merasa memiliki masalah dengan siapapun.“Apa saya perlu mengatakan
“Walau tidak tahu apa yang akan terjadi, sepertinya menghindar adalah ide terbaik”"Pagi yaya" sapa pak arya. Manajer keuangan sekaligus atasan yaya. "Pagi juga pak" jawab yaya ramah.
"Yay!" panggil seseorang saat yaya sedang berjalan ke arah lift.Oh astaga. Kenapa harus ada yudha disini ? Bisa gawat kalau ketahuan pak ryan. Lebih baik dia pergi saja. Bukan nya takut di omeli lagi, tapi yaya juga tidak suka berdekatan dengan yudha.Yaya terus berjalan dan berpura-pura fokus dengan ponsel pintar nya. Semoga saja yudha tidak mencegah nya."Yay tunggu
“Bukan karena tidak suka basa-basi. Tapi karena aku enggak suka kamu”~“Pagi yay” sapa nina saat melihat yaya berdiri di depan meja resepsionis“Pagi nina. Mau ke ruangan ?” tanya yaya yang diangguki nina“Bentar” yaya menyelesaikan urusan nya dan berjalan berdampingan bersama nina. Ruangan mereka berbeda satu lantai. Jadi tak apa jika naik lift bersama.“Hari ini lo sibuk nggak ?” tanya ninaYaya yang sedang membenarkan beberapa lembar kertas di tangan nya langsung menoleh.“Kenapa ? Gue mau ditraktir nih ?” bukan nya menjawab, yaya malah balik bertanya“Enggak. Orang gue cuman nanya doang kok” kata nina“Lo mah gitu. Dari kapanan hari gue minta traktir. Elo nya sibuk mulu” ujar yaya“Masa sih ? Perasaan gue enggak sibuk deh beberapa hari ini” jawab nina“Lo kan sibuk pacaran sa