CANGGUNGNico menatap wajah gadis yang tidur disebelahnya dengan serius. Jadi, seperti ini rasanya punya istri?Ada seseorang yang akan ditatap saat bangun pagi. "Konyol!" Nico lantas tersenyum sendiri. Bisa-bisanya dia berpikir soal istri. Padahal selama ini, dia berprinsip untuk tidak ingin menikah.Nico beranjak dari atas ranjang dengan perlahan. Dia tidak ingin membangunkan Ava yang masih tertidur dengan pulas. Gadis itu benar-benar terlihat menggemaskan saat sedang tidur. Membuat Nico enggan untuk pergi.Namun Nico tetap pergi juga. Meninggalkan kamar tamu yang sebenarnya tidak pernah digunakan untuk menerima tamu. Nico memang tidak suka ada orang lain yang menyambangi rumahnya. Dia suka ketenangan. Dia memilih untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang hanya ingin mengambil keuntungan dari hidupnya."Tolong cuci cepat ya." Nico memberikan pakaian Ava kepada seorang pelayan wanita yang bekerja di rumahnya. "Hmm, kamar tamu gak usah di bersihin. Saya lagi ada tamu." "Baik, Pak."
KEMARAHAN AVASeorang wanita setengah baya terlihat sedang berdiri di dekat pintu masuk kamar tamu ketika Ava membalikkan badannya setelah puas mengomel pada Nico. Di tangan wanita itu ada sepasang pakaian Ava yang sudah tergantung rapi di gantungan pakaian berwarna hitam."Maaf, itu kayaknya baju saja." Ava mendekati wanita itu untuk mengambil pakaian yang dikenalnya."Silahkan." Kepala pelayan di rumah Nico itu tidak banyak bicara meskipun dia sudah cukup banyak melihat hal yang tidak biasa di hari ini."Makasih banyak udah di cuciin dan di gosokin bajunya." Ava mendadak canggung.Wanita itu tidak menjawab apapun. Hanya tersenyum manis pada Ava yang lantas pergi ke kamar tamu, tempat dia bermalam tadi.Walaupun tidak banyak bicara, tetapi lirikan wanita itu sudah berarti banyak untuk Nico. "I don't know. Dia marah-marah." Nico mengangkat bahunya. Berbicara pelan kepada wanita yang setia menjaganya selama ini.Wanita itu hanya mengangkat dagunya dan mengarahkannya ke kamar tamu. Mem
SEMALAM BERCINTA"Mau tidur sama aku?"Alis Nico terangkat. Heran dengan ajakan gadis yang tiba-tiba menarik tangannya.“Ya udah kalau gak mau. Pengecut!”“Wait!” Dengan cepat tangan Nico meraih lengan gadis itu. Kata pengecut yang keluar dari bibir tebal gadis itu membuat ego Nico terpacu. “Do you know me?”Gadis itu melepaskan lengannya dari genggaman Nico. Matanya menyipit, menatap wajah Nico dengan seksama. Namun kemudian… “Kayaknya kita gak perlu kenalan cuma untuk tidur semalam.”Nico lantas tersenyum tipis. Gadis ini terlalu nekat, tetapi juga cukup untuk membuat Nico tertarik padanya.“Wasting time!” Gadis itu sudah bersiap pergi karena merasa tidak ditanggapi oleh pria incarannya.“Ayok!” ajak Nico sambil menarik tangan gadis itu untuk pergi bersamanya.Tanpa banyak bicara, Nico membawa gadis itu ke lantai lima belas setelah membayar biaya sewa kamar di hotel bintang lima yang terkenal dengan Club malamnya yang selalu ramai pengunjung.Sesekali Ava menatap tangan Nico yang me
KESALAHAN ATAU PENGALAMAN? Tanpa sepengetahuan Nico, Ava diam-diam meninggalkan kamar hotel bintang lima yang terletak di tengah kota Jakarta. Taxi yang Ava tumpangi mulai meninggalkan Kawasan Senayan, dimana hotel yang Ava datangi berada. Jalanan Ibu kota tidak pernah mati. Beberapa mobil dan motor masih terlihat hilir mudik hampir di semua ruas jalan. Padahal waktu sudah berlalu cukup lama. Ava melirik pada jamnya sekali lagi. Pukul empat pagi, lewat lima belas. Biasanya dia pulang dari club malam sekitar pukul dua. Lebih cepat dari hari ini. Tapi seperti biasanya juga, Ava akan pulang sendiri. Ketiga teman ‘liar’ nya akan pergi entah kemana setelah menemukan lelaki di club malam. “Huft!” Ava menarik napasnya cukup panjang. Supir taxi yang rambutnya sudah dipenuhi uban sempat melirik pada kaca spion setelah mendengar tarikan napas Ava. Namun pria tua itu memilih untuk tetap menutup mulutnya. Dia tahu, penumpang di jam segini tidak ingin diajak bercengkrama. Mungkin terlalu pena
MASA GEMILANGKonon katanya, umur dua lima adalah masa gemilang seorang wanita. Mungkin karena itu, banyak wanita yang akhirnya memutuskan untuk tetap melajang di usia dua lima agar masa gemilangnya tidak terganggu dengan urusan rumah tangga.Namun, apa benar seperti itu? Apakah itu bukan sekedar alasan bagi wanita-wanita penggila kerja. Bagi wanita-wanita yang jauh di lubuk hatinya ingin menyandarkan peluhnya pada lelaki yang sayangnya tidak ada untuknya.Persetan dengan semua alasan itu. Entah dua lima adalah masa gemilang atau justru masa kepunahan, yang pasti Ava akan tetap melangkah maju. Dia tidak ingin hal negative apapun menjadi penghalang untuknya.“Selamat ya, Ava!” teriak hampir semua karyawan di dalam ruang kerja Ava.“Terima kasih.” Ava tersenyum malu-malu.Akhirnya hari ini tiba juga. Ava resmi diangkat sebagai asisten marketing manager di perusahaan tempatnya bekerja.“Saya tau kalau kamu pasti bisa,” puji Aldo sembari mengusap punggung Ava.Ava memberikan senyum manis
ANAK KEDUANico menatap langit Jakarta cukup lama dari jendela besar yang berada di samping meja kerjanya. Entah kenapa dia diberi ruangan dengan jendela sebesar ini. Terkadang panasnya matahari terasa hingga ke pori-pori saat Nico duduk di tempat kerjanya tersebut. Terkadang bahkan suara hujan terdengar cukup riuh ketika deburannya membentur kaca jendela di lantai lima belas, tempatnya bekerja.“Nic!”Suara yang tidak asing itu terdengar lagi di ruang kerja Nico.“Sibuk?” tanya pria yang sudah membuka lebar pintu ruang kerja Nico. “Gue mau minta tolong nih.” Pria berambut ikal itu sudah berbicara lagi sebelum Nico sempat menjawab pertanyaannya.“Apa?” jawab Nico, acuh tak acuh.“Meeting ke Amazed Company besok.”“Amazed?” kening sedikit berkerut. Dia baru mendengar nama perusahaan yang Alex sebutkan barusan.“Perusahaan baru yang gantiin Jolly entertainment.”“Oh.” Nico mulai sedikit paham. Dia tahu jika Jolly entertainment yang selama ini bekerja sama dengan perusahaannya untuk meng
PERTEMUAN YANG TIDAK DIDUGAAva sudah sibuk di ruang meeting sejak dua jam sebelum waktu meeting dengan perwakilan dari Bio Group. Dia harus memastikan banyak hal. Ruang meeting dingin, meja kursi bersih, makanan dan minuman tersaji, hingga proposal presentasinya dapat digunakan dan bekerja dengan baik.Aldo Aksara datang sepuluh menit sebelum pukul 10 pagi. Gayanya seperti biasa. Mengantongi sebelah tangan, berjalan santai, menatap sekeliling ruangan seolah sedang memastikan jika Ava tidak membuat cela.“Udah beres semua kan untuk meeting hari ini?” tanya Aldo pada Ava yang sedang berdiri di depan layar projector.“Sudah, Pak,” jawab Ava, berusaha untuk tetap sopan di depan atasannya.Mata Aldo menatap tubuh Ava dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Kamu keliatan cantik banget hari ini,” goda Aldo. “Kamu keliatan sexy pakai baju warna merah.”Ava berusaha tersenyum manis untuk menanggapi godaan Aldo.“Tapi sayang, yang datang bukan Dirut Bio Group.”“Oh ya?” Ava terlihat kecewa. Pada
MENCARI YANG TERSEMBUNYIAva mematung cukup lama di balik pintu kaca ruang meeting kantornya. Matanya menatap lurus pada dua pria yang sedang berbicara dengan Aldo di pintu depan. Satu pria berjas hitam dan satunya lagi berjas biru dongker. Keduanya terlihat gagah dan tampan. Tapi pria berjas biru terlihat … familiar.“Ah, sial!” Ingatan Ava akhirnya mampu menemukan pria berjas biru itu. “Sial! Sial! Sial!.” Ava mengumpat terus menerus.Fix! Pria berjas biru itu Nico. Pria yang Ava ajak bercinta secara random. Ava sadar, suatu saat mereka pasti bakalan ketemu lagi. Jakarta memang tidak seluas yang dibayangkan. Tapi, bukan di momen seperti ini. Dimana Ava adalah penjual, dan pria itu pembelinya.Tangan Ava bergerak cepat untuk mengambil ponselnya. Ava mengetik ‘Nico Bio Group’ di situs pencarian google.“Hah!” Ava menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Wajah Nico muncul bertebaran di layar ponsel Ava. Jadi pria yang Ava ajak bercinta, ternyata Wakil Direktur dari Bio Group.“Gila! Gil