Rigel menatap tajam pada roh Pedrick Cullen yang tidak mau beranjak dari sana.
“Cepat bangun dan ikut aku,” perintah Rigel pelan. Dia melihat Becky sudah berjalan sejauh lima belas meter dari tempat mereka saat ini.
Wanita itu tertatih, menangis tiada henti. Dia butuh banyak bantuan untuk memulihkan fisik dan mentalnya setelah ini.
“Harusnya aku tidak mati—”
“Tutup mulutmu dan ikuti saja perintahku. Dosa-dosamu sudah terlalu banyak. Jangan harap kau bisa lari.” Rigel menghadang roh Pedrick yang bersiap melesat pergi dari pengawasan Rigel.
“Harusnya wanita itu yang mati. Kenapa harus aku?”
Rigel menghela napas berat. Dia sudah menunggu sejak tadi untuk melihat aksi si manusia bajingan ini, dan sekarang harus mendengar drama setelah kematiannya? Yang benar saja!
“Sudah takdirmu. Terima saja. Kau akan mempertanggungjawabkan kesalahanmu. Itu sudah kewajibanmu. Berani melakukan, i
Vanth menutup kedua telinga menggunakan earphone yang dibawanya dari bumi. Jika sudah berada di negeri atas awan, maka telinga dan apa pun anggota tubuh lain miliknya pasti akan setajam posisinya sebagai seorang Pemimpin.Dia tahu, bukan salah siapa pun. Rigel mencintai Sia mengalahkan hal apa pun yang menjadi obsesinya selama hidup abadi. Vanth menyadari keduanya kini tengah bercinta dengan erangan dan rintihan yang mampu tertangkap telinganya, dan berputar-putar di benaknya.Dia tidak akan cemburu. Wanitanya memang bisa kembali bereinkarnasi dengan baik berkat Rigel, jadi dia tidak akan protes, mengeluh, apalagi cemburu. Tidak, itu tidak perlu.“Aku pernah menggunakan ini saat malamku selalu dihantui mimpi buruk,” kata seorang wanita cantik berambut keperakan yang helaian lembut tiap rambutnya melewati punggungnya. Rambut panjang yang mempesona.Vanth tahu sejak lama, bahwa sesama makhluk negeri atas awan yang memiliki kesetaraan kekuatan, a
“Aku tahu,” jawab Aura begitu cepat, tanpa pikir panjang. Itu karena dia mengerti. Tahu siapa wanita yang tidak tergantikan di hati sang Pemimpin negeri atas awan. Wanita itu, Minerva.Saat Aura dibawa untuk pertama kalinya ke sini, ke negeri atas awan, oleh Tranmier, pria tua itu menjelaskan semua hal terkait dengan negeri yang akan ditinggali Aura, hingga pada kehidupan pribadi sang Pemimpin saat ini.Secara langsung, Aura belum pernah bertamu Minerva. Tapi dia tahu, wanita itu sangat biasa, namun luar biasa tangguh dan dicintai semua penduduk negeri atas awan. Sekilas, tidak tampak seorang Minerva pantas mendampingi Ares Vanth Dier.“Itu artinya kau mengerti?” Vanth memastikan. Tidak ingin bertindak gegabah. Dia memang sedang berhasrat, tapi tidak ingin menjadi tolol dengan mengambil sikap sembarangan.“Aku mengerti. Apa kau butuh bukti?” Aura paham, karena dia juga tidak ingin gegabah.“Jika ada, apa ya
Sia tiba di rumah bersama Rigel yang bahkan tidak diizinkan menjauh darinya walau sekejap. Rigel memang terbiasa dengan sikap agresif Sia sejak mereka bertemu di kafe pinggir pantai milik teman Yoan waktu itu. Tapi rasanya ini sedikit lebih aneh.Rigel berusaha untuk tidak memikirkan kemungkinan itu, karena selama ini, setelah sekian lamanya mereka bercinta dari waktu ke waktu, tidak ada hasil yang terlihat di tubuh Sia.“Di mana Ares?” tanya Rigel. Dia mencari jejak Vanth disekeliling kamar Sia. Namun tidak ada, selain bantal yang terasa bukan hawa dari seorang wanita. Seketika wajah Rigel berubah masam. “Bisakah kupindahkan bantal ini?”“Silakan,” jawab Sia sambil memijat keningnya. Dia berbaring dengan perasaan mual yang masih menghantui ujung tenggorokannya.Selesai melempar bantal yang ternyata memang memiliki aroma Vanth itu ke sofa seberang ranjang, Rigel kembali ke sisi Sia dalam posisi duduk. “Biar kupija
“H-hei ...” Yoan tergagap, sekaligus terperangah, “sedang apa kau?”“Menyembuhkan lukamu sebelum bertambah parah.” Wanita itu berkata santai, terus menyedot darah dari luka Yoan hingga benar-benar kering.Berjengit pelan, Yoan keheranan mengapa ada seseorang—terlebih ia wanita—yang tidak jijik melakukan hal seperti ini pada orang asing.“Sudah,” kata wanita itu. Dia menurunkan lengan Yoan dengan hati-hati, “lukamu sudah sembuh.”Memutar lengannya dan mengamati setiap inci kulitnya, Yoan tanpa sadar berdecak kagum akan hal yang terjadi, bukan merasa takut.“Waah ... luar biasa. Kau bisa menjadi tabib hebat di negeri ini.” Yoan takjub, memandangi wajah wanita itu sembari tersenyum lebar.Menanggapi hal itu, si wanita hanya tersenyum sembari bergumam untuk dirinya sendiri. “Kau melupakanku, benar-benar lupa. Tapi aku menemukanmu. Akan kubuat kau tidak akan
Yoan menikmati, sungguh sangat menikmati setiap sentuhan berbakat dari tangan Ivorry di sepanjang wajahnya, terutama dagu dan sekitarannya.Kedua tangan Yoan yang awalnya hanya mencengkeram tepian wastafel, kini sudah melingkar sempurna di sekeliling pinggang Ivory.Takjub, Ivory merasa ini akan mendatangkan angin surga kepadanya. Selesai bercukur, sudah membersihkan seluruh wajah Yoan dari sisa busa krim untuk bercukur, Ivory mengusap wajah pria itu dengan gaunnya, mengakibatkan semua bagian bawah pakaiannya itu terangkat ke atas.Yoan membuka kedua mata saat gaun sehalus sutera milik Ivory menyapu lembut wajahnya. Sepasang matanya turun dan menangkap kedua paha wanita nakal ini terbuka untuknya.Bentuk dan warna yang indah. Yoan mengaguminya.Ivory mengerti, dia menuntun tangan Yoan untuk menyelinap masuk ke balik gaunnya.Yoan menegang, menahan lengannya agar tidak bergerak ke mana-mana. Itu berbahaya.“Kenapa?” Ivory m
Sia hamil. Dia menyadarinya setelah merasakan mual di pagi ke esokan harinya. Rigel sudah kembali ke rumahnya setelah kemarin sore dia mengizinkan pria itu pergi setelah dirinya merasa lebih baik.Tidak perlu alat tes kehamilan, apalagi pergi untuk mengecek ke Dokter kandungan. Nalurinya lebih kuat dari mereka, bahkan kehadiran si calon bayi begitu memperingati dirinya.Gemetar setelah muntah, dia coba menghubungi Vanth. Dia tidak tahu bahwa pria itu kembali ke negeri atas awan, dan panggilannya tidak akan pernah tersambung.Tapi kemudian Sia termagu. Dia tidak bisa memberitahu Vanth ketika dirinya sendiri ragu calon bayi ini milik siapa selain milik Ibunya.Sia bahkan ragu untuk memberitahu Rigel. Mereka baru bercinta lagi, sepertinya ini bukan bayinya, tapi bisa jadi ini memang hasil dari percintaan mereka sebelumnya.Saat itu juga Sia memutuskan untuk tidak peduli. Rasanya itu tidak lagi penting. Siapa pun Ayah si bayi, bukankah tetap dia yang a
Yemima Zvon Yolanthe memilih diceburkan ke kolam, sebab dia menyukai air lebih dari yang orang lain tahu.Adlin menggerutu saat melihat wujud cantik Yemima sudah menggantikan wujud si kucing kecil yang manis, yang kini tidak lagi manis di matanya.“Kau bukannya penduduk dunia langit?”“Bukan. Aku rekan Pemimpinmu. Ares.” Yemima malah berbaring di dalam kolam, membuat Adlin tercengang melihatnya. “Kenapa melihatku begitu? Kau tertarik padaku?”Wajah Adlin seketika menegang, bukan merona. Baru kali ini dia melihat wanita secantik Yemima, tapi bermulut asal bicara seperti itu.Aura Hortensia Dikova masih yang tercantik di negeri atas awan, sebelum Adlin melihat wanita ini, hari ini.“Tidak. Tentu saja tidak.” Menghindari malu, Adlin berkata ketus.“Baguslah.” Dengan tidak peduli, Yemima berendam di kolam ikan yang dangkal. Dia bahkan bermain-main dengan ikan-ikan di sana.
Sia mengerjap. Ada seseorang yang tahu dirinya sedang mengandung. Siapa wanita ini?Menatap lekat pada si wanita berkulit eksotis dengan gaya berpakaian yang tampak normal dan segala gerak tubuh yang terlihat alami, tidak mampu membuat Sia mencurigai wanita ramah dengan tatapan berbinar ini.“Kenapa dengan bayiku, Nona?” tanya Sia penasaran. Dia hanya akan bertanya tanpa berusaha memikirkannya, jika itu bisa.Wanita itu mengulurkan satu tangannya ke hadapan Sia. “Perkenalkan, namaku Zareena. Penduduk asli di tempat ini. Namamu, Nona?”Dengan senang hati Sia menyambutnya, membalas dengan hangat. “Galexia Pandora.”“Namamu bagus.”“Terima kasih. Namamu juga menyenangkan saat disebut, Zareena.”“Apa kau ingin mendengar tentang apa yang bisa kulihat?”Sia mengangguk, dengan cepat langsung setuju. “Silakan.”“Kau dan bayimu akan jadi reb