Share

Bab 4.

Penulis: Trinagi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-28 20:18:51

"Markonah? Hahaha." Jenny tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar Sidik menyebut namaku.

 

"Masak sepupuku yang cantik begini diberi nama Markonah sih? Sedih aku tu!" Jenny masih saja terpingkal-pingkal menertawakan diri ini.

 

"Mungkin karena kamu itu nampak kampungan kali ya?" Jenny semakin kuat tertawa membuat Sidik keheranan.

 

"Maaf, apa ada yang salah?" Lelaki berambut cepak itu menatap heran kepada kami berdua.

 

"Nama sepupu saya bukan Markonah," jawab Jenny disambut tatapan intimidasi dari lelaki bermata hazel itu.

 

"Oh ya? Maaf saya gak tau. Jadi namanya bukan Markonah ya? Bodohnya saya bisa ditipu oleh wanita cantik," jawabnya dengan muka merah menahan malu. Tidak lama kemudian sarapan yang dia pesan sudah berada di mejanya. Nampak betul anak itu sangat kelaparan, dia memakan sangat lahap bagaikan setahun tidak melihat makanan. 

 

"Tidak jadi dijemput sama suami kamu, Markonah?" tanya Sidik membuat aku jadi serba salah. Nampaknya dia sengaja membuat aku malu di depan sepupuku. Kurasa lelaki itu berniat membongkar semua kebohonganku tadi pagi.

 

"Suami?" tanya Jenny. Sepupu tidak ada akhlak itu pura-pura bodoh padahal dia juga ingin membongkar semua kebohonganku.

 

"Iya. Suami!" jawab Sidik penuh penekanan.

 

"Suami dari mana? Dari Hongkong." Kusikut tangan wanita yang berstatus sepupu tetapi wanita dua puluh lima tahun itu seperti tidak mengerti bahasa isyarat yang aku berikan. Dia malah nyerocos bagaikan kereta api yang entah kapan berhentinya.

 

"Maksudnya?" tanya Sidik dengan menautkan kedua alisnya.

 

"Sini kubilangin ya abu zubaidah ya? Sepupu aku yang satu ini belum menikah. Jangankan menikah, pacarnya saja entah kemana rimbanya! Hilang ditelan bumi!" Nyesal aku minta jemput sama si jenong ini. Betul. Kalau kutahu akan begini jadinya, bagus aku naik ojek aja. Biar saja aku dibawa kemana pun sama tukang ojek inginkan. Aku pasrah. Diculikpun aku tidak peduli daripada dipermalukan seperti ini.

 

"Kasian sekali nasib Markonah!" Aku tahu itu sebuah kata sindiran yang diucapkan lelaki yang konon katanya mirip abu ubaidah. Abu ubaidah lah konon. Dimataku dia itu tidak mirip sedikitpun dengan lelaki yang sedang digandrungi para cewek-cewek saat ini. Dimataku dia lebih mirip abu gosok. Betul, aku tidak bohong deh.

 

"Iya. Kasian sekali!" ucap Jenong sendu. Dia itu tidak lebih sebagai kompor saja. Mendengar dia berbicara membuat kepalaku semakin panas meletup-letup. Bagaimana tidak. Semua yang aku ucapkan tadi, dipatahkan oleh wanita yang kuanggap sebagai kakakku sendiri. Aku hanya bisa diam menikmati segala sindiran pedas dari lelaki yang telah menolongku dari seorang penjambret. 

 

"Saya Sidik. Ngomong-ngomong siapa nama kamu?" tanya lelaki berwajah tampan itu seraya berdiri dari duduknya dan mendekati Jenny, dia mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan. Ya perkenalan dengan Jenny tepatnya. Dia sudah kapok berkenalan denganku karena sudah aku bohongi.

 

"Saya Jenny." Wanita yang berstatus sepupu itu menyambut uluran tangan Sidik dan juga dia menyebutkan namanya.

 

"Nama yang bagus!" jawab Sidik seraya menatap tajam ke arahku.

 

"Perkenalkan kawan saya, Iqbal." Lelaki berpostur atletis itu ikut memperkenalkan kawan yang tidak beda jauh gantengnya dengan dia.

 

Setelah saling berkenalan, Sidik juga menanyakan alamat rumah pada Jenny. Dan mereka saling berkenalan dan mengabaikan diri ini. Dimata mereka aku seperti hantu yang tidak kelihatan, itu terbukti mereka bertiga tidak mengajak aku untuk berbicara. Mereka bertiga begitu akrab bagaikan sahabat lama yang baru saja berjumpa.

 

"Nanti, kapan-kapan aku boleh bertamu ke rumah kamu, kan?" tanya Sidik saat hendak pergi meninggalkan aku yang masih terbengong dikursi warung makan yang kami singgahi untuk sarapan tadi.

 

"Silahkan. Silahkan. Tetapi aku menumpang di rumah Mayra. Aku ini sepupu dia!" Tunjuk Jenny seakan aku ini manusia paling sombong karena tidak menawarkan mereka untuk singgah ke rumahku.

 

"Mayra?" tanya lelaki berjaket hitam itu penasaran.

 

"Iya. sepupu aku ini namanya Mayra bukan Markonah!" Mata Sidik menatap tajam ke arahku seakan ingin menanyakan kebohongan-kebohongan yang aku ucapkan tadi pagi.

 

"Maafkan saya!" jawabku tertunduk. Eh tapi, kenapa pula aku harus meminta maaf sama lelaki berotak ngeres itu ya. Ada apa dengan diri ini? Apa aku sudah mulai jatuh hati padanya? Tidak tidak. Itu tidak boleh terjadi. Lagi pula belum tentu Sidik menyukai aku kan? Bisa jadi dia itu sedang menyukai sepupuku, Jenny.

 

"Bukan Markonah?" tanyanya mengintimidasi.

 

"Kamu itu sudah kena tipu sama adekku deh. Jaman sekarang sudah modern dan mana ada lagi nama orang seperti itu. Tapi lucu juga ya nama Markonah. Jadi panggilannya siapa? Marko!" Jenny berbicara seakan tidak ada beban dalam hidupnya. Lancar jaya seperti jalan tol.

 

"Bagus juga," Mereka bertiga tergelak menertawakan diri ini. Sementara aku? Mungkin kalau ada cermin akan nampak jelas wajahku memerah karena menahan malu. Mereka bertiga menertawakan diri ini seperti sedang menonton stand up comedy.

 

"Saya baru pindah tugas kemari. Jadi masih bingung dengan situasi dan kondisi daerah sekitar sini! Tidak ada salahnya kan, jika saya mencari banyak-banyak teman disini. Bila perlu dari teman menjadi saudara!" beber Sidik dengan wajah serius.

 

"Oh ya? Emang kamu kerja apa disini?" tanya Jenni. Wanita berkerudung maruun itu selalu mau tahu urusan orang. Tidak ada informasi yang terlewatkan bagi wanita dua puluh lima tahun itu.

 

"Bagian keamanan!" jawab Sidik dan dijawab anggukan oleh sahabatnya Iqbal.

 

"Oh, kamu Satpam ya?" 

 

"Iya ya!" Sidik menganggukkan kepala dengan kuat untuk meyakinkan lawan bicaranya.

 

"Tetanggaku ada juga Satpam. Dia bekerja sebagai Satpam Bank Indonesia. Nanti kalau kamu ke rumah aku, pasti aku kenalin sama dia, deh!" Janji Jenny padahal Sidik dan Iqbal tidak memintanya.

 

"Oke. Kami mau pulang dulu ya! Insya Allah kapan ada waktu pasti aku datang ke rumahmu. Kamu gak keberatan kan?" tanya Sidik memastikan.

 

"Enggak keberatan kok. Kalau mau datang. Ya datang aja."

 

"Nanti suamimu marah. Kayak mbak sebelah!" Sindir Sidik dengan tatapan jenakanya. Terlihat dia mengejek aku karena jangankan menikah malahan pacarku entah kemana rimbanya. Itu semua informasi dari Jenni siwanita tengil yang tidak ada akhlak itu. Kalau tidak karena menahan malu, sudah kuremas mulutnya. 

 

"Tenang saja. Kami masih jomblo kok. Jomblo ngenes malah!" Tawa Jenni. Entah dimananya yang lucu. Dimataku dia itu menertawakan dirinya sendiri. Dasar Jenny tidak tahu malu. Dia sama saja menjatuhkan harga dirinya sendiri. Umur sudah seperempat abad tapi jalan pikiran masih kalah sama anak PAUD.

 

"Kasihan!" 

 

"Kalian berdua kayaknya berjodoh ya? Sama-sama cerewet bin bawel!" celutukku kesal.

 

"Gak apa-apa cerewet. Daripada jadi pembohong. Bagusan mana?" Sindir Sidik mengintimidasi.

 

"Buat apa jujur-jujur sekali dengan orang yang baru kita kenal? Apa ada gunanya? Bisa jadi kan orang yang kita kenal merupakan sindikat perdagangan manusia!" sindirku membuat Sidik terdiam. Namun tidak lama kemudian dia ikut menimpali.

 

"Masak orang seganteng ini terlibat sindikat sih. Mana mungkin!" ujarnya sombong.

 

"Emang orang ganteng itu gak ada yang jahat?" Eh giman-gimana! Berarti aku mengakui lelaki berotak jorok itu ganteng? Tidak tidak. Aku tidak mau dia jadi besar kepala.

 

"Berarti kamu mengakui kalau aku ini ganteng, ya? Jangan-jangan kamu sudah mulai jatuh cinta sama Aku!"

 

Uhukk

 

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 49

    "Maafkan Mayra tidak bisa melayani Mas seperti seorang istri pada umumnya!" ujarku tergugu tatkala melihat mas Sidik mencuci baju sendiri.Biasanya selain ada ibuku dan ibu mertua, dirumah kami juga juga membayar tukang cuci.. Tapi hari ini izin libur karena ada urusan keluarga yang tidak bisa ditinggal. Sementara ibuku dan ibu mertua sudah pulang."Gak apa-apa, Sayang!" Mas Sidik masuk ke kamar dan merebahkan diri disisiku dan meraih tangan ini kemudian diletakkan dipipinya."Kasian Mas. Gara-gara Mayra jadi begini!" Aku berbalik arah tidur menatap kearah suamiku."Menurut Mas, tidak ada yang perlu dikasihani, sudah biasa dalam berumah tangga kita saling membantu, May. Kalau Mas sakit siapa yang bantu? Pasti istri kan?" tanyanya dengan suara lemah lembut seraya mengelus pucuk kepalaku. Mas Satria meraih pundak ini dan meletakkan didadanya."Sayang, Mas tidak pernah merasa Kamu repotkan. Jadi jangan pernah merasa bersalah, ya?" Mas Satria mengecup pucuk kepalaku, lama. Tuhan ... terim

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 48

    "Mas, Mayra pendarahan!" aduku pada mas Siddik yang sedang berbaring ditempat tidur. Tadi aku juga ikut berbaring disebelahnya, tapi aku bangun hendak ke kamar mandi. Tiba-tiba dikejutkan tatkala melihat darah banyak bercecetan di lantai."Apa?" Mas Siddik tersentak dan langsung bangun dari pembaringannya. "May, jangan banyak gerak dulu!" ujar mas Siddiq panik seraya membawa tubuh ini ke ranjang untuk tidur. Walaupun aku berjalan pelan tapi darah masih menetes juga."Tidur aja ya? Begini saja, nyamankan?" Aku hanya mengangguk sebagai respon atas pertanyaan Mas Siddik. Lelakiku mengambil bantal dan menyangga kaki ini. Mungkin untuk menghentikan pendarahan.Pandangan mata sudah mulai kabur, aku sudah mulai hoyong. Tatapanku juga berkunang-kunang dan mutar. Tuhan ... selamatkan aku dan bayiku."Mas kerumah dan-ki dulu!" pamitnya seraya berlari keluar rumah. "Bu, tolong lihat istri saya sebentar. Istri Saya pendarahan!" teriak mas Siddik terdengar sampai ke telingaku."Iya, ya, Om. Saya

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 47

    "Dek, sini!" Mas Siddik menepuk sofa disebelahnya untuk aku duduki.Aku melangkahkan kaki menuju sofa dimana mas Siddik duduk saat ini. Kulihat suamiku tidak seperti biasanya. Entah apa gerangan yang membuat suamiku bersedih hati."Mas kenapa agak lain hari ini? Mas sedang ada masalah?" tanyaku ragu-ragu. Biasanya kalau pulang dinas mas Siddik selalu tersenyum bahkan sering bercanda. Ada saja bahan yang sehingga membuat aku tertawa. Dia juga suka sekali meledek perutku yang semakin membuncit ini. Katanya kayak badut. "Nampaknya Mas sedang bersedih?" Aku kembali bertanya."Hmmm ... Adek ingat Nasir?" Mas Siddik mengusap sudut matanya. Aku tahu dia hendak menangis tetapi mungkin dia malu jika dihadapanku."Nasir yang mana? Yang membantu Mas keluar dari markas kelompok bersenjata itu, ya?" tanyaku dan mas Siddik mengangguk lemah."Kenapa dengan om Nasir, Mas?" Aku membaca ada sesuatu yang tidak mengenakkan telah terjadi pada pria berdarah Aceh tersebut."Tadi malam dia ditembak oleh ora

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 46

    "Loh siapa ini ndusel-ndusel kayak anak kucing?" kelakarku saat melihat Mayra bangun tidur langsung memeluk tubuh ini. Dia kelihatan sangat manja. Semakin hari tingkah Mayra semakin membingungkan. Tadi malam katanya aku ini bau sehingga membuat dia muntah-muntah. Sekarang malah kayak anak kangguru menempel sama induknya. Tidak bisa dilepas. Entah apa maunya."Mas wangi banget. Adek jadi kepingin ciumin terus!" ujarnya seraya mengendus-endus leher dan ketiakku. Betul-betul membuat aku tidak mengerti tingkah ibu hamil yang satu ini."Wangi dari mana? Mandi aja belum apalagi sikat gigi. Nafas Mas masih bau naga!" ujarku hendak beranjak dari tidur tetapi ditahan oleh Mayra."Jangan pergi. Adek masih kangen, candu mencium aroma tubuh Mas. Peluk!" ujarnya dengan nada manja. Aku yang masih kaget melihatnya terpaksa juga memeluknya."Gak mual dekat-dekat dengan Mas? Katanya Mas bau?" tanyaku keheranan."Gak bau kok. Tadi malam bau banget, sekarang malah wangi!" ujarnya dan Mayra masih ndusel-

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 45

    "Mas Siddik!" Aku berteriak histeris tatkala melihat pria yang selama ini aku nanti-nantikan sudah berada dihadapanku."Mayra, Mas pulang, Sayang!" ujar mas Siddik dengan suara gemetar.Kenapa mataku melihat sosok mas Siddik sedang mendekati diri ini? Apakah itu betukan suamiku atau hanya ilusiku saja?Nampaknya aku sangat merindukan pria itu sehingga bayangan dia terus saja menghantui pikiranku."Mas?"Aku merasa semua ini hanya mimpi atau hanya halusinasiku saja? Tidak mungkin mas Siddik yang telah gugur hidup kembali. Disini saja, kami sedang mengirim doa untuknya, masak tiba-tiba dia hadir diacara tahlilan dia sendiri? Sangat tidak lucu."Hai, aku suami kamu!" Pria itu mengibaskan tangannya didepan kedua mataku."Kamu suamiku? Mas, Adek tidak sedang bermimpi, kan?" Aku mendekatinya. Pria itu memakai baju compang camping bagaikan seorang pengemis."Kamu sedang tidak bermimpi, Sayang! Nih pegang!" Mas Siddik meraih tanganmu untuk menyentuh pipinya. Aku masih ragu juga, bisa jadi ka

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 44

    "Banyak-banyak berdoa, May. Siapa tau mas Siddik masih hidup tapi tidak tau jalan pulang. Bisa jadi dia tersesat dalam hutan, kan?" Jenny berusaha menghiburku selama ini tidak ada satupun di rumah ini ataupun semua pihak yang mengerti isi hatiku kecuali Kak Jeni."Aku juga berpikir begitu kak bisa jadi 'kan, mas Siddik di itu masih hidup dan dia tidak tahu jalan pulang!"Perasaanku sebagai istrinya, mengatakan jika imamku itu masih hidup."Kita berdoa saja May. Nanti malam kita baca Yasin bersama, memohon kepada Allah semoga suami kamu ditemukan dalam keadaan hidup atau mati." Kak Jenny tidak bosan-bosannya memberikan aku semangat. Sehingga dengan kehadirannya sedikit membuatku terhibur. Walau kadang disaat sedang sendirian aku kembali menangis mengingat suamiku yang baru beberapa bulan kami hidup bersama dan sudah direnggut kebahagiaan oleh takdir.***Sementara itu, sersan Siddik dan praka Nasir akhirnya sampai juga di tepi jalan. Mereka mengendap-ngendap karena banyaknya lalu lala

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 43

    Hari ini malam kedua acara kirim doa dirumahku. Para ibu-ibu udah mulai berdatangan untuk membantu memasak segala keperluan nanti malam."Kasian om Siddik ya. Padahal dia prajurit berprestasi. Tidak akan mungkin kalah jika melawan pemberontak." bisik bu Saidi pelan tapi masih bisa aku dengar."Mungkin istri dan anaknya ini bikin hidup dia sial terus ya! Gak bisa dipake!" Anita melirik sinis kearahku. Jika bukan sedang dalam situasi berkabung aku sudah merobek mulutnya hingga hancur lebur. Bila perlu mulut dia kupindahkan sekalian kebawah, disekitar bokong aja. Lebih terhormat anus dibandingkan mulutnya. Wanita berhati iblis memang begitu ya, tidak memiliki hati nurani sedikitpun."Iya. Dia wanita pembawa sial!" ujar bu Saidi seakan mengaskan perkataan adiknya."Hust ... bu Saidi gak boleh ngomong begitu! Mereka sedang dalam keadaan berkabung, jangan ditambah lagi dengan kata-kata yang membuat bu Siddik semakin terpuruk!" tegur bu Danu yang berdiri disebelah bu Saidi. Mereka berdua mem

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 42

    "May, makan dulu. Dari kemarin kamu belum makan, loh!" Ibu menawari makan siang karena sejak kemarin pagi perut ini belum terisi satu sendok pun makanan.Padahal ibu tadi membeli nasi padang kesukaanku tapi diri ini belum berselera untuk menyentuhnya. Saat ini, yang aku inginkan hanyalah kehadiran mas Siddik. Hanya dia yang bisa membuat aku bahagia. Hanya dia yang bisa membuat aku berselera makan."Mayra tunggu mas Siddik pulang aja, Bu!" Aku yakin suamiku akan pulang dalam waktu dekat ini. Aku yakin pria itu tidak akan meninggalkan aku sendiri di dunia ini. Apalagi sebentar lagi akan hadir buah cinta kami berdua meramaikan rumah mungil kami."Gak boleh gitu, May. Kamu harus makan walaupun sedikit. Kasian bayi dalam kandunganmu!" nasehat ibuku. Beliau datang kemari setelah mendapat berita hilangnya mas Siddik dari ibu mertua. Mereka semua begitu percaya jika mas Siddik sudah tidak ada. Tapi aku tidak semudah itu mempercayainya. Sebelum jenazah mas Siddik ditemukan aku tetap mengangg

  • I LOVE YOU, SERSAN SIDDIQ   Bab 41

    Pov authorEmpat hari kemudian situasi keamanan sudah kondusif. Beberapa wilayah sudah tidak masuk dalam status siaga lagi. Atasan mereka memerintahkan untuk mencari keberadaan Siddik.Tim regu yang pernah menjadikan Siddik sebagai komandan regunya menawarkan diri untuk mencari keberadaan pria yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah itu.Mereka harus tetap waspada karena para musuh tidak akan mundur sebelum diberikan kemerdekaan untuk enuh oleh pemerintah."Aku kok gak yakin sersan Siddik masih ada!" tanya salah satu rekan pada kopda Romi."Kenapa kamu bicara seperti itu? Kita harus optimis!" jawab sersan Ridwan dsn menjatuhkan bobot tubuhnya diatas tanah.Mereka sudah mencari keberadaan sersan Siddik kesana kemati tetapi mereke tidak menemukan juga."Hei, bukankan ini punya Danru?" prada Sucipto mendapatkan kalung milik sersan Siddik tergeletak diatas tanah. Kopral Romi kaget dan langsung menghampiri prada Sucipto yang memegang dogtag atas nama serka Siddik."Iya. Ini punya Danr

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status