Share

Bab 6

Vano menatap malas Selyn lalu berkata, "Saya nanya serius lo, jadi jangan bercanda." 

"Loh emang saya tadi jawabnya gak serius ya Mr?" Tanya Selyn.

'Sabar Vano dia anak orang' batin Vano.

"Terserah kamu lah." Vano berdiri ingin keluar dari ruangan Selyn.

"Hey saya cuma bercanda kok Mr, nih tadi saya beli dua satu buat di ruangan ini yang satu sebenarnya buat di taruh di kamar saya. Tapi karena Mr mau yaudah buat Mr aja." Selyn menyodorkan sebuah jam pasir pada Vano.

Vano memandang jam pasir itu dan Selyn bergantian, seperti itu terus sampai beberapa detik. Sampai akhirnya Vano menerima jam pasir tersebut dan tersenyum manis, "Saya terima, jangan di ambil lagi karena saya udah suka." 

Setelah mengucapkan itu Vano keluar dari ruangan Selyn, meninggalkan Selyn yang sekarang masih terdiam karena melihat senyum Vano barusan.

'Kalo kayak gini terus jantungku dalam bahaya ini' batin Selyn.

Selyn menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali dan terus menggumankan kalimat, "Sadar sadar sadar jangan sampe ke pelet." Selyn terus saja bergumam sampai telepon yang ada di ruangannya berdering keras.

Sadar telepon yang berbunyi adalah telepon khusus saat bosnya ingin menghubunginya Selyn segera menetralkan dirinya. Selesai menetralkan dirinya Selyn mengangkat gagang telepon dan bertanya, "Ada yang bisa di bantu Mr." 

"Tidak ada saya hanya iseng," jawab Vano di ujung sana.

Mulut Selyn sedikit terbuka mendengar jawaban Vano di ujung sana. Mencoba mengabaikan jawaban bosnya yang sedikit aneh itu, Selyn kembali bertanya, "Apa hanya itu saja?"

"Hmmm saya sangat bosan, saya akan pergi ke ruangan mu," putus Vano.

"Mr kau baru saja dari sini tadi, kenapa mau kesini lagi." Selyn memijat pelipisnya.

"Tidak boleh?" Nada suara Vano sedikit kesal.

Selyn langsung panik, "Ten-tu saja boleh Mr, kenapa juga tidak boleh."

Selyn menggaruk tengkuknya merasa takut kalau Vano tersinggung, dan berakhir dengan sesuatu yang tidak baik untuknya.

'Tok tok tok' 

"Masuk." Bukan Selyn tapi Vano yang mengucapkannya, karena ketukan pintu itu berasal dari depan ruangannya bukan dari ruangan Selyn.

"Aku punya tugas untukmu nona Selyn tapi akan ku berokan saat sudah pulang kerja nanti, jadi kau harus pergi ke ruanganku pulang kerja nanti," titah Vano.

'Tut tut tut' 

Selyn meletakkan kembali gagang telepon tersebut dengan pikiran yang berkelana kemana-mana. Ia memikirkan apa tugas yang akan di berikan oleh  Vano padanya, apa tugas itu sulit atau tidak.

"Semoga gak aneh-aneh," guman Selyn.

                                     *** 

'Pukul 17.30'

Selyn sudah membereskan semua barang-barangnya, ia segera keluar dari ruangannya untuk pulang. Namun, saat ingin menekan tombol yang ada di lift tiba-tiba Selyn merasa ada yang ia lupakan, tapi dia tak ingat itu apa.

Setelah beberapa menit mengingat-ingat apa yang dia lupakan, Selyn akhirnya bisa mengingat apa itu.

"Dasar pikunan," Selyn menepuk keningnya dan memutar balik badannya lalu berjalan menuju ruangan Vano.

'Tok tok tok' 

Selyn mengetuk pintu ruangan Vano yang tertutup, namun, sayangnya tak ada jawaban sama sekali dari dalam sana. Karena tak mendapat jawaban akhirnya Selyn memutuskan untuk mengetuk sekali lagi pintu itu.

"Kok gak ada jawaban sih, apa Mr. Vano lagi tidur di dalem," tebak Selyn, karena untuk yang ke-dua kalinya dia mengetuk pintu sama sekali tak ada jawaban.

Selyn mulai mengumpulkan kemungkinan - kemungkinan yang sedang terjadi di dalam. Karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri Selyn sampai tak menyadari kalau seseorang sedang berdiri tepat di belakangnya.

Kalian pasti tau siapa itu, yap benar dia adalah Vano yang baru saja keluar dari ruangan Selyn. Tadinya Vano ingin menjemputnya karena tak kunjung datang ke ruangannya. Namun karena tak menemukan siapa pun disana Vano segera keluar. Dan kebetulan sekali saat dia keluar dia melihat Selyn yang sedang berdiri di depan ruangannya.

"Ketuk lagi apa enggak ya?" Selyn bertanya pada dirinya sendiri.

"Ketuk aja," timpal Vano.

Selyn mengangguk setuju tanpa mengetahui siapa itu.

'Tok tok tok' 

"Eh," Selyn menurunkan tangannya yang tadi ia gunakan untuk mengetuk pintu.

Ia merasa ada yang aneh, bukannya tadi dia sendiri disini bahkan tidak ada orang lain selain dirinya. Lalu siapa yang tadi bicara menimpali ucapannya, apa itu hantu?

'Setan' batin Selyn sedikit takut.

Vano menutup mulutnya menggunakan tangan saat tawanya ingin keluar, karena melihat badan Selyn yang sedikit bergetar. 

"Kok bisa ada suara lagi sih," guman Selyn lirih, dan sayangnya itu dapat didengar oleh Vano.

Vano yang mendengarnya rasanya tak ingin begutu saja melepas kesempatan ini, kesempatan dimana dia bisa menjaili sekertaris nya itu. "Kenapa juga gak bisa?" Vano semakin gencar untuk menjahili Selyn.

"Tu kan," Selyn menggigit bibir bawahnya.

'Tapi kayak kenal suaranya deh' batin Selyn.

Selyn menelan ludahnya susah payah, ia memberanikan diri untuk menoleh kebelakang. Perlahan tapi pasti Selyn menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat siapa itu.

"Mr. Vano," guman Selyn.

Vano mengubah raut wajahnya yang tadinya ingin tertawa menjadi datar, ia mengangkat satu alisnya seakan bertanya 'kenapa?'

"Kok bisa sih," Selyn menggaruk kepalanya bingung.

"Bisa apa?" Tanya Vano.

"Gak papa," Selyn menggeleng pelan.

Vano mengangguk pelan lalu berkata, "Masuk." 

Selyn mengangguk dan mengikuti Vano yang sudah masuk duluan ke dalam ruangannya. Vano duduk di kursi khususnya sambil menopang dagu dan menatap Selyn. Ia memberi isyarat pada Selyn untuk duduk di hadapannya, Selyn menurut ia segera duduk di hadapan Vano.

"Jadi?" Tanya Selyn.

"Jadi apa?" Vano balik bertanya.

Dengan senyum palsunya ia kembali memperjelas pertanyaannya, "Jadi tugas saya apa Mr?" 

"Ooooooo...." Vano mengangguk-angguk paham, "Mungkin ini pekerjaan yang agak melenceng dari profesimu saat ini yaitu sekertaris ku tapi aku percaya kau bisa melakukannya."

"To the point aja Mr," tuntut Selyn yang tak sabar mengetahui apa tugasnya.

"Tugasmu adalah," Vano menjeda ucapannya.

"Astaga lama," Selyn menepuk keningnya pelan.

"Tolong laporkan semua yang berhubungan dengan Nyonya besar Viana Rafrion Cerlison," lanjut Vano.

Kening Selyn mengerut, kenapa juga dia harus melaporkan semua tentang Nyonya itu pada Vano. Bahkan dia saja tak tau siapa itu Nyonya besar Cerlison, lalu bagaimana ia melaporkan semua tentang dia.

'Bahkan gw gak kenal, terus gimaan nyari infonya' batin Selyn kebingungan.

"Ku harap kau mau menerimanya," Vano menatap Selyn penuh harap.

Selyn nampak berfikir, dan sesekali menatap Vano yang juga sedang menatapnya. "Kau tenanglah Nona aku sudah mempersiapkan bonus untukmu jika kau mau, tapi jika kau tak mau akan ada hal yang menunggumu," Vano tersenyum menyeramkan.

'Ini namanya pemaksaan' batin Selyn.

Selyn menggaruk tengkuknya yang tiba tiba terasa gatal, ia mulai bingung harus menerima tugas ini atau tidak. Kalau di terima pastinya ini akan sulit, tapi kalau di tolak pasti dirinya akan terkena masalah besar.

"Saya terima, tapi...." Selyn menjeda ucapannya.

"Tapi?" Vano mengangkat satu alisnya.

"Tapi kalau saya minta sesuatu Mr. Vano harus berikan gimana? Deal?" Selyn memberikan satu tangannya untuk berjabat tangan dengan Vano.

"Baiklah tak masalah, kita deal," Vano hanya menepuk pelan tangan Selyn tanpa mau berjabatan tangan.

'Ciri ciri orang sombong' Selyn memanyunkan bibirnya.

"Cih bibirmu mirip mulut bebek kalau seperti itu," ejek Vano.

Selyn melototi Vano tak terima dan menutup mulutnya menggunakan tangannya. 

"Gini-gini ini masih suci ya," lirih Selyn.

"Apa?" Vano bertanya karena tak begitu mendengar ucapan Selyn barusan.

"Tidak apa apa," Selyn menggeleng pelan.

"Kalau begitu keluar sana tidak ada lagi yang ingin ku bicarakan," usir Vano.

"Saya di usir," Selyn menatap Vano sendu.

"Tak usah banyak drama cepat keluar," Vano mengibaskan tangannya.

Selyn menatap Vano penuh permusuhan, sungguh dia harus ekstra sabar untuk menghadapi mahluk tuhan satu itu.

Queen Fafa

Hello guys

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status