Share

Bab 3

"Sepi," keluh Hilda saat tiba di pantry.

"Mungkin pada kekantin," ucap Selyn sambil mengambil sebuah cangkir kopi.

"Sel coba cari disitu ada mie instan gak gw laper nih," pinta Hilda.

"Kalo lo laper ke kantin aja Hil gak usah nemenin gw gak papa kok," ucap Selyn yang kasian melihat hilda kelaparan.

"Gw pengen nemenin lo disini aja," tolak Hilda.

Selyn hanya tersenyum singkat kemudian mencari apa yang diminta oleh Hilda tadi, yaitu mie instan. 

"Ada nih banyak," Selyn menunjukkan berbagai macam mie instan pada Hilda.

"Buatin gw Sel yang kuah aja," titah Hilda.

Selyn mengangguk dan membuatkan dua mie instan, satu untuk Hilda dan satu lagi untuk dirinya. Dan jangan lupakan dia juga sedang membuatkan kopi untuk Vano.

"Itu kopinya udah selesai?" Tanya Hilda.

"Iya gw mau anterin ini dulu, nih mie instannya juga dah jadi," Selyn baru ingin pergi meninggalkan Hilda, namun Hilda langsung menghalanginya.

"Gak usah biar gw suruh o.b aja yang nganterin, tuh kebetulan banget ada satu o.b yang lewat," Hilda menujuk seorang laki laki yang memakai seragam o.b.

"Pak sini," panggil Hilda.

"Ada apa nona? Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya laki laki itu.

"Tolong antarkan ini ke ruang Mr.Vano ya," Hilda mengambil cangkir kopi yang sedang dipegang Selyn lalu memberikannya pada laki laki itu.

"Baik nona saya permisi dulu," melihat laki laki itu yang sudah pergi jauh, Hilda menarik Selyn untuk memakan mie instan mereka yang sudah jadi.

"Makannya pelan pelan kali Hil gw gak minta kok," peringat Selyn saat melihat cara makan Hilda yang seperti orang tidak pernah makan 3 tahun.

"Laper gw, dari pagi belum sarapan," Hilda cengengesan.

Selyn menggelengkan kepalanya, dan lanjut memakan mie instan miliknya. Begitupun Hilda yang juga melanjutkannya dengan sangat khidmat.

Sementara di lain ruangan Vano yang sedang berkutat dengan berbagai dokumen diganggu dengan suara ketukan pintu.

Tok tok tok 

"Masuk," titahnya.

"Permisi Mr saya mengantar kopi yang diberikan oleh nona Hilda," ucap o.b yang tadi di suruh oleh Hilda.

"Letakan di sini," titah Vano.

O.b itu menurut dan meletakan cakir itu di tempat yang sudah di tunjuk Vano tadi, setelah meletakkannya o.b itu segera pamit pergi dari ruangan Vano. Meninggalkan Vano yang kebingungan, kenapa Hilda membuatkannya kopi aneh batinnya.

Namun tiba tiba satu nama terlintas dipikirannya, Selyn ia baru ingat kalau dia tadi menyuruh Selyn untuk membuatkannya kopi. Apa jangan jangan itu kopi yang tadi ia suruh buatkan, tapi Selyn sedang makan siang jadi dia menyuruh orang lain mengantarkannya.

"Mengerti," guman Vano lirih disertai senyum.

Kenapa senyum? Ia bertanya-tanya dalam hati kenapa ia tersenyum barusan. Vano memijat pelipisnya, kenapa dia jadi seperti ini padahal biasanya gak kayak gini aneh.

"Very confusing," gumannya pelan.

                                ***

Drrrttttttttttt Drrrttttttttttt

Telepon yang ada di ruangan Selyn berdering, Selyn yang sedang mempersiapkan berkas berkas untuk rapat pun segera meninggalkan berkas berkas itu dan mengangkat telefon itu. Di ruangan Selyn ini ada tiga telefon yang satu khusus untuk para karyawan yang akan menghubungi sekretaris, yang satu khusus untuk CEO yang akan menghubungi sekertaris,yang satu khusus untuk orang luar perusahaan yang menghubungi perusahaan mereka.

"Selamat siang dengan H'Z COMPANY ada yang bisa dibantu?" Ucap Selyn dengan nada yang sangat ramah.

"Baik Mr. Alden akan saya sampaikan pada Mr. Vano segera," Selyn tersenyum dan mengucapkan sama-sama untuk mengakhiri panggilan tersebut. 

Ia mengambil tas dan berkas berkas yang sudah ia siapkan untuk rapat setelah ini, lalu segera keluar dari ruangannya.

"Sudah kamu bawa semua berkas berkasnya?" Tanya Vano saat melihat Selyn yang baru saja keluar dari ruangannya.

Dia dari tadi memang sudah keluar dari ruangannya, namun karna Selyn yang belum keluar juga akhirnya dia menunggu di sofa tunggu yang ada di samping ruangan Selyn. 

"Sudah Mr," jawab Selyn,"Mr tadi ada orang bernama Mr. Alden yang menghubungiku, dan dia bilang aku harus menyampaikan padamu bahwa hari ini kau harus pulang."

Selyn menatap Vano yang raut wajahnya berubah, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Padahal Selyn tak berucap aneh aneh dia hanya menyampaikan apa yang di beritahukan apa dia salah, dia rasa tidak.

"Maaf Mr apa ada masalah?" Tanya Selyn. 

Namun tanpa menjawab pertanyaan dari Selyn, Vano langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Selyn sendiri, apa ada yang salah? Batin Selyn bertanya tanya. Namun karena tak ingin berfikir terlalu panjang Selyn langsung menyusul Vano yang sudah turun duluan menggunakan lift khusus.

                              ***

*Cafe Racer*

Selyn, Faro,dan Vano sudah selesai meeting, namun mereka bertiga masih berada di cafe itu untuk membahas pekerjaan.  Lebih tepatnya hanya Faro dan Vano yang berbicara dan Selyn hanya menyimak karena dia tak mengerti ap yang sedang dua laki laki itu bicarakan.

"Selyn kau pulang bersama siapa?" Tanya Fero.

"Sendiri Mr," jawab Selyn.

"Bagaimana kalau Vano yang mengantarkanmu, apa kau mau?" Tanya Fero.

Uhuk uhuk 

Ekhem hem hem

Vano yang sedang minum sampai tersedak karena mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Fero. Sementara Selyn dia langsung berdehem untuk menghilangkan sesuatu rasa yang bergejolak pada dirinya.

"Sepertinya tidak perlu Mr saya bisa sendiri," Selyn tersenyum sangat manis, membuat dua laki laki didepannya terdiam membeku.

Inget Fero udah punya Hilda, gak bolej maruk. Kan lo udah punya rencana lain buat Selyn batin Fero menyadarkan dirinya.

Sialan cantiknya bertambah batin Vano tak terima.

"Karna ini sudah waktunya saya pulang, saya permisi Mr.Fero, Mr.Vano," pamit Selyn.

"Ya," jawab Fero dan Vano bersamaan.

Selyn mengambil tasnya lalu segera pergi dari cafe tersebut, meninggalkan dua laki laki itu disana.

"Alden menghubungi Selyn tadi, bener kan?" Tanya Fero saat Selyn sudah benar benar pergi.

"Hmm," Vano hanya berdehem sebagai jawaban. 

"Gw rasa lo harus pulang Van walau cuma sekali, bukan apa apa gw cuma kasian sama si Selyn dia masih baru dan gak tau apa apa. Kasian kalo dia harus ngadepin Alden yang setiap hari mencoba hubungin lo tapi lonta kagak mau," jelas Fero panjang kali lebar.

"Gw gak mau," jawab Vano singkat, padat, dan jelas, "Lagian lo kenapa peduli banget sih sama sekertaris baru gw itu, lo suka sama dia? Inget lo punya Hilda."

"Sialan lo Van gw gak kek gitu ya, gw cuma kasian ama dia. Gw gak mau karier dia hancur cuma karena lo yang marah kalau dia kasih tau pesan dari Alden ke lo," Fero mendengus tak suka.

"Gw kira lo suka sama dia," Vano tersenyum miring.

"Bukan gw lo kali yang suk sama dia ya kan," Fero menaik turunkan alisnya.

"Kalo sekarang belum, gak tau nanti," guman Vano lirih.

"Apa? Lo ngomong apa barusan," tanya Fero yang seperti mendengar Vano bicara.

"Bukan apa apa lupain aja, gimana sama proyek yang kita garap baru baru ini?" Tanya Vano mengalihkan pembicaraan.

"Aman semua gw dah atur, dan kedatangan Selyn juga cukup membantu. Gw gak salah pilih kan buktinya tadi mereka langsung setuju ama saran sekertaris baru lo itu," Fero berucap membanggakan diri.

"Lumayan," Vano tersenyum tipis saat mendengar nama Selyn kembali disebut.

"Wah Van lo senyum ini rekor tau, walaupun senyum lo barusan cuma setipis  kertas transparan tapi tetep ini rekor," heboh Fero yang tak sengaja melihat Vano tersenyum.

"Lebay," Vano memutar bola matanya malas.

"Loh lo mau kemana?" Tanya Fero saat melihat Vano beranjak berdiri.

"Pulang," jawab Vano pendek.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status