"A-aku di bawah umur," gugup Gaia, cepat-cepat memalingkan wajah saat wajah Kaysan semakin mendekat ke arah wajahnya.
Gaia sangat grogi, pria ini menggendongnya lalu membaringkannya di atas ranjang. Kaysan sudah tidak mengenakan baju–topless, dan dia semakin takut diapa-apain oleh pria ini. "Cih." Kaysan berdecih geli, membelai lembut pipi Gaia kemudian menghapit dagu istrinya–menarik lembut agar Gaia menatapnya. "Kau sudah legal untuk kumiliki, Ailov," ucap Kaysan dengan nada berat dan serak. Gaia meneguk saliva secara gugup, menatap suaminya dengan raut muka kaku dan tegang. "Pokoknya aku tidak mau. Ja-jangan sentuh aku sebelum aku kembali me-mengingatmu," ucap Gaia cepat, berharap setelah mengatakan hal itu Kaysan mengurungkan niat untuk menyentuhnya. Namun, sayangnya harapannya tersebut tidak terkabul. Meskipun sudah mengatakan hal itu, pria ini tetap menciumnya. Bibir Kaysan mendarat di atas bibirnya, membuat Gaia benar-benar syok, tegang, dan panik secara bersamaan. Gaia memang sudah tahu kalau pria ini adalah suaminya dan dia seorang perempuan berusia 25 tahun–sudah menikah. Hal seperti ini seharusnya wajar ia dan suaminya lakukan. Namun, Gaia merasa kalau dia masih gadis remaja berusia 16 tahun, dan hal-hal seperti ini baginya sangat terlarang. Tetapi mengingat dia dicium pria ini dan dia merasa sangat risih, Gaia menjadi bertanya-tanya bagaimana dulu caranya hamil jika disentuh suaminya saja dia merinding disko dan ingin pindah alam begini? Tubuh Gaia semakin mematung saat Kaysan yang masih menciumnya mencoba melepas pakaian yang Gaia kenakan. Otak Gaia menyuruhnya berteriak karena merasa bahwa apa yang Kaysan lakukan padanya adalah salah. Namun, hatinya terus meyakinkan kalau pria ini adalah suaminya dan sah-sah saja Kaysan menyentuhnya. Derrrrrt' Suara handphone tiba-tiba terdengar, membuat Kaysan menghentikan aktivitasnya. Kaysan mengusap pucuk kepala Gaia, senyum tipis pada istrinya lalu meraih handphone di atas nakas. Gaia buru-buru duduk, merapikan pakaiannya lalu menatap Kaysan yang sedang berbicara dengan seseorang lewat telepon. 'Haaaah … hampir saja tadi aku ….' batin Gaia, masih mengamati suaminya yang sedang mengangkat telepon. Gaia tiba-tiba mengerutkan kening, merasa aneh dan cukup takut melihat ekspresi suaminya. Wajah Kaysan terlihat marah, tatapannya tajam dan sorot matanya gelap. Ada aura mengerikan juga yang ia rasakan dari sosok ini. Gaia meneguk saliva secara kasar, merasa kalau pria ini sangat berbeda. Ketakutan dan kegugupannya semakin menjadi-jadi saat Kaysan tiba-tiba menoleh padanya. Gaia tersentak dan panik saat mata tajam itu memandangnya. Namun, aneh! Tiba-tiba saja wajah dingin dan sorot mata gelap itu langsung hilang. Wajah suaminya kembali ramah, bahkan ada senyuman kecil yang manis–terukir padanya. Kaysan yang masih bertelponan, mendekatinya. Pria itu berdiri tepat di depannya. "Tak ada yang bisa mengaturku. Termasuk kau," ucap Kaysan pada seseorang yang menghubunginya, nadanya marah akan tetapi tatapannya lembut pada istrinya. Dia mengusap pucuk kepala Gaia, lalu tangannya yang ada di pucuk kepala Gaia turun ke dagu. Dia menghapit dagu perempuan itu lalu membungkuk, mencium bibir istrinya secara lembut dan ringan. Hanya sekilas. "Humm." Kaysan berdehem pada seseorang yang menghubunginya, setelah itu dia mematikan sambungan telepon. Kaysan meletakkan handphone di atas meja nakas, menoleh ke atas Gaia kemudian kembali mencium singkat bibir istrinya. "Aku akan pergi ke rumah Robert. Kau tidak apa-apa kutinggal sebentar, Ailov?" tanya Kaysan dengan nada yang benar-benar lembut, sangat sopan di pendengaran dan menenangkan di hati. Gaia menganggukkan kepala patuh, tersihir oleh suara suaminya yang terlalu nyaman di telinga dan kalbu. Saat pria itu mengenakan kemeja kembali, Gaia menyentuh bibirnya. Dia melakukannya karena dia tidak menyangka kalau tadi dia dan pria ini habis berciuman panas. Rasanya sangat mendebarkan dan membuat jantung tidak tenang. Tiba-tiba saja Kaysan menoleh padanya, membuat Gaia reflek menjauhkan tangan dari bibir–spontan menoleh ke sana kemari, bagai orang kebingungan dan tersesat. Melihat tingkah istrinya, Kaysan berdecih geli. Menggemaskan! Sama persis dengan Gaia saat baru-baru ia nikahi! *** Sekitar jam sembilan malam, Gaia memutuskan keluar kamar karena dia lapar. Kaysan sudah pergi sekitar sejam lebih, dan pria itu belum pulang. Gaia mencari-cari letak dapur, dan akhirnya dia menemukannya. Dia cukup terkejut karena melihat dua anak kecil sedang ada di depan lemari pendingin. Gaia memasuki dapur, membuat Nezha dan Naia menoleh panik padanya. "Ha-hai, adik-adik," sapa Gaia dengan kikuk. Dia tahu keduanya adalah putra-putrinya, akan tetapi dia sangat canggung bila memanggil keduanya 'anak. Naia mengerjapkan mata karena bingung. Adik? Dia menoleh ke arah kembarannya, di mana Nezha bersedekap di dada sambil menatap datar ke arah Gaia. "Kami anak-anakmu, bukan adikmu," dingin anak kecil itu, berusaha mengintimidasi perempuan cantik di depannya. Sejujurnya dia takut dimarahi oleh mommynya karena mereka ketahuan belum tidur dan ada di dapur. "O-ouh." Gaia ber 'oh ria, "kalian berdua lapar juga kah makanya ke sini?" tanya Gaia kemudian. Naia menganggukkan kepala dengan pelan. Sedangkan Nezha menutup lemari pendingin dengan cepat, dia berniat pergi dari sana akan tetapi terhalang saat mendengar ucapan mommynya. "Aku juga lapar," ujar Gaia dengan nada pelan, "apa di rumah kalian--" "Rumah kita, Mom," tegur Nezha sambil menatap datar ke arah mommynya. "Iya, rumah kita," ucap Gaia dengan wajah muram. 'Persis seperti Mas Kaysan. Dikit-dikit koreksi kalimat aku.' "Di rumah ini tak ada pelayan kah?" tanya Gaia kembali. "Ada, Mommy. Tapi jam segini mereka sudah tidur," jawab Naia dengan nada pelan, masih takut berbicara pada mommynya. "Cepat sekali! Dan … tidak ada makan malam juga kah?" tanya Gaia lagi, menoleh ke arah ruang makan yang dibatasi dengan mini bar. "Umm … kalau pelayan tahu Daddy pergi, mereka tidak akan menyiapkan makan malam, Mommy," jawab Naia ragu-ragu. "Loh, tapi kalian belum makan. Seharusnya mereka menyiapkan makan malam untuk kalian kan?" Gaia mengerutkan kening, merasa aneh dengan pelayan di rumah ini. Kedua anak itu hanya diam, tak mengatakan apa-apa dan hanya menatap Gaia dengan ekspresi murung. Gaia menggaruk pipi karena tak tega melihat ekspresi kedua anak ini. Pada akhirnya tanpa peduli lagi pada maid rumah yang sudah tidur, Gaia memutuskan untuk memasak. Dia memasak untuknya dan kedua anak-anaknya. Dia juga menyiapkan makanan untuk suaminya. Siapa tahu pria itu pulang dan belum makan. Setelah memasak, dia dan kedua anak kembarnya makan bersama. Kedua anaknya makan begitu lahap, dan Gaia sangat senang melihatnya. "Oh iya, Robert itu siapa?" tanya Gaia tiba-tiba, mengingat kalau suaminya pergi untuk menemui seseorang bernama Robert. "Kakek buyut," jawab Nezha dengan nada datar. Uhuk uhuk uhuk' Gaia yang saat itu tengah minum, reflek terbatuk-batuk. Hei, Robert itu kakek buyut anak-anaknya? Berarti Robert adalah kakek suaminya bukan? "Ini, Mommy," ucap Naia, dengan cepat menyerahkan segelas air putih pada mommynya. Gaia meraih cepat lalu memimun habis air putih tersebut. Setelahnya, dia menatap kedua anak kembarnya dengan raut muka serius. "Berarti Robert itu kakek Mas-- Kakek Daddy yah? Tapi kok Daddy hanya panggil nama ke kakeknya? Daddy kalian bertengkar yah dengan Kakek Robert?" "Humm." Nezha hanya berdehem sebagai jawaban. Dia sangat senang karena mommynya memasak untuknya dan banyak bicara padanya dan Naia. Hanya saja, dia gugup! "Gara-gara apa?" tanya Gaia kembali. "Sebab Kakek buyut ingin Daddy menceraikan Mommy," jawab Nezha lagi. Gluk' Gaia langsung meneguk saliva secara kasar. Ais, ternyata alasannya karena dia. Gaia seketika itu juga langsung diam, memilih makan dengan ekspresi muram. Hah, pantas saja yang menjemputnya ke rumah orang tuanya hanya suami dan anak-anaknya saja. Ternyata keluarga suaminya tidak suka padanya. Apa penyebabnya karena sebelum dia lupa ingatan, dia berselingkuh dan sangat jahat seperti yang dikatakan tantenya? Tiba-tiba saja tangan kecil dan mungil menyentuh punggung tangan Gaia, membuat Gaia menoleh ke arah pemilik tangan mungil tersebut. "Tenang saja, Mommy. Daddy sangat mencintai Mommy dan Daddy tidak akan menceraikan Mommy."Selamat membaca dan semoga suka, MyRe kesayangan CaCi. Jangan lupa untuk dukung novel kita dengan cara vote gems, hadiah, dan ulasan manis. Sehat selalu buat kalian semua, dan semangat dalam menjalani hari-hari yah ... IG:@deasta18
"Mommy menyiapkan sarapan," ucap Naia pelan, mengintip di balik tembok bersama dengan kakak kembarnya–Nezha. "Mommy sangat berbeda yah, Za," ucapannya kemudian pada Nezha, menatap kembarannya tersebut dengan ekspresi senang. "Humm." Nezha berdehem singkat, "Yaya suka Mommy yang sekarang?" tanyanya kemudian, menoleh ke dapur lalu kembali menatap saudara kembarnya. Dengan semangat Naia menganggukkan kepala. "Yaya suka sekali pada Mommy yang sekarang. Tapi sejak dulu Yaya sayang Mommy. Cuma … sekarang lebih sayang karena Mommy lucu dan baik. Mommy mau dekat-dekat dengan kita."Nezha menganggukkan kepala. "Ayo, Mommy datang." Dia menggenggam tangan kembarannya kemudian menarik Naia dari sana. "Kalau Za, suka Mommy yang sekarang atau Mommy yang dulu?" tanya Naia, berjalan beriringan dengan Nezha–menuju ruang makan. "Suka Mommy dalam versi apapun," jawab Nezha santai. Setelah di ruang makan, dia menarik kursi lalu mempersilahkan Naia untuk duduk di kursi tersebut. Setelahnya, dia menar
Selesai makan malam, Kaysan benar-benar mengurus para maid bagian dapur. Di sisi lain, Gaia ke ruang belajar putra putrinya, di mana Nezha dan Naia sedang ada di sana. Ruang belajar Nezha dan Naia ada di antara kamar keduanya. Ruang belajar tersebut terhubung ke kamar Nezha dan Naia–ada pintu penghubung ke masing-masing kamar anak-anaknya. "Mommy," sapa Naia dengan nada pelan dan ragu-ragu. Dia senyum akan tetapi sangat tipis. Naia sangat antusias melihat mommynya datang ke ruang belajar ini, akan tetapi dia juga ragu menunjukkan rasa antusias itu karena dia dan mommynya sebelumnya tak dekat. "Kalian lagi belajar yah?" tanya Gaia sambil duduk di kursi kosong, satu meja dengan Nezha dan Naia. Naia menganggukkan kepala secara antusias. Akan tetapi melihat buku gambarnya terbuka, dia buru-buru menutupnya. Dulu, mommynya pernah merobek buku gambarnya. Tapi dia tidak membenci mommynya. Dia menganggap mommynya merobek buku gambarnya karena mommynya menyayanginya. Bagi Naia, sej
"Kau sudah bangun, Sweetheart?" basa-basi Kaysan, senyum tipis pada perempuan manis dan cantik–miliknya. "Aku tidak mau pulang denganmu, kenapa kamu tetap membawaku pulang?!" pekik Gaia marah, menetap kesal pada Kaysan. Senyuman manis di bibir pria itu tiba-tiba saja lenyap, wajah angle-nya juga mendadak hilang. Tiba-tiba ekspresi Kaysan berubah dingin, tatapannya tajam dan bibirnya hanya membentuk garis horizontal. Dia berjalan cepat ke arah Gaia yang masih duduk di atas ranjang, membuat Gaia sangat panik dan ketakutan. "Kau kira kau masih milik orang tuamu, Gaia Kaysan Smith?!" Kaysan mencondongkan tubuhnya ke arah Gaia, satu tangannya mencengkeram pipi Gaia dan satu lagi berada di saku celana, "kau perempuan yang sudah menikah, kau harus tinggal dengan suamimu karena--" Kaysan semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Gaia, di mana tangannya yang mencengkeram pipi Gaia pindah ke belakang kepala perempuan itu. Dia mencium bibir Gaia sekilas, lalu kembali melanjutkan ucapannya, "
Bug' Gaia terus berlari karena masih di kejar oleh mamanya, konsentrasinya pecah akibat panik. Hingga pada akhirnya dia menabrak seseorang, membuat tubuh Gaia terhuyung dan hampir terjatuh. Namun, seseorang yang ia tabrak dengan cepat menangkap tubuhnya sehingga dia tak jauh keras ke lantai. Deg' Mata Gaia membelalak kaget ketika melihat sosok yang menangkap dan menahan tubuhnya. Jantungnya langsung berdebar kencang dan wajahnya seketika pucat pasi. Pria ini adalah pria yang memarahinya tadi pagi, dan sekaligus orang yang Gaia ingin hindari. Ke-kenapa pria tampan ini ada di sini? Apa dia tahu Gaia pulang ke rumah orang tuanya oleh sebab itu dia datang untuk menjemput Gaia? Tidak! Gaia tak mau pulang dengan orang galak ini! Sikap manisnya hanya palsu. "Kau tak apa-apa, Sweetheart?" tanya Kaysan, menarik tubuh Gaia sehingga perempuan itu berakhir dalam dekapannya. Gaia buru-buru mendorong dada bidang Kaysan. Tanpa menjawab perkataan pria itu, Gaia pergi dari sana. Nam
"Hei, mulutmu yah! Pantas kamu ngomong begitu ke Nyonya, Heh? Nanti giliran kupecat, nangis!" ketus Gaia pada maid yang menegurnya dengan tidak sopan tersebut. Maid tersebut terlihat terkejut. Bukan hanya dia, melainkan maid lainnya yang ada di sana juga ikut kaget. 'Kenapa Gaia berani padaku? Sebelumya dia takut padaku karena aku ini kepala pelayan di dapur dan merupakan utusan Nyonya Viviana, Tante Tuan Kaysan.' batin maid tersebut, menatap Gaia secara lekat. Ah, dia hampir lupa jika perempuan ini sedang lupa ingatan. Mungkin itu yang membuat Gaia berani padanya. Tapi, dia yakin sekali dia bisa kembali menundukkan Gaia dengan cara cukup menggertaknya saja. Yah, Gaia ini lemah! "Memecatku? Memangnya kamu bisa, Heh? Aku ini kepala maid di dapur dan merupakan utusan Nyonya Basar Viviana. Kamu sama sekali tidak bisa memecatku!" angkuh maid tersebut pada Gaia. "Nyeme nyeme nyeme nyeme!" Gaia menyeru dengan mengejek, menatap julid dan nyinyir pada maid tersebut. "Mau kamu kepala m
'Aku sudah tidak tahan menjadi istrimu, aku ingin cerai, Mas Kaysan. Aku ingin lepas! Biarkan aku bahagia dengan kekasihku!' 'Baik, kita akan bercerai. Tetapi tunggu setelah usia putra-putri kita 7 tahun. Jika sekarang– mereka terlalu kecil untuk merasakan kehilangan mommy mereka.' Kening seorang perempuan yang sedang tidur terlihat mengerut. Dia merasa tak nyaman dan terusik oleh mimpi yang menurutnya menyeramkan. Hingga akhirnya kelopak mata perempuan itu terbuka lebar. Gaia menghela napas panjang, segera mengambil posisi duduk. Dia memijat kening, menunduk lalu menatap tangannya yang terlihat tremor. Mimpi itu-- adalah dia yang sedang membawa selingkuhnya di hadapan Kaysan, di mana dia meminta bercerai pada suaminya karena ingin menikah dengan kekasihnya. "Kenapa aku sangat jahat dalam mimpiku?" gumam Gaia, tangannya masih tremor dan jantungnya masih berdebar kencang. Ceklek' Suara decitan pintu terdengar, Gaia menoleh ke arah sana untuk sekadar memastikan. Namun, dia buru-