Share

Bab 8

Author: RENA ARIANA
last update Last Updated: 2022-10-19 12:08:38

Bab 8

"Mbak Niken sedot lemak?" tanya Mas Firman, memastikan ucapanku. Karena aku baru saja selesai cerita, tentang pengakuan Mbak Niken tadi.

"Iya katanya, Mas," ucapku. Mas Firman terlihat mencebikan mulutnya. Raut wajahnya, seolah tak percaya. Sama, sih, aku sendiri juga tak percaya. Ha ha ha.

"Kalau bisa sedot lemak, berarti banyak duit," ucap Mas Firman. 

"Itulah, tapi nyatanya Mas Andra utang duit ke sini untuk beli motor," balasku.

Mas Firman menyeruput kopinya. Aku sendiri, juga ikut menikmati teh manis. Dika aku lihat fokus dengan acara TV yang dia lihat.

"Biarlah, Dek! Kayak nggak ngerti lagunya Mbak Niken saja!" ucap Mas Firman, setelah meletakan gelas kopinya di atas meja.

"Iya, sih, Mas. Tapi kok segitunya banget, ingin diakui kaya!" ucapku. Mas Firman mengulas senyum.

"Biar saja! Yang penting kamu nggak," balas Mas Firman.

"Insyaallah, nggak Mas. Aku saja malu sendiri dengarnya!" ucapku. Mas Firman manggut-manggut. 

"Iya, Sayang! Buat pelajaran saja. Pelajaran hidup, bukan berarti dari pengalaman sendiri saja. Tapi, pengalaman orang sekitar, juga bisa dijadikan pelajaran," ucap Mas Firman. Gantian aku yang manggut-manggut.

"Iya, Mas," ucapku lirih. Lagi, aku lihat Mas Firman menghabiskan kopinya.

"Yok, istirahat! Mindah anak lanang dulu!" ajak dan ucap Mas Firman. Aku lihat dia beranjak. Kemudian mendekat ke arah Dika, yang ternyata sudah pulas di depan tv. Menggendong anak lanang ke kamar. 

Aku pun mengikuti Mas Firman ke kamar Dika. Membenahi selimut dan memasang kelambu. Biar nggak di gigit nyamuk. Karena nyamuk di rumahku ini lumayan juga. Kalau nggak pakai kelambu, pasti nggak nyenyak tidurnya.

"Yok!" ajak Mas Firman, setelah aku selesai membenahi kelambu kamar Dika.

"Yok?" aku mengulang kata itu. Mas Firman, memainkan alisnya. 

"Ayok! Buat adik untuk Dika!" ucap Mas Firman, dengan gaya main-mainnya.

"Ish ... apaan, sih!" ucapku malu-malu. Bibir ini juga senyum-senyum nggak jelas.

Hulala ... walau udah nikah lama, tapi tetap saja malu-malu gimanaaa gitu, kalau urusan seperti itu. Kayak masih pengantin baru saja. Ha ha ha. Lebay jummmm ....

"Ayoklah!" ajak Mas Firman, seraya menarik tanganku manja. 

Seeerr ... hati ini berdesir. Aku pasrah. Yoklah, melakukan kewajiban. Hua ha ha. 

************

Pagi ini, setelah keramas dan selesai sholat subuh, aku segera masak. Anak lanang udah bangun juga. Tapi, masih belum beranjak. Karena suasana juga dingin. 

Mas Firman juga sudah selesai kramas, dia sedang duduk-duduk santai sambil menikmati kopinya. 

"Ma!" ucap Dika. Aku segera menoleh.

"Iya, Sayang!" balasku. Aku lihat Dika segera berlalu, menuju ke kamar mandi. 

Seperti itulah Dika. Bangun tidur hanya manggil saja. Tak ingin apa-apa. Seolah belum puas kalau belum memanggil mamanya. 

"Dingin, Ma!" ucap Dika setelah keluar dari kamar mandi.

"Iya, itu susu kamu. Segera diminum, mumpung masih panas!" titahku.

"Iya, Ma!" balas Dika. Aku lihat, anak lanang segera berlalu, menuju mendekat ke arah susu yang sudah aku persiapkan.

Dika meneguk susu coklat kesukaannya, hingga habis setengah. Aku hanya mengulas senyum melihat anak lanang.

"Ngapainlah, Mas Zaki pagi-pagi ke sini?!" tanya Dika. Aku mengerutkan kening. Memandang ke arah Dika memandang.

Ya, benar! Ternyata Zaki sudah ada di rumah kami. Nada suara anak lanang, seolah tak suka kakak sepupunya datang. 

"Jaketku baru!" ucap Zaki. Owalah, dia mau pamer. Dika menatap jaket milik Zaki. Memang baru jaket keponakan itu. Warnanya pink. Aku lihat Dika malah mencebikan mulutnya.

"Aku nggak suka. Warnanya pink, masa' jagoan pakai pink, kan lucuuuu ...." balas Dika.

Aku hanya bisa meneguk ludah. Padahal aku tak pernah mengajari.

"Bagus kok! Mamaku yang belikan!" sungut Zaki. Seolah kesal dengan ucapan Dika barusan.

"Harusnya ayah kamu yang beliin. Jadi bagus. Masa' cowok pakai pink?" balas Dika lagi. Seolah sengaja meledek kakak sepupunya itu.

Dika memang seperti itu. Untung hati dia tak panasan. Walau Zaki selalu pamer kalau ada barang dia yang baru. Tapi, Dika tak pernah panas.

Sebaliknya. Kalau Dika punya barang yang baru, Zaki selalu panas. Dan harus minta dibelikan seperti apa, yang Dika punya. Dan harus segera, nggak bisa ditunda.

Yah, Mbak Niken saja juga seperti itu. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, itu benar adanya. Contohnya di depan mata, ya, Mbak Niken dan anaknya itu.

"Ayahku repot! Tapi ini bagus kok. Kamu kan nggak punya jaket warna pink!" ucap Zaki.

"Halah ... nggak mau aku. Jagoan kok pakai pink!" Dika kekeuh dengan pendapatnya.

Bagus, Sayang! Setidaknya dia walau masih kecil sudah punya prinsip. Nggak gampang terseret ikut arus yang datang menghampiri.

"Pokoknya ini bagus! Kamu nggak punya!" sungut Zaki lantang. Aku sedikit terkejut. Ya Allah, masa' sepagi ini harus ada suara tangis, karena perbedaan pendapat anak-anak?

"Zaki! Sayang! Kamu pulang saja, ya! Dek Dika memang nggak punya pink! Jaketmu bagus, kok!" ucapku. Seraya mengelus pundaknya.

"Makanya di beliin dong, Bulek! Biar punya!" ucap Zaki.

"Nggak! Aku nggak suka pink!" ucap Dika lagi.

Ya Allah, Dika ini seolah meledek kakaknya. Seolah dia tahu, kelemahan Zaki. Jadi, bisa di ledekin hingga puas. Hingga Zaki nangis.

"Dika! Nggak boleh kayak gitu!" ucapku, seraya mata ini sedikit mendelik.

Tapi, Dika kalau aku yang mendelik, dia nggak akan takut. Tapi, kalau ayahnya, yang mendelik, dia langsung mengkerut.

"Jagoan kok pakai pink! Ha ha ha," ledek Dika seraya berlalu mendekati ayahnya. 

Aku lihat mata Zaki sudah memerah. Air mata tinggal jatuhnya saja.

"Jangan dengerin omongan Dek Dika, ya! Jaket kamu bagus!" ucapku menenangkan hati keponakan.

Zaki berlalu dengan cepat! Tanpa pamit dia berlalu pulang.

Aku hanya bisa mendesah sejenak plus geleng-geleng kepala. Ya Allah, dasar anak kecil. Semoga saja Zaki nggak ngadu ke mamanya.

********* 

Mas Firman sudah berangkat kerja. Aku nyapu teras rumah. Dika sudah main entah kemana. Biasanya main ke sama cucu Mak Giyem. 

Sudah menjadi kebiasaan juga, tiap nyapu depan rumah, mata ini selalu mengarah ke arah rumah Mbak Niken.

Aku lihat motor Mas Andra ada di rumah. Apa dia nggak kerja? Dan mata ini juga melihat ada pikc up terparkir, di halaman rumah mereka.

Apa mereka sudah beli sesuatu yang baru? Emmm, entahlah.

Selesai nyapu, mata ini risih melihat banyak rumput di halaman. Akhirnya sekalian aku bersihkan. Agar halaman rumah sedap di pandang mata. 

Tak berselang lama, aku lihat motor Mas Andra, dinaikan ke pick up yang ada di halaman rumah mereka. Aku terus membersihkan rumput. Tapi, mata ini sesekali menoleh ke arah halaman rumah Mas Andra. 

Loh? Kok, motor Mas Andra di naikan ke pick up? Di jualkah? Atau di tarik dealer? Tapi, setahuku dulu mereka beli kontan kok.

Ada apa ini? Katanya mau nambah motor baru? Tapi, kok, motor lama di ambil orang dengan pick up?

Yang keluar hanya Mas Andra. Menyaksikan motornya dinaikan ke pick up. Mbak Niken tak terlihat batang hidunya sama sekali. 

Orang yang ingin diakui kaya, ada apa? Aih, nggak usah kepo lah ya! Ha ha ha.

*******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 66

    Part 66POV ANDRAApa yang aku bilang, kedatangan Mertua semakin membuat hati ini sesak. Gimana nggak sesak? Dia itu sudah minjam dua juta, aku di suruh ganti katanya, tapi travel nggak mau bayar.Itu artinya, dia menyayangkan uang dua juta itu. Semua dia bebankan ke aku. Ya Allah ... mungkin Ibu terlalu di 'lulu' sama Niken dulu itu. Berapapun jumlah nominal yang ibunya mau, selalu Niken turuti, bagaimanapun caranya.Ingin pecah rasanya kepala ini. Emosi luar biasa. Ingin aku terkam perempuan paruh baya bergelar mertuaku itu.Dulu, saat aku masih berduit, tak seperti inilah, rasa kesalku padanya. Karena Niken sendiri juga selalu menutupi sifat yang kurang pas ibunya itu. Sehingga aku gampang juga di perdaya."Ibu bayar saja! Andra nggak ada uang!" ucapku. Ibu terlihat nyengir tak suka."Kok gitu, sih, Ndra? Ibu ini udah jauh-jauh datang ke sini! Cuma ongkos travel saja kamu masalahin? Kalau Ibu punya uang, Ibu nggak minta kamu bayari. Ibu ini memang punya uang, tapi kan uang pinjama

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 65

    Part 65POV ANDRA"Bu, Bapak," sapaku, saat aku sampai rumah sakit. Mata ini telah melihat kedatangan Bapak dan Ibu. Eka dan Dika juga.Mereka sering mendapatkan perlakuan tak enak dari Niken. Tapi, mereka tetap saja perhatian. Sedangkan keluarga Niken? Seolah menganggap penyakit Niken hanya penyakit sepele. Dan segera sembuh dengan sekali berobat."Ndra," balas Bapak. Aku lihat Ibu diam. Seolah terpaksa datang ke sini. Mungkin Bapak atau Eka yang memaksa. Aku mengulas senyum. Kemudian mencium punggung tangan Bapak dan Ibu. Aku merasakan ada yang berbeda dengan Ibu. Ibu seolah bersikap dingin denganku. Kutarik napas ini. Menghembuskannya perlahan. Menata hati yang terasa bergemuruh hebat.Ibu biasanya orang yang paling care denganku. Tapi semenjak kejadian Niken secara halus mengusir itu, kurasakan Ibu berbeda.Bapak pun juga berbeda. Tapi seolah masih ia tutupi. Eka pun sama. Tapi, seolah mereka masih menutupi. Mungkin tak enak hati denganku. "Ibu ke sini hanya untuk Zaki! Bukan u

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 64

    PART 64POV ANDRAAku lihat kening Adista melipat, saat aku mengutarakan isi hati untuk meminjam uang. Apakah aku tidak malu? Sungguh aku malu luar biasa. Tapi di tempat yang baru seperti ini, aku mau minjam ke siapa? Hanya Adista dalam pikiranku. Dan menahan rasa malu.Wito? Ah, aku juga tahu kondisi dia. Mau minjam ke toke pasir pun aku tak berani. Karena belum lama kenal juga.Mau minjam Firman, aku juga tak berani. Karena uang dia dulu pernah aku pinjam, dan sampai sekarang belum aku kembalikan.Dulu aku memang punya uang, tapi setiap aku berpikir untuk mengembalikan, selalu didahului Niken untuk belanja baju dan lain sebagainya.Sungguh, entah kenapa aku dulu terlalu nurut dengan Niken. Selalu menuruti keinginannya walau diluar batas mampuku. Kini aku menyesal. Penyesalan memang selalu datang diakhir cerita. Kalau tahu akan seperti ini, tak akan aku mau menuruti, semua keinginan Niken kala itu.Aku lihat Adista masih terdiam. Kemudian merebahkan badannya di sandaran sofa. Entah

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 63

    PART 63POV EKAKami segera berangkat ke tempat Mas Andra. Dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Mbak Niken memang menyebalkan. Tapi, kami masih punya hati nurani. Walau hati kesal luar biasa karena tingkah lakunya kala itu, tapi hati ini tak menaruh rasa dendam.Ibu akhirnya juga ikut menuju ke rumah Mas Andra. Karena aku yakin, mulut bisa berkata kasar dan tega, tapi isi hati berbeda. Tak ada orang tua yang tega kepada anaknya. Termasuk Ibu mertuaku."Ibu ke sana demi Andra dan Zaki dan Firman pun sudah terlanjur di sana. Juga karena paksaan kalian. Bukan karena Niken." ucap Ibu akhirnya. Walau nada suara itu terdengar berat dan terpaksa. Tapi, aku yakin Ibu memang ingin menemui anak dan menantunya.Pesan singkat yang dikirimkan Mas Firman, mengirimkan foto yang mana keadaan Mbak Niken semakin sekarat. Bahkan terlihat Mbak Niken dibawa ke rumah sakit sudah ditusuk infus. Mungkin Mas Firman yang memaksa membawa Mbak Niken ke rumah sakit. Ya Allah ... Engkau Maha Kaya. Aku yakin

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 62

    PART 62POV EKAKeadaan Mbak Niken dan Mas Andra benar adanya. Yang dikatakan Mak Giyem tak bohong. Aku telah telponan dengan Mas Firman. Dan sudah mendengar dari Mas Firman bagaimana keadaan mereka sekarang.Dan sekarang, kata Mas Firman kondisi Mbak Niken semakin kritis. Dia pingsan lagi.Jujur saja, ini membuat hatiku tak tenang. Bagaimana mau tenang, mendengar ceritanya saja, hati ini terasa tersayat. Walau aku tahu, dulu Mbak Niken memang sangat menyebalkan.Walau Mbak Niken dulu menyebalkan, tapi tak ada dendam didalam sini. Karena sejatinya Mbak Niken sudah di balas oleh Allah. Mbak Niken sudah mendapatkan karmanya. Ya, tak perlu dibalas, tapi karma memang nyata adanya. Cepat atau lambat.Aku mondar mandir layaknya setrikaan. Karena aku bingung sendiri. Sumpah aku bingung. Mau ke rumah Mertua, aku malas jalan kaki. Karena motor dibawa Mas Firman.Astaga ... kenapa aku tak menelpon Ibu saja? Dalam keadaan bingung, rasanya memang tak bisa berpikir tenang. Tak bisa berpikir jerni

  • INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR   Bab 61

    Part 61POV ANDRANiken sudah aku letakan didalam kamar. Kondisinya masih pingsan. Zaki menangis seolah ketakutan. Dalam kondisi seperti ini aku sangat amat kebingungan.Kuraih gawai. Kuutak atik dan sebenarnya tak tahu mau menelpon siapa. Karena pikiran terasa sangat amat kacau.Gawai terus aku scroll, sambil mikir pada siapa aku harus meminta tolong. Akhirnya mata ini tertuju pada nomor kontak Firman.Ya, reflek saja langsung menekan nomor Firman. Dan terhubung.Ya, dalam kondisi seperti ini, tetap lari ke saudara. Malu tak malu. Lebih tepatnya menahan malu.***********Akhirnya Firman bersedia untuk datang. Dan pagi ini, katanya dia sudah berangkat. Firman memang adik yang baik. Aku jadi menyesal dulu aku sering memperlakukan dia hal yang tak pantas antara kakak ke adik.Ya Allah ... karmaMu nyata adanya. Bahkan tak sampai ke anak cucu. Seolah langsung di balas tunai kepada diriku sendiri. Sungguh aku malu dengan perlakuanku dulu. Firman maafkan aku!Niken sudah sadar. Dia pingsan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status