Share

Bab 3

Author: Nanaz Bear
last update Huling Na-update: 2025-04-24 16:35:33

"Aku dengar kalau hari ini kamu bikin masalah lagi ya,Nara? Berapa kali harus kuingatakan kalau ibu punya darah tinggi? Seharusnya kamu bisa lebih jaga emosinya!"

Suara Bang Galih menyambut ku saat ia baru pulang kerja. Tanpa bertanya kabarku. Tanpa sekadar menanyakan bagaimana hariku berlalu. Ia langsung menuduh, langsung memarahiku. Aku tersenyum kecut. Aku tahu ini ulah Adel. Wanita itu memang hobi sekali memprovokasi suamiku hingga kami bertengkar.

"Apa Adel yang mengadu padamu tentang kejadian tadi siang?" tanyaku dengan nada pelan. Bang Galih tengah emosi. Kalau aku bicara dengan nada tinggi aku takut berujung dengan pertengkaran hebat yang melibatkan kedua orangtuanya juga. Aku lagi pasti yang disalahkan nanti.

"Enggak penting siapa yang ngadu. Toh kabar itu benar, kan?" jawab Bang Galih kemudian.

"Salah ya Bang kalau aku cuma ingin Adel menjauh darimu? Dia itu punya suami tapi kenapa setiap hari sibuk mengurusi suami orang?" ucapku dengan mata berkaca-kaca menahan semua emosi yang sudah lama ku pendam.

"Dia enggak akan sibuk ngurusi aku kalau kamu becus jadi istri!"

Jawaban itu menghantam perasaanku. Hatiku seolah remuk berkeping-keping.

"Aku bukannya enggak mau masakin kamu, Bang. Tapi kamu tahu sendiri, setiap aku masak tak ada yang mau menyentuh makananku termasuk kamu. Padahal Sofia bilang masakanku enak tapi tetap saja kalian tak mau memakannya. Lalu kenapa semua orang terus menyalahkanku seolah-olah aku ini pemalas, enggak berguna!"

Suamiku terdiam, aku pun melanjutkan ucapanku, "Aku selalu berusaha menjadi menantu yang baik. Aku bangun paling awal dan mengerjakan semua pekerjaan rumah kecuali memasak itupun aku punya alasan kuat kenapa aku tak melakukannya, tapi kenapa kalian tetap saja seenaknya bilang aku pemalas dan tak berguna!"

Bang Galih tiba-tiba menarik pergelangan tanganku dan menyeretku kedepan cermin.

"Kami pikir kami menyebutmu tak berguna cuma karena soal makanan dan pekerjaan rumah saja?" ucap Bang Galih kemudian melanjutkan kalimatnya, "Lihat dirimu!" katanya dingin. "Baru dua tahun menikah kenapa kamu kelihatan enggak menarik lagi?"

Aku menatap bayangan diri di cermin. Mata sembab, wajah berantakanm Ya aku memang sudah tak memperhatikan penampilanku. Tapi aku melakukannya bukan tanpa alasan. Aku takut dianggap boros kalau menggunakan uang suamiku untuk merawat diri. Aku takut makin di benci kalau tampak lebih cantik. Aku takut segalanya semakin buruk.

"Malam ini renungkan kesalahanmu. Aku enggak akan tidur di kamar sebelum kamu sadar dan meminta maaf pada ibuku dan Adel," ucap Bang Galih kemudian berbalik dan berjalan pergi.

Ku intip dia yang tengah menghempaskan  tubuhnya ke sofa di ruang keluarga, membiarkanku sendiri dalam kamar dan menanggung semua luka yang ia ciptakan.

Malam semakin larut. Jarum jam sudah menunjukan pukul dua. Aku tak bisa tidur. Rasa bersalah mulai merayapi dadaku. Aku bangkit perlahan dan melangkah ke ruang keluarga.

Bang Galih masih tidur di sofa. Wajahnya tertutup selimut. Aku terenyuh. Sesalah itukah aku? Apa aku benar-benar istri yang buruk?

Aku menghela nafas kemudian mendekat. Dengan hati-hati aku menggoyangkan bahunya.

"Bang, aku udah sadar. Aku bakal minta maaf ke Ibu dan Adel besok. Aku janji enggak akan menuduh Adel yang bukan-bukan lagi."

Aku berharap dengan meminta maaf pada ibu mertuaku dan Adel akan membuat hubunganku dan Bang Galih membaik meskipun aku yakin itu hanya bertahan sebentar karena Adel pastinya takan pernah membiarkan kami berdua akur dan hidup tenang.

"Kalau Bang Galih tak puas aku hanya minta maaf pada mereka, aku sanggup berlutut di depan keduanya. Apapun akan kulakukan asal Bang Galih berhenti marah lagi padaku. Jadi tolong pindah lagi ke kamar kita ya, Bang!"

Tak ada jawaban. Ia masih terlelap. Akupun menarik selimutnya perlahan. Namun seketika aku terperanjat.

Bukan Bang Galih.

Yang tidur di sofa ternyata adalah Rudy.

Bau alkohol menusuk hidungku. Aku hampir muntah mencium aroma minuman keras yang menyeruak dari napasnya.

Jika Rudy di sini lalu di mana Bang Galih?

Aku menelan ludah mencoba menyingkirkan pikiran buruk yang tiba-tiba menyeruak di benakku. Tidak. Tidak mungkin. Bang Galih tidak mungkin tidur di kamar Adel, kan? Mereka tak akan melakukan hal segila itu kan?

Langkahku gemetar saat menuju kamar Adel. Baru saja aku ingin mengetuk pintu, samar-samar kudengar suara Adel yang mengatakan hal begitu menjijikan.

"Bang Galih, terus, Bang... Ini yang aku suka darimu. Tampan, perkasa, dan..."

Dadaku terasa sesak. Napasku tercekat. Airmataku jatuh tanpa bisa ku bendung. Aku buru-buru menutup telinga tak sanggup mendengar kelanjutan kalimat Adel.

Jadi dugaanku selama ini benar. Bang Galih dan Adel punya hubungan terlarang. Pantas saja Bang Galih selalu mencari-cari kesalahanku. Ternyata ini alasannya.

Hatiku hancur.

Aku ingin berteriak, ingin menjerit sekencang-kencangnya. Tapi aku sadar aku tidak bisa hanya berdiam diri dan menjadi penonton dalam kisah menyedihkan ini.

Tanganku gemetar. Aku meraih handle pintu. Lalu, dengan satu tarikan keras pintu kamar itu terbuka lebar.

"Nara...?" 

Bang Galih terlonjak kaget. Ia segera menjauh dari Adel, sementara wanita itu hanya tersenyum puas seolah menikmati penderitaanku.

"Aku bisa jelasin, Nara. Ini cuma kesalahpahaman!" panik Bang Galih.

Kesalahpahaman?

Apa dia pikir aku bodoh?

Aku mengedarkan pandangan, mencari sesuatu. Lalu mataku menangkap tongkat baseball di dekat meja rias. Tanpa pikir panjang aku meraihnya.

"Nara, jangan gila!" teriak Bang Galih saat aku mengayunkan tongkat itu ke arahnya. Tapi aku tak peduli. Aku sudah terlalu muak.

Bang Galih berhasil menghindar, lalu dia mencoba merampas tongkat dari tanganku, tapi aku malah memukul lengannya hingga ia meringis kesakitan.

"Jadi sebenarnya perempuan inilah alasan kamu berubah kasar padaku, Bang? Pantas saja kamu selalu membela dan memujinya di depanku. Kurang apa aku jadi istrimu, Bang? Aku selalu mengalah dan meminta maaf untuk kesalahan yang sama sekali tak kubuat hanya demi menghindari pertengkaran denganmu. Tapi ini balasanmu?"

Aku kemudian beralih pada Adel, wanita yang telah menghancurkan rumah tanggaku. Aku ingin menghajarnya. Aku ingin membuatnya merasakan sakit yang kurasakan. Tapi Adel sigap menghindar dan tongkatku justru menghantam cermin besar di atas meja rias, menciptakan bunyi pecahan kaca yang memekakkan telinga.

Adel berteriak panik.

"Tolong...Tolong...Ibu...Ayah...Tolong...!"

Teriakannya membangunkan seluruh orang kecuali Rudy yang tengah tak sadarkan diri karena pengaruh alkohol.

Ayah mertuaku muncul lebih dulu, diikuti ibu mertuaku yang tampak terkejut melihat kekacauan ini.

"Nara, gila kamu! Kamu mau bunuh Adel?" bentak ayah mertuaku sambil merebut tongkat dari tanganku.

Aku meronta. "Kembalikan tongkat itu, Ayah! Wanita ini sudah berselingkuh dengan suamiku! Aku harus menghukumnya!"

Aku menangis, berusaha merebut kembali tongkat itu. Tapi sebelum sempat menyentuhnya, tiba-tiba...

BRAK!

Tubuhku terhempas keras ke dinding.

Sakit.

Perih.

Aku mengangkat kepala perlahan dan kulihat ibu mertuaku berdiri di depanku, menatap penuh kebencian.

"Pergi dari rumah ini, dasar perempuan sial!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 64

    Mobil melaju perlahan menyusuri kota yang di padati oleh kendaraan. Di dalam mobil tersebut, Nara duduk kaku di kursi penumpang. Matanya menatap kosong ke luar jendela. Hening menyelimuti keduanya, hanya sesekali terdengar suara mesin dan klakson dari luar.Erryl sempat beberapa kali melirik gelisah ke arah wanita di sampingnya, tapi wanita itu sama sekali tak menggubris, tetap membisu seperti patung.Dan akhirnya Erryl memberanikan diri memulai percakapan, meski dia tahu resiko tindakan nekadnya akan membuat Nara marah."Nar, aku ingin jujur. Sebenarnya selama ini kamu sudah di bohongi oleh Lusi. Aku sama sekali tidak--""Pak, bukankah Anda sudah berjanji tidak akan membahas hal di luar pekerjaan?" Potong Nara cepat. Suaranya datar namun penuh penekanan."Sampai kapan kamu akan seperti ini, Nar? Kalau kita terus menghindar, kamu akan terus salah paham padaku. Dan saat itu terjadi, orang yang paling diuntungkan adalah Lusi.""Salah paham?"Nara mendengus kecil."Jelas-jelas Anda dan L

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 63

    "Hey, kalian udah dengar belum. Katanya Pak Justin di jodohkan sama anak pemilik salah satu perusahaan besar di kota ini. Dan kabarnya mereka akan segera bertunangan!" ujar Dara memecah suasana pagi di kantor dengan suara nyaring yang sengaja di buat agar semua mendengar, terutama Nara.Nara ingin berpura-pura tak mendengar tapi jarak meja yang berdekatan membuat ucapan itu terasa menamparnya secara langsung."Ya, aku juga denger kok. Waduh, siap-siap ada yang patah hati nih!" timpal Lani sambil melirik ke arah Nara.Nara tetap diam. Tak ada senyum, tak ada bantahan. Hanya nafasnya yang mendadak berat."Rasain! Salah sendiri ngarep sama atasan. Dia pikir siapa dia? Pak Justin itu enggak akan mungkin jatuh cinta sama cewek kelas bawah. Ngaca makanya!" Lusi ikut membuka suara. Suaranya penuh racun. Kalimatnya sengaja di tembakan ke arah Nara seperti anak panah beracun yang siap menghancurkan sisa ketenangannya.Pandangan Nara langsung menusuk Lusi. Ia kenal baik wajah itu. Wajah seorang

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 62

    Tok...tok...!Sebuah ketukan terdengar jelas di pintu rumah Nara. Nara yang hampir terlelap sontak terbangun dengan dahi berkerut. Ia yakin, pintu gerbang sudah dikunci rapat. Lalu, bagaimana mungkin ada orang yang bisa sampai ke pintu rumah?Dengan langkah hati-hati dan nafas sedikit memburu Nara menggenggam sebilah pisau kecil untuk berjaga-jaga. Dalam hati ia mengumpat pelan siapa yang berani datang bertamu di jam selarut ini."Nara, buka pintunya cepat!"Suara berat dan terburu-buru terdengar dari balik pintu. Nara mengenal suara itu yakni suara Justin, atasannya."Nara tolong Nara, cepat buka pintunya!" seru Justin lagi sambil terus mengetuk pintu. Tanpa pikir panjang, Nara buru-buru membuka pintu.Begitu pintu terbuka Justin terbelalak. Matanya langsung tertuju pada benda tajam yang tergenggam di tangan Nara."Nara, ngapain kamu bawa pisau segala?" tanyanya kaget dan nyaris mundur selangkah."Aku kira yang ngetuk tadi orang jahat, Pak. Tengah malam begini ada yang mengetuk pintu

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 61

    "Ayah, aku enggak mau di jodohin. Aku udah punya seseorang yang aku sukai!" tegas Justin menatap ayahnya tanpa ragu.Ali menghela nafas panjang. Sorot matanya melirik tak nyaman ke arah Andika dan Zaskia. Meski ia tahu sejak awal bahwa Justin tidak pernah menyukai Zaskia tapi tetap saja ia merasa canggung karena anaknya terlalu berterus terang di depan keluarga calon besan."Pak Andika, mohon maaf. Bolehkah saya bicara secara pribadi dengan anak saya?" ucap Ali dengan nada sopan"Tentu saja kau harus bicara dengannya Pak Ali!" jawab Andika dengan nada dingin."Dan jangan lupa, ingatkan anakmu agar tidak berlaku tak sopan seperti tadi pada anakku. Kalau tidak, kau akan kehilangan kesempatan emas untuk mendapatkan investasi dariku. Kau paham maksudku, kan? Investasi ini bukan angka kecil. Perjodohan ini akan memguntungkan kedua pihak!"Ali menelan ludah, lalu mengangguk. "Baik, Pak Andika."Ia pun segera menarik lengan Justin lalu membawanya ke ruang keluarga agar bisa berbicara lebih l

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 60

    Hampir satu jam berlalu. Nara masih setia berdiri di depan restoran yang ia pilih untuk mentraktir Justin. Namun sayangnya Justin tak kunjung datang. Hatinya mulai di liputi rasa kesal. Ia pun segera mencoba menghubungi Justin. Namun sayangnya tidak satupun panggilannya di jawab oleh Justin."Tadi siang ngencem enggak boleh sampai enggak jadi. Tapi dia sendiri malah yang ngilang enggak jelas gini!" gumam Nara. Kesabarannya akhirnya runtuh. Ia merasa seperti orang bodoh yang sedang di permainkan. Dengan nafas berat dan hati kecewa ia memutuskan untuk pulang.Namun, saat melihat jam di ponselnya yang baru menunjukan pukul 19.30 malam, Nara mengurungkan niatnya untuk langsung kembali ke rumah. Ia tidak ingin kepergiannya malam ini menjadi sia-sia. Sebuah ide tiba-tiba terlintas. Ia ingin menemui Sofia untuk menanyakan sesuatu. Ada rasa penasaran yang sejak siang tadi mengusik pikirannya. Itu tentang Surti, mantan ibu mertuanya yang tiba-tiba muncul dan membuatnya terlambat menemui klien

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 59

    "Sekarang kamu kembali ke ruang kerjamu. Ingat, masalah tadi jangan kamu pusingkan lagi. Aku akan lapor ke Abang sepupuku dan bertanggungjawab penuh!" ucap Justin begitu mereka kembali ke kantor. Nara menunduk merasa bersalah. "Tapi saya rasa saya juga harus menghadap ke Pak Erryl untuk ikut bertanggungjawab, Pak. Biar bagaimanapun, semua salah saya. Kalau bukan karena mantan ibu mertua saya mengacau, ini tidak akan terjadi!" ucap Nara. "Kamu enggak boleh bilang apa-apa, Nara! Jika sampai abang sepupuku tahu soal tadi, dia akan mencari orang-orang yang tadi mengganggumu dan menghajarnya tanpa ampun. Kamu mau keadaannya makin rumit jika itu terjadi?" "Tapi, pak--" "Percaya padaku, Nara. Dia bisa berbuat lebih gila dariku jika sudah merasa orang yang ingin dia lindungi di ganggu. Ini demi kebaikan semua pihak." ucap Justin penuh kekhawatiran. Nara menghela nafas dalam. Wajahnya terlihat lelah dan penuh tekanan. Ia tahu ucapan Justin ada benarnya juga, namun membiarkan seseorang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status