MIB-12
Azkio terkesan galak kalau sudah cemburu. Dia belum mengakui rasa, tetapi sikap dan keputusannya posesif. Apa lelaki memang egois?“Dia … Maling.”“Maling? Maksud kamu pencuri. Apa yang dia curi?”Hati. Ya, dia telah mencuri hatiku dulu dan mungkin sampai saat ini. Zivanka hanya mengucapkannya dalam hati.“Bukan. Namanya Malingga Dwiputra."“Siapanya kamu?” Azkio terdengar menyelidik.“Teman sepermainan.” Zivanka menjawab asal.“Di mana ada dia, ada kamu?” terka Azkio over curiga.“Iya, dia sangat manis juga baik hati.” Zivanka menjawab seperti sebaris lagu.“TTM.” Azkio menyimpulkan dengan nada ketus.Wah, curiga ini othornya tumbuh pada masa lagunya hits.Sadar mimik Azkio menakutkan, Zivanka segera membantah, “bukan. Hanya friendzone.”“Sama saja.”“Beda. Kalau fiendzone itu hanya salah satunya yang naksir.”“Lalu, siapa yang naksir?” AzkioMenit kemudian Zivanka bisa menguasai diri untuk tampil kalem.“Pengantin baru, ya?” tanya seorang ibu yang mungkin baper melihat keromantisan mereka.“Tahu saja si Ibu,” sahut Zivanka.“Saya dan suami juga dulu seperti kalian. Kami keliling supermarket tanpa kenal lelah. Apapun yang saya mau, pasti dia belikan.” Si ibu berujar sambil mengenang.“Oh, iya,” tanggap Zivanka lagi.“Tapi ….” Si ibu tiba-tiba terisak, “itu dulu, dulu sekali. Sebelum pelakor syalan itu datang!” sambungnya sambil meremas kuat jeruk sampai muncrat.Astaga! Kenapa si ibu jadi curhat, batin Zivanka.Dia melirik Azkio, memberi kode untuk menggeser diri ke konter sayuran. Suaminya langsung tertuju kepada tauge. Sayuran tunas kecil dari kacang hijau pun hampir diborong.“Buat apa banyak banget?” Zivanka heran.“Buat meningkatkan kualitas--.” Azkio melanjutkan ucapannya dengan berbisik.Wajah Zivanka langsung memerah mengalahkan
MIB-13Juno, Nia, dan Mala panik. Mereka juga merasa kasihan kepada Zivanka seandainya dia sampai membaca pesan yang Azkio kirim. Bingun antara mau memberi tahu atau menutupinya.“Gimana, nih?” tanya Mala.“Hapus aja pesannya,” saran Juno.“Jujur lebih baik, guys. Udah biar si Ziva tahu kek gimana tuh si ustaz.” Nia berpendapat lain."Gue nggak tega liatnya. Meski si Ziva nggak cinta, tetap aja pengkhianatan itu menyakitkan." Mila tak mau melihat temannya patah hati seperti yang sering dia alami.Mereka terus beradu argument. Saat itulah Zivanka datang bawa minuman teh.“Kalean kenapa? Kok, mencurigakan.” Tatapan Zivanka menyelidik.“Nggak. Nggak kenapa-kenapa. Iya kan, guys?”“Ziv, si us—” Ucapan Nia keburu dibungkam tangan Juno.Nia meronta sekuat tenaga jiwa raga. Akibat bekapan Juno, dia nyaris jatuh pingsan.“Woy, lepasin! Lu mau si Nia mampvs?" geram Zivanka.Juno pun me
Di dunia saja sudah diazab gegara sambung rambut.“Santuy Besti.” Zivanka berujar enteng. Dia lekas mengambil handuk dan melapkan ke rambut Mala dengan gemas.“Wadaw! Sakit.” Mala memekik kala kepalanya berasa mau meledak akibat goyangan tangan Zivanka.Bukannya merasa bersalah, Zivanka malah mengejek tengil. Begitu pun dengan Nia dan Juno. Tak ada sikap simpati dan iba. Bahagia mereka memang cukup sederhana. Sesederhana penderitaan teman yang selalu berhasil membuat tertawa.Mala mengacak rambutnya frustasi. Lalu pergi ke mobil yang dibawa Juno untuk mengambil sesuatu. Sekembali ke dalam rumah dia menenggak botol vodk4 tanpa permisi.“Buset! Woy, itu punya gue.” Juno berang dan tak terima. Masalahnya, vodk4 yang diminum Mala adalah vodk4 dengan merk ternama dan harganya cukup mahal. Sengaja tidak dia minum di depan temannya, karena takut diminta. Dipikir menyimpan di bagasi mobil itu sudah aman dan tepat. Eh, Mala malah menemuk
MIB-14Waduh, kenapa si ustaz menemukan vodk4 si Juno? Napa juga aku ngumpetinnya di dapur. Apes banget, batin Zivanka.“Iya," cicitnya.“Saya sudah kasih tahu kamu kan, kenapa agama mengharamkan miras?"“Iya," cicitnya lagi.“Lalu kenapa kamu … astaghfirullah." Gigi Azkio bergemeletuk menahan luapan emosinya yang meledak-ledak.“Itu bukan punyaku."“Lantas kenapa ada di rumah kita?"“Itu punyanya si Juno."“Juno? Kamu mabuk di rumah kita bersama pria lain, Ziva!" Ucapan Azkio penuh penekanan dan wajahnya benar-benar merah padam.“Bukan seperti itu. Tadi tuh, teman-teman main ke sini." Zivanka terbata-bata saking terkejutnya menghadapi kemarahan Azkio.Meski terbata, dia berusaha terus menjelaskan. Namun, Azkio yang sudah lebih dulu dikuasai marah seolah tidak mau memberi waktu lebih untuk mendengarkannya.Azkio sudah terlanjur kecewa sangat dalam. Istrinya dianggap mengingkar
Hari ini Azkio libur bekerja. Sebetulnya sebagai pemilik toko baju muslim yang mendesain sendiri, mau libur kapan saja bebas. Namun, Azkio sangat disiplin pada dirinya sendiri. Dia mengikuti jam kerja pegawai. Dari senin sampai sabtu, dari pagi hingga ashar. Meski kadang dia pulang lebih dahulu atau bahkan pulang paling telat.Selama jam kerja, biasanya Azkio sambil membuat konten religi juga. Dibantu sama dua pegawai yang sekaligus temannya waktu SMA.“Kita joging, yuk," ajak Azkio.“Masa jogging pake rok,” protes Zivanka.“Oh iya, lupa. Saya kemarin beli sesuatu buat kamu."Azkio segera mengambil paperbag dari mobilnya yang kelupaan. Isinya ternyata setelan baju olahraga muslimah. Masih setelan rok juga, tetapi lebih sportif dan modelnya rok celana.“Makasih, suamiku.” Zivanka girang, lalu tak segan hendak membuka pakian yang saat ini sedang dikenakan untuk menggantinya.“Kebiasaan banget. Di kamar gantinya!” tegur Azk
MIB-15“Masya Allah, kamu cepat banget larinya.” Azkio terengah-engah dan langsung merebahkan diri di sofa.Zivanka cengar-cengir karena masih malu dengan kejadian tadi. Sudah monyong-monyongkan bibir, ternyata gagal paham. Jadi karena Naruto tidak mau pinjamkan jurus menghilangnya, terpaksa dia kabur. Berlari kocar kacir sambil membayangkan dikejar polisi saat terciduk nakal.Zivanka yang terlebih dahulu sampai rumah lekas mengambilkan segelas air putih untuk suami, “ini diminum dulu.”“Bismillah.” Azkio meneguknya sebanyak tiga kali.Air masih bersisa sedikit di gelas. Lalu Zivanka ambil alih lagi gelasnya dan langsung meneguk sampai habis.“Ziv, kalau minum jangan sambil berdiri, sebaiknya duduk.”“Memang kenapa harus duduk?""Itu sunnah.""Oh. Kirain bakal kenapa-kenapa," komentar Zivanka."Sini duduk, Sayang!” Azkio menepuk sofa di sebelahnya.Zivanka pun duduk, “iya, ada apa?”
Wajah Zivanka memerah mengalahkan warna tomat mateng.Azkio tertawa renyah sekali, “emangnya kenapa, sih? Suami dengar istrinya kentut itu wajar. Apalagi saat sakit perut begitu. Cuma lain kali, kalau dibilangin nurut.”"Kok, jadi harus nurut?""Iya, ini akibat kebanyakan makan sambel tadi. Masih pagi gini juga,” omel Azkio."Iya-iya, nanti nurut kalau nggak lupa.""Habiskan pisangnya! Apa mau disuapin?"Zivanka mengangguk manja. Tanpa sadar semakin ke sini, dia senang sekali bermanja-manja sama Azkio. Padahal itu jauh sekali dari karakter aslinya.Innalillahi wainnailaihi roji’un … innalillahi wainnaillaihi roji’un.Tiba-tiba terdengar pengumuman diawali kalimat istirja dari masjid komplek perumahan."Itu ada apa?""Sstt … kita dengarkan dulu siapa yang meninggal," pinta Azkio.Telah berpulang ke Rahmatullah, wasta, Ardian Rahardi bin Sukmajaya, baru saja tepat pukul 08.00. Semoga dit
Dahi Zivanka mengernyit tak paham.“Sayang, saya ini Bos yang masih OTW.”“Maksudnya?”“Masih berjuang dan merangkak. Omsetnya juga belum seberapa bila dibandingkan dengan harga tanah yang papi ajukan.”“Oh, begitu.”“Iya, makanya doakan semoga rezeki suamimu ini mengalir deras. Doa istri itu mustajab.”“Mungkin bukan istri badung kek aku.” Zivanka menunduk lesu.“Kamu adalah istri shalehahnya saya, ok?”Azkio mengangkat dagu istrinya dan mengecup bibirnya singkat.Kemudian dia kembali ke laptop untuk mulai bekerja. Ada desain baru yang akan segera luncur. Jadi lumayan sibuk dan menguras waktu.Zivanka sudah mulai bosan saja. Izin main keluar juga tidak diperbolehkan. Kesannya Azkio memang sangat posesif. Namun, tujuan utamanya hanya takut Zivanka kembali main dengan teman-teman yang membawa maksiat.Zivanka baru saja hijrah. Pendiriannya belum kokoh dan masih plin plan. Ditakutkan tergoda