Saat ini aku sedang menunggu Luna. Berdiri di depan rumah mewah milik kakekku. Sebuah bangunan mewah dengan desain klasik Eropa dengan warna dominan putih dan emas. Atap yang tinggi dan miring, pendimen yang berbentuk segitiga dengan jendela lengkung yang besar. Jelas dari luar terlihat loteng yang memiliki tampilan estetik dan fungsional. Sedang fasad, tampilan luar rumah itu disanggah oleh pilar berhias ornamen gaya romawi pada bagian atas dan bawahnya. Ciamik.
Rumah bertingkat milik kakekku ini sangat luas dengan halaman yang diperindah oleh banyak tanaman hias yang mahal. Setahuku, pekerja kebun di sini berjumlah 5 orang. Belum lagi ART yang melayani seluruh anggota keluarga di sini, tak bisa aku hitung. Sering ganti orang sebab ibuku sangat rewel masalah kebersihan dan tata laksana isi rumah. Ini adalah salah satu alasan utamaku sejak masih bujang, sudah tinggal di rumah sendiri. Daripada pikiranku mumet karena kecerewetan ibu.
“A
Tangannya yang terbungkus kain hitam menjulur di depan adikku itu. Nindi mencebik lalu melemparkan benda yang diminta Luna. Dengan cekatan, istriku itu menangkapnya. Pandangannya lekat, tajam ke arah Nindi lalu melesat meninggalkan kami, memasuki area panahan. Semua mata terlihat menatap istriku yang mengelus-elus kuda lalu menaikinya.Huuup!!Istriku terlihat sangat keren. Serius, demi apapun, Luna terlihat begitu menyatu dengan kuda tunggangannya. Aku hampir lupa cara bernafas melihat istriku menarik busur panah sedangkan kuda di atasnya berlari, berputar dengan kencang.Kyaaa!!! Hiyaaaa!!!Teriak istriku sambil terus melepaskan anak panah. Dan semua wajah melongo kagum melihat aksi istriku itu. Hampir setiap busur panahnya mengenai point.Luar biasa! Bahkan kakekku dan Nindi sekalipun, kalah jauh!Oh Tuhan, aku tak habis pikir. Bagaimana bisa istriku
Aku mendekati Luna yang masih membaca buku di sofa kamar. Ekor mataku mengintip.Al-Quran dan SastraIstriku memang luar biasa.Perlahan, aku duduk di sampingnya."Satu jam lagi, acaranya Ratna. Kau takkan melewati momen seumur hidupnya kan?" tanyaku perlahan.Aku tak berani terlalu cerewet. Aku masih malu. Sebagai suami, aku tak mampu melindunginya. Justru laki-laki yang baru hadir dalam hidupnya yang menolongnya.Luna tak menjawabku. Fokusnya masih pada terbagi meskipun dengan kehadiranku. Aku memaklumi."Kemarin aku beli baju yang bisa kamu pakai sekarang. Kalau kamu mau ikut, buka saja lemari!"Luna masih tetap diam.
"Mana Luna, Dha?" tanya ibuku.Aku mendadak bisu. Tak mungkin kuceritakan, menantunya menghilang karena melihatku bersama mantan. Bisa-bisa aku langsung dijadikan lontong opor ayam."Aku di sini, Ma!"Ooh istriku. Saking senangnya aku langsung menghampirinya namun gesturnya menghindariku. Aku memilih mengalah. Nanti di rumah, aku akan jelaskan semuanya.Dunia rumah tangga, rumit tapi candu!Kami berfoto bersama dengan keluarga Aleksei. Aku merasakan seolah aku sedang bertemu dengan keluarga Luna. Aura mereka terasa hampir sama. Aneh dan janggal. Tapi mungkin hanya pikiranku saja. Akhir-akhir ini aku banyak menghadapi masalah.Setelah acara selesai, kami pulang bersama-sama. Luna ikut mobil ibuku. Sepertinya dia berusaha menghindar
Drrrrttt ....Suara ponselku bergetar. Aku abaikan. Fokusku sedang menyetir."Kamu angkat saja, Mas! Mungkin pacarmu yang genit itu!" sindir Luna."Aku sudah putus dengannya, Dek. Demi kamu, aku memintanya berhenti menemuiku. Kamu harus percaya. Kau yang utama sekarang. Percaya dek!" pintaku."Kemarin bilang begini juga kok kamu. Tapi nyatanya, kamu mojok di saat yang menurutku tak tepat. Kamu egois, Mas! Kamu juga maruk! Aku tak ingin menjadi bintang buatmu meskipun paling bersinar sebab bintang yang kau maksud, satu diantara seribu. ""Dek! Ya Allah!"Aku mengusap wajahku. Mengembuskan nafas berat. Ingin kusegera sampai rumah lalu menjelaskan ini semua.Luna membuang wajahnya, menghadap jendela. Darimatanya aku melihat kesedihan. Apakah dia sedang cemburu? Jangan-jangan dia juga mencintaiku!!!Jalanan y
Di sebuah kamar mewah berhiaskan manik-manik cantik di sekitar dindingnya.##Happy Wedding Aleksei & Ratna##Aroma wangi kelopak bunga marak menyeruak, menelisik masuk ke rongga hidung, menambah gairah kamar pengantin.Ratna masih terpaku pada dirinya di cermin. Semua tampak sempurna. Dia merasa, inilah titik paling cantik seumur hidupnya.Tapi ....Menjadi titik paling buruk juga dalam takdirnya selama bernafas.Amarah dalam jiwa tak mampu menguap hanya dengan tatapan kagum dan pujian suaminya dengan kecantikannya. Sebab, laki-laki itu justru sibuk dengan laptopnya, tepat di malam pertama mereka."Sayang, tidurlah. Aku sedang ada proyek yang harus selesai besok. Ini sangat penting. Setelah ini barulah kita menikmati malam pengantin," ujarnya.Ratna masih mematung.
"Mas ...," suaranya mendayu, menghentikan langkahku.Belum sempat aku membalikkan tubuh melihatnya,Deeeghhhh ...Kedua tangan Luna sudah melingkar di pinggangku. Dia memelukku dari belakang. Aku senang sekali sampai takut untuk bernafas."Aku juga mencintaimu, Mas ...," lirihnya dengan pipinya menempel di punggungku.Sejenak aku mematung. Telingaku seperti melebar dua kali lipat."Ap-pa ka-kammmu sserrius, Dek?" tanyaku gagap sembari memutar tubuhku."Yaa, Mas. Aku juga cinta kamu, apa adanya," jawab Luna masih terisak tapi binar matanya memberikanku isyarat dia sedang bersungguh-sungguh."Ada apanya juga tak apa-apa, Dek. Penting kamu mau," godaku."Issssh sok oke kamu memang, Mas," timpalnya manja mencubit perutku.
“Kamu mau kan ketika kamu menanam benih di rahimku, kamu dalam keadaan sudah bagus ibadahnya, bagus ngajinya, nanti otomatis anak kita jadi anak yang baik fisiknya dan perilakunya,” jawab Luna tenang.Sudut bibirku sedikit mengembang, menahan senyum. Menanam benih katanya? Aku suka kalimat itu.“Cukup 40 hari challange sholat 5 waktu, kita belajar mengaji bersama, hafal doa pengantin. Setelah itu, kita bisa bercinta sepanjang hari, sepanjang malam,” lanjut Luna menggenggam tanganku dan menatapku penuh cinta.Istriku ini bisa saja membuatku jadi tak karuan begini.Lalu aku bisa apa selain mengangguk menyetujui chalange darinya. Oh Tuhan, aku anggap ini hukuman buatku karena masa lajang kugunakan berfoya-foya.“Aku mau hafal doa pengantin dulu, ah. Kalau sudah hafal, bisa lebih cepat diperaktikkan,” ujarku malu-malu.&l
Sudah setengah hari aku berada di ruangan kantorku yang cukup mewah. Dengan AC 24 jam dan kursi empuk ini, membuat aku bekerja dengan begitu fokus. Aku ingin Luna bangga sebab memiliki suami yang pekerja keras dan dapat diandalkan.Kubuat kesuksesan besar di perusahaanku agar aku percaya diri mengatakan padanya bahwa cintaku ini tak berbatas seperti uangku yang tak berseri. Aku tersenyum sendiri.Sudah jam istirahat, aku merogoh ponselku dan menelpon Kokom secara langsung. Perempuan gendut itu lebih cepat jika kuhubungi lewat ponsel pribadinya.“Temui aku, Kom. Secepatnya!”Dua menit kemudian, Kokom sudah menunjukkan pipinya. Sebab hidungnya sudah habis tertutup pipi.“Ada apa, Big Boss? Telponmu buatku gagal gol!”“Pasti kau main game di kantor, karyawan macam apa kau, Kom!” omelku.“Jam is