Share

ISTRI BISU SANG CEO
ISTRI BISU SANG CEO
Penulis: aisakurachan

1. Pengorbanan Untukmu

"Sialan!”

Zoe memaki saat melihat lift sedang mengantri, dengan terpaksa ia membelokkan arah larinya ke tangga. Zoe nekat meski tujuannya adalah lantai enam. Menunggu lift akan membuatnya terlambat.

Perempuan itu tidak memiliki pilihan lain, paginya tadi diisi oleh makian sang kekasih yang memintanya untuk segera membawakan barang yang dianggap sebagai jimat keberuntungannya.

Zoe berlari menaiki tangga, sementara tangannya memegangi perut. Ia ingin berhati-hati, agar janinnya tidak terganggu. Jika bisa Zoe akan memilih tidak berlari, tapi tidak mau juga membuat penampilan Max---kekasihnya sendiri gagal.

Dengan langkah terseok, Zoe menuju ruang ganti tempat Max menunggu. 

“INI!” Zoe menghambur membuka pintu, dan bergegas mengacungkan kaos kaki---jimat keberuntungan milik Max-- ke udara.

Tanpa kaos kaki bau itu, Max tidak percaya diri untuk bernyanyi---merasa penampilannya akan gagal. Kepercayaan bodoh, tapi Max sangat peduli. Ia tahu Zoe akan mendukung apapun yang dibutuhkan kekasihnya saat ini.

“Astaga, Zoe! Jangan mengagetkan seperti itu. Kau akan membuat Iris takut.” Max yang sudah rapi memakai kostum menegur sementara merebut kaos kaki itu dari tangan Zoe.

“Siapa…”

Sambil menghapus berkeringat, Zoe menatap wanita amat cantik dengan rambut panjang lurus tengah duduk di kursi rias Max.

“Iris White!” Zoe memekik. Dia penyanyi yang saat ini sedang naik daun, kepopulerannya bahkan mengalahkan Max.

Iris mengangguk samar menanggapi seruan Zoe, lalu kembali menunduk memandang kertas di tangannya.

Program Director acara tadi datang, dan menyarankan aku untuk berduet dengan Iris sebagai penghormatan terakhir untuk salah satu penyanyi legenda yang meninggal kemarin. Kami akan membawakan lagunya.” Max menjelaskan keberadaan Iris pada Zoe, yang memandang dengan kebingungan.

"Itu luar biasa!” Zoe memekik girang. Kesempatan untuk berduet dengan Iris di acara televisi nasional dengan rating melebihi dua puluh persen---dan disiarkan hampir di seluruh negara bagian Amerika, adalah pencapaian cemerlang. Pasti banyak penggemar Iris yang akan melirik Max setelah ini.

Zoe mengangkat kedua tangan, ingin memeluk Max—merayakan, tapi Max menolak dan kerutan di kening. Teguran juga agar Zoe bisa lebih tenang, tidak membuatnya malu. Meski tanpa kata, Zoe menghafal isyarat mata Max itu, karena sudah sering melihatnya.

“Dia siapa?” Iris bertanya menunjuk Zoe.

“Ini Zoe. Managerku. Zoe Anderson.”

Max memperkenalkan sebelum Zoe bisa bicara. Jika sudah seperti itu, Zoe terpaksa tersenyum. Ia mengerti Max harus menjaga namanya. Penggemarnya kebanyakan adalah wanita. Produser Max dengan keras telah memperingatkan agar hubungan mereka tidak tersebar.

“Zoe Anderson.” Zoe mengulurkan tangan ke arah Iris.

Iris hanya mengangguk lalu berpaling pada Max yang sudah duduk di sampingnya, seolah tangan Zoe tak kasat mata.

Zoe bergegas menarik tangannya, menyibukkan diri. Zoe menyalahkan dirinya sendiri, karena mengira Iris akan mau menjabat tangannya. Penyanyi terkenal sepertinya jelas tidak akan menganggap Zoe berada dalam level yang sama.

Zoe mengambil botol minum setelah merasakan tenggorokannya kering akibat berlari. Sesekali matanya melirik ke arah Max dan Iris yang sibuk mendiskusikan bagian masing-masing dari lagu yang akan mereka bawakan.

Zoe iri dan cemburu. Bukan cemburu kepada Iris karena dekat dengan Max, tapi iri pada kesempatan yang didapat mereka berdua.

Zoe berangkat dari garis awal yang sama dengan Max. Sama-sama bermimpi untuk bisa bersinar bersama, tapi saat ini Max sudah jauh melesat, sementara Zoe masih berada di garis awal, bahkan mundur. Zoe tidak ingat kapan terakhir melatih suaranya. Menjadi manager Max sangat menyita waktu.

Tapi hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini. Produser Max berjanji, akan memberinya kesempatan untuk bernyanyi lagi. Mungkin setelah anaknya lahir nanti.

“Kalian harus bersiap!” Salah satu kru siaran masuk mengabarkan.

Dengan gesit, Zoe mengambil gitar Max yang telah dipoles olehnya sampai mengkilat, dan menyerahkannya di dekat pintu.

“Rapikan dirimu. Kau membuatku malu, Zoe.” Max berbisik dengan wajah marah, lalu keluar sambil membanting pintu di depan hidung Zoe.  Ia seharusnya mengikuti Max, untuk membantu memenuhi apapun permintaannya nanti, tapi Zoe tidak membuka pintu itu.

“Aku kacau karena kau.” Zoe bergumam. Ia tidak akan berani memprotes keras.

Emosi Max akhir-akhir ini mudah sekali terpancing. Ia akan marah pada kesalahan sekecil apa pun—seperti telur yang terlalu matang atau jendela yang terbuka terlalu lebar. Bahkan Max membuang kopi yang dibuatnya hanya karena kurang manis. Zoe tidak ingin mencari masalah lagi jika mengingat itu.

Ia bahkah belum membahas soal kehamilannya pada Max. Belum menemukan waktu yang tepat diantara semua kesibukan Max. Namun, Zoe paham kalau beban menjadi terkenal juga tidak mudah. Zoe akan mencoba untuk mengerti lagi hari ini.

Zoe menghempaskan diri di sofa, memejamkan mata untuk menghilangkan penat. Ia mengelus perutnya yang terasa sedikit nyeri akibat berlari tadi.  

***

"Dimana Max?” 

Zoe bangun tergagap, saat seseorang mengguncang bahunya.

“Di... bernyanyi.” Zoe menjawab sementara matanya melirik jam dan membelalak. Ia tertidur dan lebih dari dua jam. Zoe melewatkan semua durasi syuting.

Pria yang membangunkannya---produser Max, kini melotot marah. Ia sedang bersama dua orang yang juga tampak tidak sabar. Salah satunya menenteng kamera layaknya wartawan.

“Kau tidak becus! Bagaimana seorang manajer kehilangan artisnya?!” bentaknya.

“Maaf, mungkin Max bersama Iris. Mereka berduet tadi.” Zoe menunjuk ke luar ruangan. Ruang ganti Iris berjarak dua ruang dari tempat Max. Zoe melihatnya tadi saat berlari.

“Oh, aku melihatnya tadi. Mereka sangat luar biasa, suara mereka cocok berpadu. Apa setelah ini mereka akan bekerja bersama?”  Wartawan itu tampak tertarik.

"Nanti... jangan ditulis dulu."

Tidak ingin mendengar apapun lagi, Zoe berjalan cepat keluar sambil merapikan rambut. Mereka semua mengikutinya.

“Max? Apa kau di dalam?”  Produser itu berseru dari luar pintu ruang ganti Iris. Tapi, ia langsung membuka pintu sebelum ada balasan.

“Max…”

Zoe melihat bokong telanjang Max, berlari panik mencari celananya yang tercecer, sementara Iris tampak menggapai gaun yang tergeletak di lantai.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Nila Elok
keterlaluan max
goodnovel comment avatar
ida Sari
wah g!l4 ya si max ,, melakukan hal yg bikin Zoe kaget pasti nya ,,
goodnovel comment avatar
Ernhy Ahza II
Wahh parah emang jdi Max selingkuh dngan iris? jngan" max malah berikan obat tdur lagi pada zoe mknya bsa ketiduran sprti itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status