Share

ISTRI KECIL SANG CEO
ISTRI KECIL SANG CEO
Penulis: Ziss kadasya

Bab 1: Prolog!

Penulis: Ziss kadasya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-12 01:51:44

Selalu akan ada seseorang yang muncul dan membuatmu percaya bahwa dunia ini memang memiliki dongeng.

Tahun baru baru saja dimulai. Salju pertama turun.

Musim dingin di Kota A pun menjadi semakin dingin sejak salju itu turun.

Karena semua orang di rumah sibuk menyiapkan berbagai keperluan untuk perayaan tahun baru, tak seorang pun sempat memperhatikan Renaria yang baru berusia dua tahun.

Karenanya, Ibunya menaruh Renaria di atas sofa dan berkata lembut,

“Rena yang manis, main sendiri dulu, ya.”

Lalu, ia masuk ke dapur.

Awalnya, Renaria masih bisa duduk tenang di sofa sambil mengisap jarinya. Namun tak lama kemudian, ia mendengar suara tawa anak-anak bermain di luar pintu.

Anak berusia dua tahun itu memang belum bisa berjalan dengan mantap, tapi rasa penasarannya besar.

Dengan tubuh mungilnya yang gemuk, Renaria perlahan merayap turun dari sofa, lalu setengah merangkak, setengah berjalan menuju pintu depan.

Saat itu, pintu kebetulan tidak tertutup rapat, jadi Renaria dengan mudah keluar dari rumah.

Namun, setelah sampai di luar, Renaria mendadak ragu.

Salju belum sepenuhnya menutupi tanah. Bagian putih adalah salju, sedangkan bagian yang sedikit kekuningan adalah tanah yang kotor. Renaria kecil sudah tahu bahwa tanah itu tidak bersih, dan jika ia melangkah ke sana, pakaian putih barunya pasti akan kotor.

Tapi anak-anak di depan sana tertawa semakin riang.

Mereka tampak bersenang-senang…

Renaria pun ikut bersemangat, tak lagi peduli apakah tanah itu kotor atau tidak. Ia merangkak dan berjalan hingga sampai di depan tiga anak itu.

Tiga anak, Dua laki-laki dan satu perempuan.

Belum sempat Renaria melihat wajah mereka dengan jelas, tubuhnya sudah terangkat dari tanah.

“Kakak lihat, di sini ada boneka kecil!”

Suara itu lembut, manis seperti permen kapas, tetapi tangan anak itu tidaklah selembut suaranya, Ia mencengkeram kedua lengan kecil Renaria dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

Renaria merasa tidak nyaman. Ia berontak dengan marah, menggeliat berusaha turun, namun kekuatan anak itu jauh lebih besar darinya. Ia hanya bisa menendang-nendang di udara, tanpa bisa menyentuh tanah.

Anjing yang terpojok pun bisa menggigit, apalagi anak kecil yang sedang kesal seperti Renaria.

Ia memejamkan mata dan langsung menggigit tangan yang mencengkeramnya.

Giginya sudah tumbuh lengkap, tapi gigitan itu justru mengenai udara kosong.

Saat membuka mata, ia menatap sepasang mata hitam yang dalam, seperti danau tanpa dasar.

Anak laki-laki itu tampak berusia tujuh atau delapan tahun, berwajah sangat tampan, alis dan matanya begitu indah, kulitnya seputih salju di tanah, bulu matanya panjang seperti milik boneka Barbie Renaria.

Namun di wajahnya terlukis ekspresi dingin, seperti tertutup lapisan es yang membuat orang tak berani mendekat.

Renaria terdiam di dalam pelukannya. Entah karena terkejut oleh kejadian barusan, atau karena wajah anak itu terlalu tampan, ia tiba-tiba merasa tenang dan tidak lagi melawan.

Tubuh anak laki-laki itu membawa aroma manis bunga yang lembut. Renaria merasa nyaman dan tak sadar menggesekkan wajahnya ke dada anak itu.

“Kakak, kenapa kau memeluk bocah kecil yang kotor itu?”

Anak laki-laki lain yang mengenakan kemeja putih dan berpenampilan seperti orang dewasa kecil, berbicara dengan nada sombong. Dari suaranya, Renaria tahu bahwa dialah orang “jahat” yang tadi mengangkatnya.

Renaria yang tadi sudah tenang kembali berontak, mengayunkan tangan kecilnya yang gemuk untuk memukul si anak nakal itu.

“Aku tidak mau memelukmu, dasar bocah kotor!”

Anak berkemeja putih itu menyeringai dengan jijik, mengira Renaria ingin dia yang memeluknya.

Namun, anak laki-laki yang memeluk Renaria menggenggam lembut tangan kecilnya, lalu menatap dingin ke arah anak itu sambil berkata datar,

“Dia tidak ingin kau memeluknya. Dia ingin memukulmu.”

Pada saat itu, gadis kecil yang mengenakan gaun putri berwarna merah muda tiba-tiba mendekat, menatap Renaria dengan pandangan yang hampir menyerupai kebencian.

Kemudian, ia mendengus pelan dan berkata dengan nada tak acuh,

“Aku tidak mau main lagi. Kalian saja yang main.”

Lalu ia berbalik dan pergi.

Meski baru berusia dua tahun, Renaria sudah bisa membedakan siapa yang menyukainya dan siapa yang tidak.

Tatapan gadis kecil bergaun merah muda tadi jelas penuh rasa jijik dan tidak suka.

“Xena, tunggu aku!”

Anak laki-laki yang mengenakan kemeja putih pun segera berlari mengejar gadis itu.

Sekeliling mendadak menjadi sunyi.

Anak laki-laki yang masih berdiri di tempat menatap Renaria kecil dengan serius. Ia kemudian mengambil bunga dan rumput liar, merangkainya menjadi sebuah cincin kecil, dan dengan hati-hati memakaikannya di jari gadis kecil berbaju putih yang masih kotor itu.

“Kalau kau sudah besar nanti, aku akan menikahimu.” katanya lembut.

Ia menunduk, menatap Renaria yang masih belum bisa bicara, hanya bisa mengoceh tak jelas. Gadis kecil itu tampak seperti boneka salju mungil, Begitu lucu dan polos.

Anak-anak berpikir dengan sangat sederhana. Renaria tidak tahu apa itu cincin, hanya merasa benda itu indah. Ia pun tersenyum bahagia, matanya berbinar.

Namun, tawa itu segera terhenti ketika terdengar suara panik dari dalam rumah,

“Rena! Rena!”

Bagi Renaria, seolah ia sudah berjalan jauh sekali. Padahal, bagi Ibunya, hanya butuh beberapa langkah untuk menemukannya.

Tak lama kemudian, wajah cemas Ibunya muncul di hadapannya. Ia segera memeluk Renaria, dan begitu melihat pakaian putih anaknya yang penuh lumpur, ia langsung tahu bahwa Renaria keluar sendiri.

Melihat pakaian anak laki-laki yang memeluk Renaria juga ikut kotor, wajah Ibunya menjadi sedikit kikuk.

“Maaf sekali, Nak. Pakaianmu jadi kotor karena anakku. Bagaimana kalau kau lepas bajumu? Tante bantu cuci?”

Anak laki-laki itu meski baru berusia tujuh atau delapan tahun, namun terlihat lebih matang dan tenang dibandingkan seusianya. Ia melirik gadis kecil yang kini sedang menggosok-gosokkan tubuhnya ke baju ibunya, lalu tersenyum tipis.

Benar-benar anak yang nakal…

Namun, ia tetap berbicara sopan dan beretika,

“Tidak apa-apa, Tante. Tolong jaga dia baik-baik. Aku pulang dulu.”

Anak ini pasti dari rumah sebelah, pikir Ibu Renaria.

Jarang sekali ada anak yang sopan seperti ini, dan tampan pula. Andai saja dia anakku sendiri… kalau tidak, jadi menantu pun bagus juga!

Ibu Renaria yang sudah tidak muda lagi tetap tidak bisa menahan sifat fangirl-nya. Sambil menggendong Renaria pulang, pikirannya sibuk berandai-andai.

Renaria kecil masih menggenggam cincin kecil dari bunga dan rumput itu erat-erat.

Ia memandangi punggung anak laki-laki berbaju putih yang makin lama makin jauh.

Lalu menangis keras-keras.

Bertahun-tahun kemudian.

Renaria kini sudah dewasa. Ia mengenakan pakaian rapi, membawa ransel hitam kecil di punggungnya, dan berlari terburu-buru ke dalam sebuah gedung perkantoran mewah.

Begitu menjejakkan kaki di lobi, ia langsung kebingungan.

Lobi gedung itu sangat luas dan kosong, tidak ada satpam, tidak ada resepsionis, bahkan bayangan manusia pun tak terlihat.

Masalahnya sekarang, di mana letak lift?

Dalam masa paling sulit dalam hidupnya, ia menerima undangan wawancara dari Imperial Group, perusahaan ternama di Kota A.

Namun sekarang, waktu wawancara hampir tiba dan ia malah tersesat!

“Lantai tiga puluh… lantai tiga puluh… lift di mana, sih?” gumamnya panik sambil berlari kecil.

Sialnya, ia mengenakan sepatu hak tinggi setinggi sebelas sentimeter. Setiap beberapa langkah, ia harus menyeimbangkan diri. Berputar ke sana kemari tetap tidak menemukan lift. Air matanya hampir keluar karena frustrasi.

Bukan hanya lift, tangga darurat pun tak terlihat. Ketika melirik jam tangannya, waktu wawancara sudah lewat.

Rasanya ingin menangis, sudah sampai di gedung perusahaan, tapi tetap tidak bisa naik ke atas!

Saat ia menunduk pasrah dan hendak pergi, seorang pria tinggi mengenakan setelan jas berwarna gelap berjalan melewatinya dengan langkah cepat.

Renaria hanya sempat melihat sekilas sisi wajahnya, Garis rahangnya tegas, rautnya tampan dan elegan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 8 : Tidak Makan Jika Tidak Mahal!

    Dari kejauhan, June sudah melihat Renaria berdiri di bawah gedung rumahnya.Tubuh Renaria tampak sangat kurus, seolah bisa tertiup angin dan terbang begitu saja.June memarkir mobilnya, lalu turun sambil membawa sekantong besar barang.Renaria tidak terlalu memperhatikan apa yang dibawa June.Rumah Renaria berada di lantai tiga.Saat mereka menaiki tangga, suasana terasa sunyi.Keduanya sama-sama berpikir, bagaimana harus memulai pembicaraan agar suasana tidak canggung saat membahas kejadian semalam.June naik ke atas sambil menghitung anak tangga. Setiap lantai ada sebelas anak tangga, jadi ketika hitungannya sampai tiga puluh.Bagaimanapun juga, seseorang harus lebih dulu membuka mulutnya.Namun, ketika hitungannya baru sampai dua puluh, Renaria lebih dulu berbicara.“June, semalam aku benar-benar tidak apa-apa. Aku hanya mabuk, lalu tertidur lama begitu sampai di rumah.”June tidak menjawab.“June, kau tahu tidak, besok aku sudah bisa mulai bekerja.”Saat mengatakan itu, wajah Rena

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 7 : Istri Sah dan Si Pelakor!

    Meski sudah mendapatkan pekerjaan, tapi gajinya belum turun.Sepulangnya ke rumah, Renaria menatap kosong ke arah kulkas yang melompong, Masih ada satu bulan lagi sebelum gajian, bagaimana ia bisa bertahan hidup sampai saat itu?Di dalam kulkas hanya tersisa satu bungkus mi instan.Renaria memang tidak suka memasak. Menurutnya, yang paling menyebalkan dari memasak adalah mencuci piring setelahnya.Ia sempat berpikir untuk pulang ke rumah orang tuanya dan menumpang makan, tapi memikirkan bahwa sudah lulus kuliah masih harus makan di rumah orang tua, rasanya terlalu memalukan.Dulu, dia pernah dengan percaya diri berkata kepada Ayah dan Ibunya bahwa tanpa bantuan mereka pun, ia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik.Ayah, Ibu, tahukah kalian… putri kalian hampir mati kelaparan di kamar kontrakannya sendiri?Saat itu, telepon dari June masuk.“Gadis bodoh, Akhirnya kau angkat juga teleponku! Aku sudah meneleponmu be

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 6 : Penandatanganan Kontrak!

    Setengah jam kemudian, Renaria muncul di pintu keluar stasiun bawah tanah di luar gedung Grup Imperial sambil terengah-engah.Waktu wawancara pertama kemarin, ia terlalu terburu-buru sehingga tidak sempat memperhatikan lokasi gedung Grup Imperial dengan baik. Kini, saat ia kembali datang ke gedung komersial tempat perusahaan itu berada, ia pun menyempatkan diri untuk mengamati sekeliling dengan saksama.Memang pantas disebut sebagai perusahaan terbesar di Kota A. Gedung komersial ini berdiri di pusat keuangan paling bergengsi di kota tersebut, kawasan yang setiap jengkal tanahnya bernilai mahal. Luas area Gedung Imperial bahkan berkali lipat lebih besar dibanding bangunan lain di sekitarnya.Renaria menatap sejenak bangunan megah itu. Setelah memastikan bahwa ia memasuki pintu utama, ia pun melangkah menuju lift.Karyawan resepsionis yang bertugas mendengar Renaria mengatakan bahwa ia sudah membuat janji dengan manajer bagian personalia, lalu tanpa banyak bicara langsung membawanya me

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 5 : Gelisah!

    Malam telah berlalu.Ketika keesokan harinya Marcell terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih.Begitu membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah Renaria. Tak bisa dipungkiri, Renaria adalah satu-satunya perempuan yang mampu membuatnya begitu tergugah.Saat itu, Renaria masih terlelap. Dengan mata terpejam, wajahnya tampak begitu manis dan tenang. Napasnya teratur, tubuhnya melingkari Marcell dengan lembut.Namun hanya Marcell yang tahu betapa “tidak tenangnya” gadis itu saat tidur.Tadi malam, setelah mereka selesai, ketika ia membantu gadis itu membersihkan tubuhnya, Renaria masih terus berguling ke sana kemari dengan wajah berkerut, seperti sedang bermimpi.Bahkan di tengah malam, ia sering menendang selimut. Itu sebenarnya tak masalah, tapi yang jadi masalah adalah ia juga suka merebut selimut Marcell.Yang paling parah, tengah malam ia malah meletakkan kakinya di atas perutnya.Marcell sudah pernah tidur dengan banyak wanita, tapi baru kali ini ia melihat ad

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 4 : Jangan Ganggu!

    Marcell, dengan sabar, mengulang ucapannya sekali lagi.Namun, di pelukannya, Renaria justru menempel di bahunya, mencari posisi paling nyaman dan tak lama kemudian, tertidur pulas.Marcell menepuk lembut pipinya, mencoba membangunkannya.Tapi Renaria justru menepis tangannya, seperti mengusir nyamuk, sambil bergumam pelan, “Jangan ganggu...”Marcell terdiam.Siapa sebenarnya yang sedang mengganggu siapa sekarang?Ketika ia memindahkan Renaria ke kursi penumpang depan, gadis itu masih saja menggeliat manja, menggesekkan wajahnya ke dadanya seperti anak anjing kecil yang mencari kehangatan.Baru setelah ia mengusap lembut kepala gadis itu, Renaria diam dan kembali terlelap.Mobil melaju pelan ke dalam kompleks vila mewah.Setelah memarkir mobil, Marcell dengan hati-hati mengangkat gadis itu dari kursi.Jujur saja, tubuh Renaria ringan sekali, nyaris tak terasa berat.Ia membawanya naik ke lantai dua tanpa kesulitan, meski anehnya, tubuhnya sendiri justru terasa panas.Panas yang tak wa

  • ISTRI KECIL SANG CEO   Bab 3 : Untuk Apa Mau Bawa Aku Pulang?

    Bar Star.Pesta ulang tahun malam itu diselenggarakan di sebuah ruang VIP. Karena tidak terlalu akrab dengan semua orang yang hadir, Renaria hanya duduk diam di samping June, meneguk minumannya seperti sedang minum air putih.June sedang asyik beradu minum dengan seorang pria, yang sepertinya adalah teman dekat dari si pemilik pesta ulang tahun itu.Sementara itu, pria yang duduk di sisi kiri Renaria tampak seperti seorang tukang bicara.Ia terus-menerus mengobrol tanpa henti, menanyai ini dan itu. Renaria mulai merasa jengkel, lalu mencari alasan asal-asalan untuk meninggalkan ruangan.Ketika ia berjalan melewati June, temannya itu bertanya,“Kau mau aku temani keluar?”Renaria bisa menebak, June sebenarnya ingin tetap di dalam bersama pria yang sedang menemaninya minum, jadi ia menolak dengan halus.Saat itu Renaria sudah sedikit mabuk; langkah kakinya pun mulai goyah.---Marcell datang ke Star Bar untuk menemani seorang klien penting.Meskipun bar itu milik salah satu temannya, ia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status