Share

ISTRI KECIL SANG DIREKTUR
ISTRI KECIL SANG DIREKTUR
Penulis: Gavrila

Bab 1

"What? Nggak! Heppy nggak mau! Apa Papa sudah nggak waras mau jual anak sendiri?" Dengan berkacak pinggang dan dada yang kembang kempis Heppy menolak mentah-mentah keinginan papanya.

"Tolonglah Papamu ini Sayang, perusahaan kita sudah di ambang kehancuran. Apa kamu tega melihat perusahaan peninggalan Kakekmu bangkrut?"

"Tapi Pa, Heppy baru juga lulus SMA, Heppy juga pengen kuliah."

"Nak, perusahaan Martadinata mau membantu Papa hanya dengan syarat Papa bersedia menikahkan salah satu putri Papa dengan anak sulung mereka."

Sesungguhnya Pak Adi tidak tega jika harus menikahkan putrinya dengan keturunan Martadinata yang terkenal angkuh dan kejam, tapi nasib perusahaannya ada ditangan Martadinata Corp karena hanya pemilik perusahaan itu yang bersedia menyuntikkan dana yang cukup besar untuk membangkitkan kembali perusahaan yang hampir bangkrut itu.

"Kenapa harus Heppy Pa? Heppy masih SMA! Kenapa nggak Cindy saja?" isak Heppy memelas agar Papanya membatalkan perjodohan konyol itu.

"Apa kamu lupa jika kakakmu itu sudah bersuami dan sedang hamil besar?"

"Tapi Pa," rengek Heppy yang masih bersikukuh menolak perjodohan itu.

"Heppy, percaya sama Mama. Tidak ada salahnya menerima perjodohan itu. Keluarga Martadinata adalah keluarga yang mapan, mempunyai segalanya. Kamu tidak akan kekurangan apapun jika menikah dengan putranya, Nak." Bu Nanda yang sedari tadi diam ikut membujuk putri bungsunya.

"Iya dan menukar kebahagiaan dan mimpi Heppy dengan perusahaan Papa! Kalian memang nggak sayang sama Heppy!"

"Hepp,"

"Sudah cukup Pa, Heppy benci Papa!" teriak Heppy dengan air mata yang membanjiri pipi putihnya.

"Heppy dengar Mama," sela Bu Nanda.

"Nggak, Heppy benci kalian. Kalian pilih kasih! Membebaskan pilihan Kak Cindy menikah dengan lelaki yang dia cinta tapi menjodohkan Heppy. Kalian pikir ini jaman Siti Nurbaya? Persetan dengan perusahaan, kalian pikir Heppy rela menukar masa depan Heppy demi perusahaan? Tidak!"

Plaakkkk!!! Tamparan yang cukup kencang mendarat di pipi kiri Heppy.

"Mama nampar Heppy? Ck benar, kalian memang nggak sayang sama Heppy! Happy benci Mama! Aku benci kalian!" Mengambil tas ranselnya yang tadi ia lempar ke sofa, Heppy berlari keluar rumah meninggalkan suasana yang kian memanas dan membuatnya semakin emosi.

Berlari entah kemana. Otaknya buntu, yang dipikirannya hanya bagaimana cara ia kabur dan menghindari perjodohan konyol ini.

Entah sudah seberapa jauh Heppy berlari. Keringat sudah membasahi seragam abu-abu putihnya. Melihat pohon mangga yang nampak berbuah lebat ia memanjat pagar yang mengelilingi pohon itu.

Tanpa kesulitan sedikitpun, Heppy berhasil naik ke atas pagar tembok yang cukup tinggi. Memetik satu buah mangga dan memakannya.

"Ck, pusing gue. Telpon Resti aja kali ya. Siapa tau dia punya solusi buat masalah gue." Sambil menggerogoti mangga Heppy menelpon Resti, sahabatnya.

---

"Ee gila Lo ya, ngapain dah nangkring disitu kaya Mbak Kunti," teriak Resti dari bawah.

"Jangan bacot deh, sini naik. Eh pesanan gue mana?"

Dengan susah payah pohon mangga, akhirnya Resti sampai di atas pagar tembok dan duduk di samping Heppy dengan ngos-ngosan. "Nih, tau repot gini ogah gue dateng," gerutu Resti sambil memberikan sebotol minuman kemasan titipan Heppy.

"Ck, sama sahabat ini. Eh gue lagi galau tau. Makanya gue kabur kesini," curhat Heppy setelah meneguk minumannya.

"Curhat Bu? Jomblo aja gegaya galau."

"Gue nggak lagi bercanda Res. Gue dijodohin, huaaaa..."

"Hari gini? Sekarang sudah jaman milenial kali. Eh dijodohin sama siapa? Ganteng kaga?" kepo Resti.

"Mana gue tau, bokap cuma bilang sama putra sulung keluarga Martadinata. Bokap Lo kenal kaga?"

"Buset? Serius Lo? Demi apa? Putra keluarga Martadinata terkenal ganteng oy. Tapi kalau putra sulungnya gue belum pernah liat. Misterius gitu. Eh sumpah? Putra sulung? Jadi istri keberapa lo?"

Heppy yang sedang minum sontak menyemburkan minumannya mendengar jawaban sahabatnya. Papanya memang gila kalau benar menjodohkan dirinya dengan lelaki beristri.

Sekarang yang ada dibayangan Heppy adalah laki-laki tua berkumis dengan perut buncit dan berwajah mesum saat mendengar kata istri keberapa. Berarti bukan cuma satu kan?

"Lo serius Res? Udah beristri?"

"Serius, dari berita yang beredar sih gitu tapi nggak tau pasti berapa istrinya, yang jelas lebih dari satu. Kehidupan pribadi putra sulung Martadinata memang sangat tertutup, media cuma tau namanya saja. Darrel Martadinata."

"Darrel Martadinata? Lo belum pernah liat orangnya?"

"Kaga Hep, kata media juga dia kaga tinggal disini. Hidup tentram dan bahagia dengan para istrinya di daerah terpencil."

"Restiii..... Tolongin gue..." Heppy dengan histeris merengek pada Resti.

"Terima aja kali, konglomerat Hep. Jadi istri milyader Lo," goda Resti sambil menowel dagu Heppy.

" Palelu. Mending gue miskin dari pada jadi madu," sewot Heppy yang dijawab tawa renyah oleh Resti.

---

Hari sudah gelap, Heppy tiba dirumah sambil mengendap-endap. Berusaha tidak menimbulkan suara, ia melepas sepatu ketsya. Berjalan pelan menuju pintu utama. "Sial, dikunci lagilagi," gerutunya sambil mencari jalan lain.

Berjalan menuju samping rumah, memanjat pohon yang dahannya menjulang hingga balkon kamar. "Heppy dilawan. Manjat gini doang mah kecil," bisiknya sambil tersenyum pongah. "Untung gue nggak pernah kunci pintu balkon," sambungnya sambil berjalan santai memasuki kamar.

Memang dasarnya apes, saat lampu kamar ia nyalakan. Papanya dengan garang sudah duduk di kasurnya. "Ppa- Papa? Sedang apa Papa di kamar Heppy?" cicit Heppy salah tingkah dipandang begitu tajam oleh sang Papa.

"Akhirnya pulang juga kau anak tengil. Mulai sekarang bersikaplah lebih dewasa. Jangan seperti anak tidak tau di untung seperti ini." Kata-kata pedas keluar dari bibir Pak Adi. Tidak lupa tatapan tajamnya yang mengintimidasi membuat Heppy menciut ditempat ia berdiri.

"Mau jadi apa anak perempuan kelayapan jam segini baru pulang? Mau jadi berandalan kamu? Contoh itu Kakakmu, sudah hamil masih sibuk membantu Papa dan suaminya," tambah Pak Adi yang emosi melihat kelakuan anak bungsunya.

"Kak Cindy Kak Cindy terus. Bandingin aja terus sama Kak Cindy, memanglah Heppy ini beban keluarga, makanya Papa rela ngejual Heppy sama Pak Tua hidung belang itu." Tidak mau kalah dan tidak rela dibandingkan dengan sang kakak, Heppy pun dengan berani menatap mata tajam papanya.

"Sudah berani kamu ya? Siapa yang kau sebut pak tua hidung belang ha?"

"Siapa lagi kalau bukan Pak Darrel Martadinata, lelaki yang Papa jodohkan denganku."

"Heppy, kurang ajar kamu ya? Sudah berani melawan Papa? Mulai besok kamu Papa kurung. Jangan harap bisa keluar dari kamar ini sampai hari akad tiba."

"Pa, Papa nggak bisa kaya gini dong." Sambil mengejar papanya yang berjalan ke arah pintu balkon dan mengunci dan mencabut kuncinya.

"Mau atau tidak, Papa tetap pada keputusan Papa. Kamu menikah dengan Tuan Darrel atau kamu akan menyesal seumur hidup."

Brakk!! Ceklekk! Pintu kamar tertutup dan terkunci dari luar. Menyisakan Heppy yang menangis meraung memaki seluruh dunia karena ketidakadilan papanya.

Sejujurnya Pak Adi sengaja melakukan itu semua. Dia harus tega agar putri bungsunya tidak lagi menjadi anak yang manja dan pembangkang. Apalagi ia akan menikah dengan putra konglomerat, tentu harus tau tata krama dan sopan santun. Semoga saja dengan didikan keras seperti ini Heppy bisa lebih mendewasakan diri dan tidak lagi keras kepala.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status