Share

Bab 2

Bu Nanda masuk ke dalam kamar Heppy dengan membawa nampan berisi sarapan dan segelas susu, duduk di tepian kasur sambil mengelus kepala Heppy.

"Mamaaa... Heppy nggak mau nikah," rengek Heppy yang sudah membuka matanya, ralat. Tidak bisa memejamkan matanya sejak perang dingin dengan sang Papa tadi malam.

Bu Nanda hanya mengulas senyum getir mendengar rengekan putri bungsunya, walaupun Heppy termasuk anak yang bandel, pembangkang juga selalu membuatnya darah tinggi, keputusan suaminya begitu membuatnya bimbang. Bu Nanda tidak tega melepaskan putrinya yang masih belia untuk menikah, tapi nasib perusahaan dan semua karyawan ada di tangan Heppy.

"Kenapa kalian begitu tega, apa kalian benar-benar tidak menyayangi Heppy lagi sampai ingin sekali membuang Heppy ke pria tua itu?" tanya Heppy lagi.

"Kamu ingat tidak apa alasan Mama menamparmu kemarin?" tanya Bu NandaNanda yang di jawab anggukan kepala oleh Heppy.

"Kenapa Mama tega menampar Heppy?"

"Nasib perusahaan sudah berada di ujung tanduk Hep, begitu juga dengan semua karyawan yang menggantungkan hidupnya disana. Bahkan hutang-hutang Papamu sudah begitu banyak. Dan dalam tempo satu bulan Papa harus bisa mengembalikan semuanya jika tidak ingin semua aset dan rumah ini disita, bahkan Papa terancam masuk penjara."

"Jadi jika Heppy nggak mau nikah sama orang itu Papa bakal masuk penjara? Tapi Heppy nggak kenal sama orang itu Ma, bahkan Heppy juga tidak tau tampangnya kaya gimana. Mama tau nggak kalau orang itu sudah punya istri, Heppy nggak mau jadi orang ketida Ma."

"Jangankan kamu Hep, Mama sama Papa juga belum pernah melihat bagaimana tampang putra sulung keluarga Martadinata karena selama ia menjalankan bisnisnya selalu melalui orang kepercayaannya. Ia tidak pernah turun langsung. Mama dengar rumor itu, tapi berita itu belum jelas valid Sayang. Hanya desas-desus dari media."

Menatap sekali lagi wajah sang mama yang sangat terlihat sedih dan serba salah, Heppy menghela nafasnya panjang.

Sebagai seorang anak tentu Heppy tidak ingin kedua orang tuanya menanggung beban berat hingga masuk penjara tapi mengorbankan masa depan dan semua mimpinya, Heppy juga tidak rela.

"Beri Heppy waktu untuk memikirkan semua ini Ma," jawab Heppy akhirnya.

Seulas senyum terbit dari bibir Bu Nanda. "Kamu makan dulu sarapannya, kami hanya punya waktu hingga besok siang. Keluarga Martadinata tak ingin lama menunggu. Apapun keputusan kamu, semoga itu yang terbaik untuk kita semua." Bu Nanda memeluk putri bungsunya dengan senyum tulus, mengucapkan terimakasih karena putrinya sudah bisa bersikap lebih dewasa.

---

Di sebuah ruangan meeting di perusahaan Martadinata, asisten pribadi Darrel Martadinata membawa sebuah map yang berisi perjanjian untuk ditandatangani oleh Pak Adi dan Heppy.

"Semua hutang Pak Adi akan dianggap lunas dan Tuan Darrel akan mentransfer suntikan dana untuk perusahaan Bapak setelah putri Bapak sah menjadi istri Tuan Darrel," ucap asisten Tuan Darrel mengambil kembali semua berkas-berkas tersebut.

Ingin rasanya Heppy menangis sekarang, bagaimana tidak? Tampang calon suaminya ia tidak tahu, bahkan pernikahannya sudah mirip seperti transaksi jual beli. Bagaimana nasibnya kelak? Bayang-bayang penderitaan dan masa depan suram sudah ada di depan mata.

"Mengenai acara pernikahan, Tuan Darrel akan memberitahu secepatnya. Terimakasih, saya pamit undur diri karena masih banyak keperluan."

"Baik, terimakasih." Pak Adi mengantarkan sampai pintu kemudian duduk di samping Heppy yang sedang memeluk sang Mama.

"Maafkan Papa, Papa tidak bisa menjadi ayah yang baik buat Heppy." Pak Adi mengelus puncak kepala sang putri sambil tersenyum paksa.

---

Di kamar Heppy.

Tok tok tok.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Heppy. "Masuk," ucapnya lesu.

Ternyata kakaknya, berjalan dengan susah payah karena perut yang sudah sedikit membuncit dan membawa tentengan paperbag yang lumayan besar.

"Ini gaun buat besok, maafin Kakak ya? Seharusnya Kakak yang berada diposisimu, tapi-."

"Sudah lah Kak, Kakak nggak perlu minta maaf. Yang terpenting dia baik-baik saja dengan keluarga yang utuh dan bahagia, Heppy sudah senang," potong Heppy saat tau kemana arah pembicaraan sang Kakak.

"Terimakasih Sayang," sahut Kak Cindy seraya menarik Heppy kedalam pelukannya.

"Besok kamu sudah jadi istri, jaga diri kamu baik-baik ya?" lanjut Kak Cindy sambil menangis membayangkan akan seperti apa nasib pernikahan sang adik. Ia merasa gagal menjadi seorang kakak, tapi ia juga tidak bisa melakukan apapun karena sudah memiliki keluarga kecil sendiri.

---

Di kamar kedua orang tua Heppy.

"Pa, Mama nggak rela sebenarnya melepas Heppy dengan cara seperti ini, bagaimanapun dia masih sangat muda untuk menjadi seorang istri."

"Bagaimana lagi? Kita tidak punya cara lain. Papa juga tidak tega Ma," sahut Pak Adi.

"Bahkan kita tidak boleh mengundang siapapun, termasuk Cindy dan suaminya. Kenapa Tuan Darrel sangat kejam kepada keluarga kita?"

"Sudahlah Ma, kita turuti saja kemauan Tuan Darrel. Kita tahu sendiri bagaimana desas-desus diluar sana tentang Tuan Darrel. Dia mau membantu kita dengan syarat seperti itu jika tidak, kita tahu sendiri apa konsekuensinya."

Mengangguk pasrah, Bu Nanda hanya bisa berdoa untuk kehidupan Heppy setelah ini. Bagaimanapun ia dan suaminya adalah penyebab semua kekacauan ini.

---

Heppy sudah dibangunkan sedari subuh untuk dirias. Bahkan hari ini ia terlihat sangat baik dengan menuruti semua perintah Bu Nanda tanpa protes sedikitpun seperti biasanya. Dengan wajah lesu tak bersemangat, Heppy hanya diam saja ketika perias memoles wajahnya.

Memandang pantulan dirinya di cermin besar, Heppy menahan sesak di dadanya. Hari ini kehidupannya akan berubah. Bu Nanda yang melihat gurat kesedihan di wajah sang putri hanya bisa mengelus pundak Heppy, berusaha menyalurkan kekuatan untuk anak bungsunya.

Selesai dirias, dengan memakai gaun pengantin yang sederhana namun elegan dan pas ditubuh mungilnya, Heppy beserta kedua orang tuanya sudah tiba di sebuah hotel mewah tempat dimana acara pernikahannya akan berlangsung.

Dengan langkah pelan Pak Adi dan Bu Nanda mengantarkan Heppy menuju kursi yang sudah disediakan. Pak Adi dan Bu Nanda bahkan sampai menitikkan air mata memandang wajah cantik sang putri yang menundukkan wajahnya. Mereka tau jika putrinya sangat enggan namun mereka tidak punya pilihan.

Heppy terlihat meremas kuat gaun pengantinnya setelah Papa dan Mamanya meninggalkan ia di depan penghulu dan dua orang saksi yang tak ia kenal. Memandang wajah tua Mama dan Papanya yang kini duduk barisan paling depan kursi tamu undangan yang hanya beberapa orang saja, Heppy memaksakan senyumnya. Ia harus kuat, demi Papa dan Mamanya.

Seorang pria dengan tuksedo putih terlihat berjalan dengan angkuh ke arahnya, diiringi beberapa pengawal dan juga asistennya yang ia lihat kemarin.

Namun yang menarik perhatian Heppy adalah topeng yang menutupi wajah pria itu hingga tak ada satupun orang yang bisa mengenalinya. Ya, dia adalah Darrel Martadinata, tua bangak mata keranjang yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

Kedua mata mereka bertemu, iris coklat itu sungguh asing dimata Heppy, bahkan terlihat begitu dingin dan misterius. Tanpa senyum pria itu segera duduk dan meminta penghulu untuk segera memulai acara.

"Saya terima nikah dan kawinnya Heppy Arlinda Putri binti Adi Wijaya dengan mas kawin satu set perhiasan seberat lima ratus gram dan uang sebesar lima ratus juta rupiah dibayar tunai."

Dengan satu tarikan nafas pria itu mengucap ijab qobul dan Heppy sah menjadi miliknya.

"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu.

"Sah."

Tak kuasa Bu Nanda meneteskan air matanya. Sesuai perjanjian yang tertulis dan ditandatangani di atas materai, Heppy sekarang sudah sah menjadi milik pria itu.

Selesai berdoa, saat Heppy hendak berdiri untuk sungkem kepada kedua orang tuanya, pria yang sekarang sudah sah menjadi suaminya malah pergi meninggalkannya.

"Saya beri waktu lima belas menit untuk mengucapkan selamat tinggal kepada kedua orang tuamu. Perlu kamu ingat, saya tidak suka menunggu." Kalimat itu yang ia bisikkan kepada Heppy saat sebelum ia pergi dan memberikan kode kepada para bodyguardnya untuk mengawasi Heppy.

Pak Adi dan Bu Nanda bergegas menghampiri sang putri dan memeluknya erat. "Maafkan Papa, Nak," ucap Pak Adi dengan tangisnya.

Sedangkan Bu Nanda hanya bisa menangis tergugu. Lidahnya kelu tak mampu mengucapkan sepatah kata pun untuk menguatkan sang putri. Bu Nanda sangat menyesal membayangkan bagaimana kehidupan putrinya bersama pria dingin tak berperasaan seperti Tuan Darrel.

"Sudahlah Pa, Ma. Heppy ikhlas. Anggap saja ini bentuk bakti Heppy kepada Mama dan Papa. Tidak ada yang perlu disesali, mungkin sudah takdir Heppy harus seperti ini. Mama dan Papa harus bahagia ya? Entah kapan Heppy bisa bertemu lagi dengan kalian, tapi semoga secepatnya kita bisa kembali bertemu. Heppy sangat mencintai Mama dan Papa, kalian harus bahagia walaupun tanpa Heppy. Ucapkan salam Heppy juga kepada Kak Cindy dan Kak Deny, Heppy minta maaf karena tidak bisa berpamitan secara langsung. Heppy pamit ya Pa, Ma. Jaga diri kalian baik-baik."

Heppy memeluk erat kedua orang tuanya sampai dua orang bodyguard menariknya paksa.

"Papa Mama harus kuat, Heppy sayang kalian," ucap Heppy sebelum menghilang dibalik pintu meninggalkan Bu Nanda yang menangis keras hingga jatuh pingsan dipelukan Pak Adi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status