Share

Bab 2. Salah pesan menu

ISTRI PERTAMA SUAMIKU

#2

Di tengah perjalanan, setelah rasa kesal dan panikku mereda, barulah terasa perutku yang melilit. Sejak usai bercin-ta dengan Mas Dany tadi sore, aku memang belum sempat makan. Kuarahkan mobil ke sebuah restoran mewah yang sudah lama ingin kunjungi. Aku ingin tahu seperti apa menu makanan yang katanya berharga jutaan itu. Biarlah kali ini aku makan sendiri, lain kali aku akan mengajak Mas Dany. Hem, apa kata Cintya tadi? Mas Dany dan Mbak Laras sedang makan malam di restoran mewah? Aku juga bisa.

"Selamat malam Ibu. Silahkan." Seorang pelayan berseragam menyambutku sambil tersenyum manis bak gula.

"Meja private ya mbak." Ujarku sambil meneliti interior restoran yang sangat mewah. Kursi kursi dari kulit yang tampak lembut dan nyaman untuk diduduki, lukisan di temboknya dan musik romantis yang mengalun indah. Hem, apalagi bagian dalam di private room, pastilah lebih mewah lagi. Aku akan mencobanya jadi nanti bisa memberi tahu Mas Dany.

"Meja private sudah full dan harus reservasi melalui phone sehari sebelumnya. Mohon maaf Bu." Ujar si pelayan sambil mennagkupkan kedua tangan di depan dada.

Aku mendesah.

"Baiklah kalau begitu. Meja biasa tidak apa-apa. Lain kali saya akan pesan private room. Bahkan akan saya pesan seluruh ruangan itu untuk saya dan suami saya sendiri." Ujarku pongah sambil melangkah menuju salah satu meja kosong.

Pelayan itu mengangguk, sambil tak membuang raut wajahnya yang manis. Mungkin dia memang di setel sedemikian rupa untuk tetap bersikap manis semenjengkelkan apapun pengunjung.

Aku meraih daftar menu yang disodorkannya. Aduh, pakai bahasa Inggris lagi.

"Saya mau menu yang paling mahal saja Mbak." Ujarku sambil menyodorkan daftar menu.

Pelayan itu mengangguk. Cukup lama rasanya aku menunggu. Kuusap perutku yang terasa perih. Ah, seharusnya aku mampir ke tenda pinggir jalan saja tadi, cepat dan gak ribet. Warung tenda pinggir jalan dengan menu nasi goreng setan atau nasi Padang serba sepuluh ribu, dulu adalah menu istimewa untukku. Tapi sejak kenal Mas Dany dan menjadi istrinya, aku tak lagi mampir kesana. Mas Dany selalu mengajakku makan di restoran, tapi belum pernah juga ke tempat semewah ini.

Rasanya lama sekali aku menunggu, ketika dua orang pelayan datang dan meletakkan beberapa piring saji di atas meja. Aku terdiam memandang sajian itu. Empat iris telur rebus dengan topping mirip telur cicak warna hitam, beberapa iris daging ikan berwarna merah, sepertinya daging kepiting, dan juga beberapa buah udang besar yang ditaburi saus berwarna keemasan.

"Emm, Mbak. Apa nama menunya tadi?"

"Deviled eggs with crab and caviar."

Glek, aku menelan ludah, lalu mengangguk pada si pelayan. Setelah pelayan itu pergi, aku mulai meraih sendok dengan ragu. Suapan pertama rasanya aku ingin munt*h merasakan telur cicak yang asin meletup dan meleleh di lidah. Secepat mungkin kutahan, lalu meneguk minuman berwarna kemerahan yang sepertinya segar itu. Lidahku langsung meringis merasakan asam yang tak biasa. Ughh, betul betul si-a-lan.

Aku melambaikan tangan pada pelayan, menahan rasa malu sekaligus lapar karena tak mampu menelan makanan yang katanya mewah ini. Pelayan bengong melihat makanan masih utuh. Wajahnya berubah tegang

"Apakah ada yang kurang Bu?" Tanyanya sopan.

Aku menggeleng, meski sebetulnya ingin sekali teriak di depan wajahnya kenapa harus memilihkanku menu aneh begitu.

"Saya sudah kenyang. Memang porsi makan saya hanya segitu." Senyumku sambil mengeluarkan kartu debit warna gold, hadiah dari Mas Dany.

Wajah pelayan itu mengendur, dia tersenyum sambil mengangguk dan membawa kartu itu ke meja kasir, lalu tak lama mengembalikannya padaku.

"Terimakasih atas kunjungannya Bu. Silahkan datang lagi lain kali."

Aku mengangguk, tanpa sempat menatapnya lagi. Sambil berjalan dengan langkah anggun, aku keluar dari restoran dan masuk ke mobil. Akhirnya, di sebuah warung tenda tempat biasa aku makan, aku berhenti dan memesan makanan dari dalam mobil.

"Nasi goreng Pete satu Mas. Yang pedas banget."

***

Aku mengusap usap perut yang terasa penuh. Makanan rakyat jelata sesungguhnya memang lebih nikmat. Jika sedang sendiri, aku memang suka makan seperti itu. Tapi kalau ada Mas Dany, aku akan jaga imej, mengikuti selera makannya yang sebetulnya juga tak aneh. Kulkas kuisi karena setiap hari akan ada orang yang datang pagi pagi untuk memasak dan membersihkan rumah, lalu pulang lagi jam tiga sore. Masalahku sekarang, tinggal menghilangkan bau Pete dari mulutku sebelum Mas Dany pulang.

Iseng, aku membuka F******k dengan akun fake, akun yang sengaja kubuat untuk memata-matai Mas Dany, maduku, dan tentu saja Cintya. Ingat gadis kurang ajar itu, dadaku kembali meletup oleh amarah. Awas kamu anak kecil, suatu saat aku akan membalasmu.

Usiaku baru dua puluh dua saat bertemu Mas Dany. Usai lulus SMA, aku diajak teman dari kampung untuk bekerja sebagai SPG sebuah produk rokok. Bermodal wajah cantik dan body aduhai, tak sulit bagiku diterima bekerja. Bonusnya adalah, sang bos, direktur perusahaan, yang akhirnya dapat kulihat saat acara gathering, kepincut olehku. Lelaki berusia empat puluh lima tahun yang gagah dan tampan bak aktor film itu berhasil kudekati dengan sedikit trik. Gaji sebagai SPG tak memuaskan bagiku sehingga menjadi simpanan pak bos adalah pilihan yang lebih baik. Sampai akhirnya Mbak Laras, istri pertamanya mengetahui perselingkuhan kami. Kupikir tadinya dia akan mengamuk dan menyuruh kami berpisah. Ternyata, perempuan itu malah meminta kami segera menikah.

Tentu saja aku mau. Itu misi utamaku. Berikutnya, pelan tapi pasti, aku akan menyingkirkan maduku itu. Namun ternyata itu bukan hal mudah. Cintya adalah batu sandungan. Gadis temperamental itu sudah beberapa kali melabrakku. Sekali, telapak tangannya bahkan pernah mendarat di pipiku yang mulus.

(Berbeque bersama keluarga tersayang. Daripada makan sendirian kayak kuyang.)

Caption melengkapi foto foto Mas Dany dan Mbak Laras beserta dua anak mereka yang sedang makan makan di halaman belakang rumah itu terpampang di akun Cintya Fahira. Aku melotot. Benar-benar gadis gak punya adab. Setelah memprovokasi ku dengan mengatakan Mas Dany dan Mbak Laras makan di resto, dia seenaknya memposting foto yang baru diambilnya malam ini, lengkap dengan caption yang jelas menyindirku. Apa dia tahu akun fake ini milikku?

Rupanya Mas Dany bukan makan malam di resto, hanya berbeque di rumah saja. Ughh, kesal, ku cek saldo ATM, ingin tahu berapa harga makanan aneh yang terpaksa kutinggalkan tadi. Aku terkejut bukan kepalang melihat saldoku berkurang banyak, rasanya ingin nangis dan berguling-guling di lantai.

Tujuh juta!

Astaga.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Prapto Vera
duh, telur cicak seharga 7juta.hahaha..kalo aq bisa nangis 7hari 7malem tuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status