Pak Derry sudah berusia lima puluh lima tahun. Postur tubuhnya tinggi, tegap dan kelihatan cukup bugar. Wajahnya cukup tampan, tak terlalu banyak kerutan, terlihat awet muda dibandingkan dengan pria seumurannya.
Dia membantu Vivian berdiri. Setelah itu, dia menoleh ke Elitta dengan mimik wajah yang tegang. "Elitta, papa memintamu datang ke sini bukan untuk menyakiti istri papa!"Elitta membela diri, "tapi, Pa! Elitta nggak ada maksud menyakitinya, istri muda Papa itu menjambak Elitta, Elitta nggak sengaja dorong barusan."Pak Derry menampar Elitta dengan kasar. Dia sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan. Setiap kali melihat anaknya itu, perasaannya dipenuhi amarah."Jangan meninggikan bicaramu saat bicara dengan orangtua!" ucapnya.Rasa sakit tamparan itu tidak ada apa-apa bagi Elitta dibandingkan dengan sakit hatinya. Kedua matanya kembali berlinang air mata. Dia menyentuh pipi yang kemerahan.Vivian pura-pura simpati dengan menarik lengan jas suaminya. "Sayang, kamu jangan kasar-kasar, kasihan Elitta. Kita memanggilnya ke sini untuk hal lain 'kan?""Oh iya, Elitta, papa mau kamu tanda tangan pemindahan dokumen kepemilikan tanah milik mama kamu ke papa. Papa baru melihat kalau nama yang tertertera itu nama kamu, jadi papa minta kamu tandatangan.""Papa mau ngambil hak Elitta buat istri baru papa itu 'kan?""Kalau iya kenapa? Lagian dari awal mama kamu itu nggak punya apa-apa, tanahnya itu juga pastu dibeli dengan uang papa, jadi kamu harus mengembalikannya ke papa.""Papa lebih peduli sama istri sampah Papa ketimbang Elitta.""Siapa yang kamu sebut sampah!""Wanita jalang yang ada di dekat Papa itu, siapa lagi!""Jaga mulut kamu!" Pak Derry hendak menamparnya lagi. Otot-otot wajahnya bermunculan, membuktikan dia begitu murka dengan perkataan Elitta."Apa? Tampar lagi kalau perlu! Tampar Elitta terus! Memang itu kenyataannya! Papa milih istri Papa itu bukan Elitta yang anak Papa sendiri!""Kamu itu bukti perselingkuhan Mama kamu, Anak Haram. Masih untung papa mau merawatmu sampai besar setelah mama kamu mati. Jadi, jangan seenaknya membandingkan kamu dengan istri baru papa. Ngerti kamu?"Vivian menahan tawa. Semakin panas perdebatannya maka dia semakin bahagia. Kalau saja ada berondong jagung, dia akan duduk dan makan itu sambil melihat anak dan ayah ini bertengkar.Elitta terus meyakinkan, "Pa, nggak apa-apa kalau Papa benci Elitta. Tapi, tolong sadar, Vivian itu cuma manfaatin Papa, dia itu masih berhubungan sama Leon.""Enggak!" Vivian membantah.Dia memeluk lengan suami barunya itu, lalu pura-pura menangis sambil bersandiwara, "kan, apa kubilang, Sayang. Anak kamu nggak bakalan menerimaku. Dia nggak terima punya ibu tiri yang seusia dengannya. Dia mikir aku cuma mau uang kamu saja.""Pembohong kamu! Aku lihat sendiri, kalian masih jalan, juga ke hotel berdua!""Elitta yang bohong, Sayang. Palingan dia masih nggak terima soalnya dulu Leon itu batalin pernikahan mereka karena jatuh cinta padaku, padahal aku nggak mau sama dia, aku cintanya sama kamu. Elitta mau balas dendam dengan nuduh aku kayak gitu.""Barusan kamu bilang cuma mau uang Papa saja 'kan?""Kapan aku bilang begitu?""Tega banget kamu kayak gini, Vi! Kamu boleh menyakiti hatiku, tapi kenapa sampai hati menghancurkan hati papa!""Aku ini jujur.""Kamu ..." Elitta muak, ingin menampar Vivian lagi.Pak Derry mendorong putrinya dengan kasar. "Jangan coba-coba mengangkat tangan ke istri Papa, Elitta. Sekalipun kalian seusia, sekarang Vivian itu ibu tiri kamu! jadi, kamu nggak usah banyak drama.""Elitta nggak drama, Pa!""Papa paham kamu marah-marah kayak gini soalnya papa jodohin kamu sama orang lain 'kan? Ya udahlah, tunangan kamu juga nggak mau sama kamu, bukan salah Vivian kalau Leon suka sama dia.""Leon itu bukan cuma suka sama Vivian, tapi selingkuhannya! Mereka udah hubungan setahun, jadi sebelum nikah sama papa bulan lalu, mereka udah sama-sama. Kita ini korban, Pa. Mereka cuma mainin kita.""Udah cukup. Sudah papa bilang dari awal, mau kamu terima pernikahan ini atau nggak, bukan urusanmu. Papa nggak butuh pendapat kamu. Kamu sudah nikah sekarang, urus saja suami kamu itu.""Elitta tahu papa menikahkan Elitta dengan pria lain agar cepat-cepat keluar dari rumah ini, agar nggak nganggu hubungan papa sama Vivian, tapi Elitta nggak bisa diam saja melihat Papa diselingkuhi begini.""Kamu saja anak hasil selingkuhan, tahu apa tentang selingkuh?""Papa ..." Elitta meneteskan air mata. Semakin hari, ucapan sang ayah semakin tajam dan menyakitkan.Dia selalu saja dihina anak selingkuhan, anak haram, anak tidak diharapkan. Tetapi, apapun yang terjadi— dia tak mungkin membiarkan ayahnya disakiti.Pertunangannya dengan Leon sudah hancur akibat permainan Vivian, dia tidak bisa membiarkan hidup ayahnya juga hancur.Vivian menahan tawa, puas melihat Elitta kehilangan segalanya, sementara dia mendapatkan semuanya. Dia menyandarkan kepala di lengan suami barunya itu, bertingkah begitu manja.Dia berkata, "oh iya, sayang, bukannya kamu bilang kamu jodohin Elitta dengan orang kampung random itu soalnya kalah judi pas di meja billyard? Kamu tega banget nggak ngasih tahu dia sampai sekarang?"Pak Derry menjawab, "iya, daripada ngasih uang lima ratus juta, mending nerima lamarannya saja. Orangnya bilang kalau butuh istri, ya udah kebetulan aku punya anak nggak tahu diri yang gagal nikah."Elitta kaget. Dia terbiasa dengan semua perkataan jahat dari pria itu, tapi tak mengira sampai hati menikahkannya dengan pria tak dikenal. "Apa papa bilang ..."Jadi, suaminya itu cuma orang asing acak yang ditemui ayahnya di meja billyard?***Lima ratus juta? Diserahkan ke pria asing karena kalah judi dengan nominal lima ratus juta?Elitta merasa seperti dijual oleh ayahnya sendiri. Harga dirinya bisa dibeli dengan sejumlah uang. Dia masih tak percaya. Begitu saja? "Papa bilang suami Elitta itu anak kenalan papa?"Tanpa rasa bersalah, Pak Derry menjawab, "Cuma bohong. Kalau papa jujur, papa jodohin kamu sama orang random itu karena kalah main billyard, mana mau kamu? Kamu 'kan rewel.""Hanya karena lima ratus juta?""'Hanya' kamu bilang? Itu banyak. Anak bodoh dan manja kayak kamu mana paham susahnya cari uang.""Uang penjualan tanah milik mama bisa buat bayar, Pa! Sisa banyak malahan.""Enak saja, itu tanah milik papa, papa nggak sudi kehilangan sepeserpun uang demi kamu. Udah cukup ya, Elitta. Kamu udah gede, udah nggak butuh bantuan keuangan dari papa. Kamu juga udah nikah.""Kenapa papa yang judi, Elitta yang harus nanggung semua kerugian papa?""Jangan lancang kamu! Kamu kira besarin kamu itu pakai daun, pakai uang
Suasana dalam ruangan menjadi sedikit sunyi."Nggak mungkin!" Vivian memecah keheningan.Dia murka, semakin tidak percaya melihat Elitta dan Vito berpandangan lama. Mana boleh Elitta mendapatkan pria seperti ini? Ini tidak mungkin!Pak Derry menatapnya. "Ada ada, Vivian? Kamu kenal Vito?""Nggak ... nggak kenal.""Vito, ini istri Om, Vivian. Vivian ... ini pria yang dari tadi kita bicarakan, Vito, suaminya Elitta.""Salam kenal, Mama Mertua." Vito enggan menjabat tangan dengan Vivian. Pandangannya masih merendahkan seakan tidak sudi menyentuh tangan orang asing. Aura di sekitar pria ini begitu angkuh, tak tersentuh, benar-benar dominan.Vivian dilanda gundah mendalam. Dia tak bisa melepaskan pandangan kepada mantan pacarnya ini. Tidak mungkin ini kebetulan. Apa mungkin Vito sekarang sudah kaya raya dan ingin membuatnya cemburu dengan menikahi Elitta?Iya, pasti begitu— itulah yang dia pikirkan.Vito menyeringai tipis padanya.Antara takut, tapi juga tergoda. Jantung Vivian berdebar-d
Ini tidak mungkin.Berulang kali, Vivian meyakinkan dirinya kalau ini mustahil. Mantan pacarnya yang sudah dia buang mendadak jadi bos besar? Tidak pernah terpikirkan sebelumnya kalau ini sunguhan. Pria yang dulu dia remehkan, dia buang karena terlalu miskin untuk memenuhi kehidupa hedonnya adalah seorang CEO Sunmart?Perusahaan ritel yang menaungi ratusan cabang Supermarket Sunmart di seluruh negeri itu?Vivian tak mau percaya. "Gimana mungkin kamu jadi CEO-nya Sunmart? Kamu itu cuma yatim piatu, orang miskin! Ini cuma bohongan, iya 'kan? Kamu pikir aku nggak tahu, CEO jaringan ritel Sunmart itu Pak Tonny Hardana, fotonya tersebar di seluruh situs Sunmart.""Itu pamanku, aku dulu cuma main-main saja. Aku bosan hidup enak, jadi aku ingin tahu rasanya hidup sangat miskin .... sepertimu." Vito tersenyum palsu, senang bisa membalikkan hinaan Vivian barusan. Dengan bangga, dia kembali berkata, "kalau kamu nggak percaya, coba buka saja situs atau media sosial Sunmart, akan terlihat siapa
Vivian masih menatap Elitta dengan perasaan cemburu sekaligus dengki. Sejak SMA, dia sudah sangat iri dengannya. Selain karena selalu dikalahkan dalam hal akademis, dulu orang yang dia sukai malah menyukai Elitta.Elitta sama sekali tidak takut dengan pandangannya. Dia sudah muak dihina dan dipermalukan terus. "Kenapa tadi kamu lihat suamiku sampai kayak gitu?""Memangnya kenapa?""Dia suamiku! Jangan macam-macam.""Sekarang aku paham. Niatmu dari tadi cuma mau sombong 'kan?""Sombong apa?""Kamu pikir kamu itu cantik karena sudah berhasil nikah sama CEO Sunmart? Dia itu cuma mau main-main sama kamu. Palingan sebulan, kamu dibuang. Orang kaya 'kan memang begitu.""Jangan bicara buruk tentang suamiku.""Kamu bahkan nggak kenal sama dia, mau-maunya aja dinikahi. Wanita normal nggak bakalan mau nikah sama pria yang baru dikenal, kecuali kalau dia emang kaya raya ...""Aku dilamar oleh Vito, aku percaya sama dia, dan aku mengira keluarga Vito adalah kenalan Papa. Aku terpaksa buru-buru ni
Mantan?Mantan pacar Vivian?Hati Elitta mendadak diselimuti rasa takut, sesak sekali. Berkat ulah VIvian yang selalu merenggut pria yang pernah cintainya, dia menjadi sedikit tidak percaya diri. Apa dosanya sangat banyak sehingga orang-orang yang dia cintai selalu pergi?Vivian tersenyum melihatnya. "Kenapa? Syok sampai nggak bisa ngomong? Sekarang kamu pasti ngerti 'kan kenapa Vito nikahin kamu? makanya jangan sok cantik, sudah jelas siapa yang dia incar?"Tak diduga, Pak Derry datang di waktu yang tak tepat itu. Dia sedikit mendengarkan ucapan istri mudanya. "Siapa mantan pacar yang kamu maksud?"Vivian kaget. Dia menoleh, lalu menghampiri suaminya itu sambil menunjukkan raut wajah manja. "Sayang, kamu dengar semua? Ini nggak seperti yang kamu dengar, kok ...""Apanya, sih? Mantan pacar apa? Kamu barusan bicara apa? Kamu kenapa masih di sini? Debat sama Elitta belum kelar?""Oh." Vivian lega suaminya tak mendengar apapun. Dia mengomporinya lagi, "marahi itu anak kamu, masa dia mara
Elitta mengurungkan niat untuk pulang ke rumah Vito, dan memilih pergi ke rumah teman masa SMA-nya, Rena.Hatinya terluka. Air mata tak kunjung berhenti menetes. Malam ini akan terasa panjang untuknya.Tidak mungkin dia bisa menghadapi suaminya sendiri setelah apa yang dia dengar dari mulut Vivian. Apa benar dia hanya dimanfaatkan pria itu untuk membuat Vivian cemburu?"Elitta? kamu kenapa ..." Rena melihat Elitta saat membuka pintu rumah. Yang membuatnya cemas adalah betapa merah kedua mata wanita itu— sudah jelas karena terlalu banyak menangis di perjalanan."Apa aku boleh nginap di rumah kamu malam ini?""Tentu saja, ayo masuk." Rena mempersilakannya masuk. Dia sudah sering melihat Elitta menangis. Semua alasannya selalu sama, dikhianati pria yang sudah dia cintai. "Duduklah dulu, aku buatkan teh hangat.""Nggak perlu. Aku nggak mau merepotkan kamu lagi. Kamu lanjut aja kegiatan kamu, aku cuma mau istirahat.""Vivian lagi? Ada apa?"Elitta menahan diri untuk tidak buang-buang air
Vito sampai di rumah sesuai dengan alamat yang dikirimkan oleh anak buahnya. Alamat itu merupakan milik Rena. Dia memarkirkan mobil di halaman depan, lalu keluar dan mendekati rumah tersebut.Para tetangga yang masih beraktifitas bertanya-tanya, siapa tamu Rena yang membawa mobil sport? Apa mungkin pacar Rena? Atau malah Rena adalah perempuan tidak benar yang mengundang pria ke rumah?Vito tahu sedang diperhatikan. Bertamu malam-malam di rumah wanita itu masih tabu di kawasan ini. Akan tetapi, dia tidak peduli dan tetap mengetuk pintu.Pintu dibuka.Rena kaget melihat kedatangan Vito. Dia hendak menutup pintu, tapi ditahan oleh Vito."Mana istriku?" tanya Vito dengan ekspesi wajah yang datar.Rena buru-buru mejawab, "mana kutahu.""Aku tahu dia pasti nemuin kamu 'kan?""Enggak."Vito mendorong pintunya sampai terbuka lebar, lalu dia main masuk ke dalam— melihat sekitarnya. Samar-sama
Di rumah, Elitta masuk ke dalam kamar tidurnya. Kemudian, Vito menyusul masuk. Setelah pernikahan kemarin, Vito langsung bekerja— jadi, ini pertama kalinya mereka satu kamar berdua.Elitta sedikit gugup. Bisa dibilang, ini adalah malam pengantin mereka. Akan tetapi, usai mengetahui Vito adalah mantan pacar dari Vivian, dia sedikit canggung. Rasanya sangat berbeda dari kemarin.Vito terlihat santai memasuki walk in closet, ruangan yang ada di dalam kamarnya, ruangan dengan deretan lemari besar berisi pakaian dan aksesoris miliknya, seperti sepatu, jam tangan, dan lain-lain. Di tengah ruangan itu ada meja berlaci banyak. Di atasnya terdapat beberapa kotak-kotak aksesoris yang belum dibereskan.Elitta menengok dari luar pintu. Semalam, dia sudah berada di kamar ini, tapi tak berani melihat isi dari walk in closet suaminya. Vito tampak berdiri di depan lemari yang terbuka sembari melepaskan jam tangan.Tanpa melihat, dia sadar sedang diperhatikan. "Ada apa?""Aku boleh masuk ke dalam?"