Lima ratus juta?
Diserahkan ke pria asing karena kalah judi dengan nominal lima ratus juta?Elitta merasa seperti dijual oleh ayahnya sendiri. Harga dirinya bisa dibeli dengan sejumlah uang. Dia masih tak percaya. Begitu saja?"Papa bilang suami Elitta itu anak kenalan papa?"Tanpa rasa bersalah, Pak Derry menjawab, "Cuma bohong. Kalau papa jujur, papa jodohin kamu sama orang random itu karena kalah main billyard, mana mau kamu? Kamu 'kan rewel.""Hanya karena lima ratus juta?""'Hanya' kamu bilang? Itu banyak. Anak bodoh dan manja kayak kamu mana paham susahnya cari uang.""Uang penjualan tanah milik mama bisa buat bayar, Pa! Sisa banyak malahan.""Enak saja, itu tanah milik papa, papa nggak sudi kehilangan sepeserpun uang demi kamu. Udah cukup ya, Elitta. Kamu udah gede, udah nggak butuh bantuan keuangan dari papa. Kamu juga udah nikah.""Kenapa papa yang judi, Elitta yang harus nanggung semua kerugian papa?""Jangan lancang kamu! Kamu kira besarin kamu itu pakai daun, pakai uang, ngerti! Jadi, kamu harus tetap hormati papa.""Tapi papa udah keteraluan banget!""Papa begini juga demi kamu. Pernikahan kamu dengan Leon 'kan batal, daripada kamu terus di sini jadi perawan tua, mending nikah sama siapa saja. Lagian, istri baru papa terganggu kalau serumah sama kamu. Kalian sudah menikah kemarin— apa dia belum bilang apapun? Apa dia sibuk lagi ngurus pengiriman barang dagangan?""Papa bahkan nggak tahu suami Elitta kerjaannya apa?""Emangnya penting?"Vivian menahan tawa, tapi pura-pura prihatin. Dia berkata, "kasihan banget punya suami pengusaha kampung, pasti kekurangan pegawai, jadi sopir sendiri deh. Malam pertama bukannya bahagia, malah serasa jadi janda. Kamu kok tega ngasih anak kamu ke pria nggak jelas gini, Sayang? nanti kalau ternyata suaminya sindikat perdagangan manusia, gimana?"Pak Derry sama sekali tidak peduli, tidak menyesal, walaupun menikahkan putrinya dengan pria asing di tempat billyard."Yang paling penting Elitta pergi dari rumah. Itu syarat kamu waktu mau tinggal di rumah ini sama aku 'kan?" katanya."Iya, Sayang, makasih udah nurutin aku ..." Vivian berjinjit, kemudian mencium pipi pria paruh baya itu dengan tingkah yang masih manja. "Kamu suami terbaik."Elitta jijik melihat pemandangan ini, ingin muntah rasanya. Bibirnya terkatup rapat, sedih sekali. Dia menahan agar air matanya tak lagi jatuh, percuma menangis hanya karena penghinaan ini. Lagipula, dia tidak menyesal menikah dengan pria yang baru dikenalnya seminggu.Dengan hati yang bangga, dia berkata, "Pa, sekalipun ternyata papa bohong tentang suami Elitta, Elitta tetap berterima kasih, dia itu pria yang baik.""Nggak usah menghibur diri sendiri gitu, Elitta, kalau mau nangis, nangis saja. Oh, atau kalau kamu mau, aku bisa kenalin cowok kota yang lebih baik daripada suami kamu yang asal-asalan dipilih papa kamu itu.""Nggak, makasih. Aku bangga menjadi istri Vito.""Vito?" Vivian mengulang nama itu. Nama yang tidak asing untuknya.Mendadak, suara langkah kaki mendekat.Seorang pria tiga puluh tahunan berpakaian setelan jas hitam rapi berjalan masuk ke ruangan itu.Tubuhnya tinggi dan tegap. Bentuk wajah tampan terhias oleh sepasang mata hitam tajam, rambut berwarna hitam legam seperti bulu burung gagak. Auranya begitu kuat dan mendominasi.Dari penampakannya itu saja— orang akan menduga dia adalah seorang pimpinan dari suatu perusahaan besar. Mustahil kalau dia hanyalah pengangguran kabupaten.Vivian menahan napas. Dia mengenali pria itu. "Vito? Nggak mungkin ..."Vito menatap Elitta, lalu berkata, "aku mencarimu kemana-mana, kenapa nggak bilang kalau ke rumah ayah kamu yang nggak guna ini?"Elitta merasa bersalah. "Maaf, aku buru-buru ke sini.""Nggak guna?" ulang Pak Derry tersinggung. "Apa katamu?"Vito berhenti di hadapan Elitta. Pria itu sama sekali tak menganggap Pak Derry dan Vivian itu ada.Dia menyentuh pipi istrinya itu dengan jemarinya yang posesif, lalu menasehati dengan suara yang lembut, "kamu baik-baik saja 'kan? Kenapa kamu malah naik taksi ke sini? Kita 'kan punya helikopter pribadi. Kalau kamu kenapa-napa di jalan bagaimana? Kota itu banyak orang jahat."Pipi Elitta memerah. Mereka belum lama mengenal, tapi dia sungguh bahagia memiliki suami yang perhatian dan lembut. Detak jantungnya berdebar kencang setiap kali diperlakukan begitu.Vivian tak percaya. "Vito ... kamu ..."Vito meliriknya dengan pandangan angkuh dan dingin. "Maaf, kamu siapa? Jangan sok akrab denganku sampai berani menyebut nama panggilan."Hati Vivian seakan ditusuk tombak tajam.Itu wajar saja. Vito adalah mantan pacarnya yang dia tinggalkan karena cuma pria kampung miskin. Jadi, kenapa mendadak berubah begitu tampan, terawat, mengenakan baju mahal, jam tangan merek terkenal? Apa dia menjadi bos besar sekarang?***Keesokan harinya ... Elitta dan Vito berangkat pagi sekali untuk menuju ke rumah Tuan Zero. Di sana mereka direncanakan untuk bertemu dengan Pak Derry. Sudah sangat lama sejak terakhir bertemu dengan ayahnya, Elitta sudah tidak sabar. Di sepanjang perjalanan, dia menyempatkan diri untuk membeli buah melon kesukaan sang ayah. Setelah sampai di rumah megah ayah kandung Elitta itu, mereka disambut oleh oleh Dino. Elitta sesekali melihat ke sekitar, tapi tak menemukan yang dicari. Iya, selain Pak Derry, dia juga penasaran kemana sang ayah kandung? Dino bisa menebak jalan pikirannya, dan menjawab, "santai aja nanti juga ketemu papa." Karena malu, Elitta berdusta, "nggak, aku nggak nyariin dia, kok, aku cuma nyari Papa Derry.'" Dino hanya menahan tawa saat membawa mereka menuju ke lantai dua, dan kemudian memasuki salah satu ruangan. Begitu pintu dibuka, terlihatlah pemandangan meriah dengan spanduk yang bertuliskan "SELAMAT UNTUK KEHAMILANMU, ELITTA!" Banyak sekali pita warna-warni
Elitta dan Vito menenangkan diri dengan mampir ke kafe dekat rumah sakit. Emosi mereka sudah sama-sama reda. Elitta juga tidak mungkin marah terus apalagi Vito sudah mengatakan segalanya untuk minta maaf. Vito sengaja memesankan es krim coklat untuk makin menenangkan hati istrinya. Selama hampir lima menit, dia hanya memperhatikan wanita itu menikmati es krim. Karena es krim dalam mangkuknya sudah hampir habis, dia menawarkan, "mau nambah lagi nggak?" Elitta mengangguk. Vito tersenyum. Dia lega melihat Elitta sudah tidak memandangnya dengan kekecewaan lagi. Dia meminta waiter untuk membuatkan satu es krim coklat lagi. Sambil menunggu, Elitta hanya diam memandangi suaminya. Dia tidak tahu harus berkata apa sekarang. Vito bertanya, "Sayang, tadi kamu bilang kalau ada orang yang tahu lebih dahulu tentang kehamilan kamu daripada aku 'kan? Siapa itu? Jangan-jangan dia yang ngedit suratnya?" Elitta menjawab, "Lana." "Apa ..." Vito terkejut. "Dia?" "Dia yang tahu lebih dahulu, aku s
Elitta meminta sopir untuk mengantarkannya pergi ke rumah sakit. Dengan atau tanpa Vito, dia akan membukikan kalau dirinya tidak berbohong.Perkataan manja Lana sebelumnya masih terngiang di kepalanya. Kenapa wanita itu berani sekali bersikap seperti itu? Apa dia tidak melihat dia ada di sana? Dia adalah istri Vito!Elitta selama ini menyadari kalau perubahan dari Lana seperti mengikuti dirinya. Bahkan, aroma wewangiannya, tapi sebelumnya dia hanya menganggap itu hal biasa.Akan tetapi, dia jadi teringat oleh Vivian, yang teman sendiri menggoda mantan pacarnya dahulu, kemudian tunangannya, sekaligus ayahnya. Semua pria yang ada di dalam hidupnya seolah direnggut. Dia tidak menerima perselingkuhan lagi.Apa vito sungguh berselingkuh darinya? Apa pria itu mulai dekat dengan Lana di belakangnya? Apa itu alasan wanita itu diberikan pekerjaan di kantor? Elitta merasa dadanya sangat sakit. Dia tidak mau membayangkan hal buruk, tapi yang muncul di kepalanya hanya hal-hal yang jelek. Sudah b
Elitta dan Dino masih berdiam diri di halte selama setengah jam. Keduanya membahas beberapa hal, termasuk tentang kesehatan Pak Derry.Elitta lega bisa mendengar dari mulut Dino langsung kalau sang ayah baik-baik saja. Dia benar-benar sudah membuka hati untuk pria itu sekaligus ayah kandungnya.Dia berkata, "maaf ya, selama ini aku agak sinis sama kamu terus sama ..."Wanita itu masih bingung harus memanggil ayah kandungnya dengan sebutan papa atau sekedar Tuan Zero seperti julukannya?Dino paham dengan apa yang dipikirkan Elitta. Dia tersenyum, lalu mengatakan, "nggak usah minta maaf, aku yang harusnya minta maaf. Jujur aja, niatku jelek loh sama kamu sebelumnya.""Jelek?""Iya pokoknya gitu lah, tapi Papa buat aku sadar kalau kita ini sekarang keluarga."Elitta hampir tidak mengira kalau orang seperti Dino akan berkata seperti itu. Tetapi, dia tidak mengatakan apapun, takut menyinggung.Halte tersebut ada di dekat kantor.yang secara otomatis berseberangan jalan dengan restoran. Deng
Elitta sedih sampai ketiduran. Ketika dia bangun keesokan harinya, tidak ada Vito di atas ranjang. Dia semakin khawatir dengan pria itu. Dia segera pergi keluar, mencari-carinya dan ternyata memang tidak ada tanda-tanda Vito pulang sejak kemarin. Khawatir, dia menelpon ponselnya, tapi malah tidak aktif. Perasaannya jadi campur aduk. Apa pria itu sehancur itu hanya karena tulisan di kertas kemarin? Kenapa bisa langsung percaya Dia menghampiri Ibu Mugi yang ada di dapur, lalu bertanya, "Bu, mana Vito? Apa dia enggak pulang semalaman?“ "Nggak, Nyonya. Tapi, tadi telpon di telepon rumah, katanya suruh bilang ke Nyonya, Tuan lagi kerja, mungkin pulang nanti malam.” “Dia nggak pulang terus langsung kerja?“ Elitta kaget. Yang lebih mengejutkan, kenapa malah menghubungi telepon rumah? Kenapa tidak langsung menelpon ke ponselnya? Bukankah dia itu istrinya? "Iya, Nyonya.” Ibu Mugi merasa kalau ada sesuatu semalam. Hanya saja, dia tidak tahu apa yang terjadi karena saat Vito pergi dia sibuk
Lana sempat mampir ke rumah Vito. Tentu saja, dia diam-diam menuju ke dekat pintu garasi, dan membuang amplop putih di sekitar mobil yang biasa dipakai Elitta.Setelah itu, dia masuk ke dalam— lalu menyapa sang ibu, dan akhirnya ikut makan siang bersama. Tidak ada kecuriagaan sama sekali. Baik Elitta dan Vito terlihat mesra seperti biasa. Malahan lebih mesra, mereka juga saling suap, bahkan di hadapan Lana.Ibu Mugi mulai sadar kalau anaknya menyukai Vito. Tetapi, dia lega karena yakin majikannya tidak akan pernah menanggapi perasaan Lana.Situasi ini cukup rumit.Lana berpamitan pulang lebih awal. Dia terlalu mual melihat kebersamaan mereka.Sore harinya, Elitta mengalami mual-mual, jadi beristirahat di dalam kamar. Selama itu pula, Vito dengan setia memijat kakinya— memanjakannya sebisa mungkin."Kamu mau sesuatu, Sayang? Minuman hangat mungkin? Teh kesukaan kamu?“ Vito menawarkan. Dia tahu kebiasaan Elitta yang sering minum teh tiap sore.Elitta menggelengkan kepala. Dia masih mer