‘Aku tidak tahu perasaan apa ini, bibirnya yang mungil sungguh aku ingin mengecupnya. Aroma tubuhnya, aku ingin memeluknya erat. Astaga dia putriku. Mengapa otak liarku bekerja membayangkan hal yang mesum pada putriku sendiri?’ pikir Mikel, lelaki tiga puluh lima tahun tersebut menggelengkan kepala. Dia berbalik dan menatap gadis manis yang sedari tadi memperhatikan dirinya. “Fara,” panggilnya spontan.
“Daddy, kenapa siap-siapnya lebih lama dari Fara, sih?” Komentar Fara sambil merapikan sedikit pakaiannya.
Lelaki tampan berusia matang tersebut kembali menatap dirinya di cermin untuk mengalihkan panadangan. Dia mencoba menekan perasaan anehnya saat bertatapan dengan Fara, putrinya. Ya, putrinya.
“Daddymu ingin menebar pesonanya, manatau ketemu cewek cantik di jalan, Ra.” Seorang lelaki yang usianya lebih muda dari Mikel jengah melihat sang atasan yang sedari tadi melamun itu.
Mikel tidak mendengar ocehan sang asisten, lelaki itu melangkah pergi begitu saja dari walk in closet "Ayo, Sayang!" ajaknya pada Fara.
Sepanjang jalan Mikel menceramahi Fara agar sang putri tidak mudah dekat dengan orang lain terutama dengan laki-laki. Juga harus pandai memilih teman. Lelaki tersebut terlalu takut sang putri ikut pergaulan bebas.
"Siap, Daddy." Fara keluar mobil dan berjalan santai melewati gerbang kampus.
"Da Fara, semoga bertemu kakak tingkat yang manis!" Asisten Mikel kembali berseloroh.
Fara tersenyum dengan mengacungkan ibu jari ke atas.
PLAk!
Mikel menepuk jidat bawahannya tersebut, menatap tidak suka.
"Dia ke sini buat belajar, jangan mengajarinya yang tidak-tidak!" cebik Mikel
"Ih, ngeri. Aku gak kebayang jika kelak Fara menemukan lelaki yang ia cintai. Menyedihkan sekali kisah cinta mereka," gumam lelaki itu sambil melajukan kembali mobil mereka.
"Tidak usah membayangkannya, urus saja kisah cintamu sendiri!" Mikel tersenyum mengejek sang asisten.
"Gak ah, aku menunggu Fara saja selesai kuliah," ejek sang asisten tanpa rasa takut.
"Leluconmu tidak lucu!" Suara Mikel sedikit meninggi.
Mikel tidak suka ada orang lain yang melukai Fara, yang ia tahu jika berurusan dengan asistennya itu. Lelaki tebar pesona, pura-pura manis dan play boy, semua wanita dengan rela berakhir di ranjangnya dan setelah itu mereka akan dibuang. Mana mungkin Mikel mengizinkan lelaki itu menyentuh putri kesayangannya.
'Mengapa aku sangat marah hanya dengan membayangkan Fara dengan lelaki lain? Ah, sial!' umpatnya.
***
Mikel mengingat kembali kenangan sepuluh tahun silam. Waktu itu awan tidak hentinya menumpahkan air, guntur bergemuruh saling menyahut.
"Hentikan mobilnya!" ucap Mike melihat seorang anak kecil sedang menangis di pinggir jalan.
Lelaki itu pun menghentikan mobil dengan paksa. "Mike, maksudku bos, hati-hati. Banyak sekarang penipu yang menggunakan anak-anak," sarannya khawatir pada bos sekaligus temannya itu.
Mikel diam dan meneruskan niatnya untuk menghampiri anak tersebut. Miris sekali rasanya melihat tubuh kecil itu menggigil.
"Apa yang kamu lakukan hujan-hujanan di pinggir jalan begini?" Ia membuka jasnya kemudian meletakkannya di kepala gadis kecil itu dengan suara yang lembut.
Anak itu menoleh, kemudian menggeleng.
"Siapa yang membawamu ke sini?" tanyanya pelan.
"Mereka, mengatakan aku anak pembawa sial," isak gadis mungil itu.
Mike mengernyit, "Kamu yakin mereka membuangmu?" tanyanya lagi. Tidak ada jawaban dari anak tersebut, "Siapa namamu?" Kembali Mike bertanya, tidak peduli hujan sudah membuatnya basah kuyup.
***
Sesampai di kantor, Mikel berjalan ke ruangan rapat. Seorang wanita dengan pakaian sexy dengan warna bibir merah menyala menyambut Mikel.
“Pak Mikel, ini berkas untuk rapat.” Ia menyerahkan kepada Mikel dengan senyum menggoda.
Mikel langsung menerima berkas dari tangan wanita itu. Ia tidak tertarik dengan bibir merah, lekuk tubuh yang tercetak dengan jelas karena pakaian yang terlalu pres di tubuh indahnya. Dia pun duduk di kursinya.
“Sarah, berhentilah menggodanya kamu akan berakhir kecewa.” Sang asisten kembali memperingati wanita itu agar berhenti mengharapkan perhatian dari Mikel.
Mesti asistennya itu sangat play boy dia tidak tertarik dengan wanita seperti Sarah. Dia tidak menyukai wanita itu karena tingkah Sarah menurutnya terlalu murahan. Sarah tak pernah malu menggoda Mikel dengan terang-terangan walau sudah berkali-kali di tolak oleh Mkel.
“Terserah apa katamu, tapi aku harus mendapatkan lelakiku itu!” bisik Sarah dengan raut wajah datar. Setelah itu dia keluar dari ruangan Mikel dengan perasaan jengkel.
“Ihhh!” Dia bergidik ngeri sambil mengibaskan tangan ke telinganya. “Semoga aku dijauhkan dari dedemit jenis itu!” gumamnya sambil duduk di sofa yang ada di sudut ruangan Mikel.
Mikel tersenyum sambil menutup berkas di depannya. “Kamu kan sudah sering bertemu dengan banyak wanita seperti Sarah, kenapa kamu masih geli melihatnya!” sindir Mikel. Kaki jenjangnya melangkah gontai menghampiri asistennya itu.
Lelaki itu mendelik kesal.
“Ayo, sebentar lagi rapatnya dimulai!” ajaknya dengan senyum miring.
Dengan cepat asisten membukakan pintu untuk Mikel. “Aku sungguh tak mengerti dengan Tante, ngapain juga menyuruh demit itu menjadi sekretarismu!” keluhnya saat melihat Sarah yang menyambut mereka di depan ruang rapat.
Sarah menyambut Mikel dan menyiapkan kursi untuknya. Senyumnya tak berhenti mengembang karena ia bisa menikmati berdekatan dengan MIkel sepanjang rapat.
Mikel sangat risih dengan situasinya, tapi ia tidak mungkin mengusir Sarah dari sampingnya juga. ‘Ini wanita kapan gatalnya hilang?’ umpatnya dalam hati saat Sarah terus menggeser kursinya sehingga lebih dekat padanya.
Mata sang asisten yang berada di belakang kursi Mikel mendelik tajam. ‘Dasar, demit gatal!” umpatnya dalam hati.
***
“Namamu Fara?” Seorang cowok di kelas Fara menghampirinya karena tidak keluar ke kantin.
“Hmm,” jawabnya singkat.
Anak lelaki itu bersama dua teman lainnya menatap Fara dengan tatapan merendahkan. “Aku dengar kamu anak pungut, ya?” ucapnya dengan senyum sinis.
Fara menatap cowok itu dengan nyalang. Ia mengepalkan tangannya mencoba menahan agar pukulannya tak melukai wajah cowok itu. ia pun berdiri dari kursinya dan meninggalkan ketiga anak lelaki itu.
“Kamu pikir setelah diangkat, kamu akan menjadi orang kaya?” sindirnya dengan nada kencang karena Fara sudah berjarak beberapa langkah dari mereka.
Fara terdiam, ia kemudian menoleh ke belakang. “Apa gunanya orang kaya kalau bersikap pecundang seperti kalian ini!” jawabnya tak mau kalah.
Senyum di wajah ketiga anak lelaki itu pudar. Salah satu dari mereka mendekati Fara. “Kita lihat saja, kau pasti akan kembali terlantar setelah Tuan Mikel menikah lagi!” jawabnya dengan kasar.
Bugh!
Argah!
“Apa yang kamu lakukan?” teriak kedua cowok itu saat melihat teman mereka telah terjungkal ke lantai.
Fara tetap diam walau kedua cowok itu membantu temn mereka bangkit kembali berdiri.
“Kurang ajar!” umpat anak lelaki yang kena pukulan Fara. “Aihh!” ringisnya ketika ia merasakan sudut bibirnya berdenyut nyeri. Ia menatap Fara dengan tajam.
“Fara!” Mikel yang mendatangi kantor polisi dengan wajah dingin. Hari pertama masuk kuliah, dia sudah mendapat kabar kalau Fara punya kasus kekerasan. “Daddy!” jawabnya pelan sambil melihat wajah Mikel dengan merasa bersalah. Mikel mendapat telefon dari kantor polisi yang mengatakan bahwa Fara berulah. Putrinya itu telah memukul teman satu kelasnya yang merupakan salah satu anak pejabat. Namun, yang membuat kemarahan Mikel karena melihat wajah Fara lebam dan sudut bibirnya berdarah. Kemudian ia melihat teman Fara yang lebih kacau dengan wajah yang lebih banyak luka membuatnya sedikit tenang. “Silakan duduk, Pak Mikel!” petugas tersebut yang mengetahui siapa Mikel tentu sangat berhati-hati kepada lelaki lelaki. Mikel tidak menjawab. Dia pun duduk sambil mencoba menenangkan iblis yang ingin mengamuk dalam dirinya. “Pak, Putri anda telah memukuli anak kami. Lihatlah wajah anak kami babak belur begini?” ucap ibu dari ketiga anak cowok yang dipukul oleh Fara. Mikel menatap Fara
Mobil melaju dengan kencang, Mikel langsung menuju hotel berbintang miliknya. Beberapa menit kemudian mereka sudah ada di kamar, dan Mikel langsung menarik wanita itu menuju kamar mandi. “Bagaimana kalau kita melakukannya di sini?” Mikel sangat suka melakukan pemanasan di kamar mandi, dan wanita itu sudah tahu kebiasaan Mikel. Malam ini begitu panas, mereka sudah melakukannya beberapa kali. Mikel seolah tak pernah puas dengan tubuh wanita itu. Kini mereka berakhir di ranjang dengan nafas yang terengah-engah. Wanita itu menutupi tubuh mereka dengan selimut, lalu ia menatap langit-langit kamar sedangkan Mikel berbaring telungkup di sampingnya. “Siapa dia?” Raut wajah kecewa wanita itu menatap Mikel yang telah tumbang di sampingnya. Mikel diam, ia tidak menyangka menyebut nama wanita lain saat melakukannya dengan wanita itu. “Maafkan aku, bukan siapa-siapa. Jangan memikirkannya, lihatlah aku sekarang ada di ranjang bersamamu kan?” jawab Mikel singkat. Ia sendiri tidak tahu kenapa i
Teman cowok Fara menghentikan langkahnya ketika telah sampai di samping mobil Fara. “Aku akan menyusul pakai motor saja,” Ia tidak merasa nyaman karena harus diatar Mikel. “Malah nanti aku gak diantar ke sana kalau kamu gak ikut,” bisik Fara sambil mencabikkan bibirnya. “Ok, ayo. Motorku biar ditinggal di sini saja.” Mereka memasuki mobil yang di dalamnya sudah ada Mikel yang menunggu. Mikel melihat Fara dan temannya sudah masuk, dia pun melajukan mobilnya dengan diam. “Dad, perkenalkan ini teman baruku,” cicitnya. “Hai, Om!” sapanya ramah. Ciiiittttt! Tiba-tiba Mike kaget dan gak sadar menginjak rem dengan mendadak. “Bukannya temanmu cewek?” Mikel menatap anak di samping Fara dari kaca spion. “Dad, dia laki-laki. Tapi daddy tenang, dia tidak tertarik pada perempuan!” Fara mengetahui betapa posesifnya Mikel jika berhubungan dengan teman lelakinya. Teman Fara itu tersenyum indah kepada Mike dan menyibakkan rambutnya ke belakang telinga. Mikel menggeleng pelan. Ia bergidik
Maria mengejar Mikel yang sedang duduk di ruang keluarga. Sementara Fara tetap diam di tempat dan tak berani melakukan apa-apa. “Sayang, Sarah wanita yang berasal dari keluarga berpendidikan, pekerja keras dan tentu saja tidak menggerogoti keluarga kita.” Ia mencoba memberi penjelasan pada putranay itu dengan nada lembut. “Sudah, mama siap-siap. Kita bicarakan di rumah.” Ia melenggang meninggalkan sang mama yang masih heran dengannya. Maria menatap Fara dengan tajam saat melewatinya, “Tidak pantas orang asing membuat hubungan anak dan ibu jadi renggang. Aku kira kamu cukup tahu itu Fara. Karena sekarang kamu sudah dewasa, tentu kamu tahu diri sebagai anak yang dipungut!” ucap Maria sambil menatap Fara penuh kebencian. Fara benar-benar merasa buruk, ia menahan air mata yang ingin keluar dari bola matanya. Kenangan atas sebutan anak pembawa sial kembali menghantamnya. *** “Apa?” Sahabatnya itu kaget mendengar cerita jujur dari Fara. Mereka baru beberapa bulan kenal tapi sudah memb
“Kamu tinggal di sini?” Fara mengikuti perempuan yang baru ia kenal itu. Orang baru yang ia percaya tanpa tahu alasannya.Perempuan itu tidak menjawab. Dia hanya berjalan terus memasuki sebuah bangunan tua seperti apartemen itu. Namun terlihat sangat lusuh.“Hai Nona, apa hari mu menyenangkan ?” ucap lelaki tua yang sedang berdiri di depan meja resepsionis.Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya menandakan ia sedang memberi hormat kepada lelaki tua itu.“Dia butuh tempat tinggal, apa masih ada kamar kosong, pak?” Ia melirik kepada Fara yang ada di sampingnya.“Owh, Nona cantik ini siapa namanya?” ucapnya sambil mengulurkan tangan.“Dia hanya sebentar di sini.” Perempuan itu langsung menjawab lelaki tua itu untuk membatasi interaksi keduanya.Fara menyambut uluran tangannya lelaki tua itu sambil melirik perempuan di sampingnya heran.“Ini kuncimu Nona, semoga harimu menyenangkan. Silakan pilih kamar dan ada harga di sini.” Lelaki tua itu memberikan katalok lusuh yang bahkan tidak
Fara sedang berada di kamar teman barunya itu. Ia melihat kamar itu penuh dan berantakan. Sepertinya teman barunya itu sangat sibuk sampai tidak ada waktu untuk beres-beres.“Apakah usia kita sama? Aku berusia 18 tahun sekarang.” Fara memulai pembicaraan karena sedari tadi temannya itu tak bersuara dan terus melihat beberapa kertas di depan meja kerjanya.“Apa masalahmu dengan usia? itu hanya angka, bahkan kematian tidak mengenal itu.” ucapnya datar.Fara mengernyitkan dahinya sambil memperhatikan temannya itu yang sedang mengambil sesuatu dari lemarinya.“Ini kartu pengenalmu, kembali ke kamarmu.” Ia menyerahkan sebuah kartu kartu pengenal kepada Fara yang jelas bukan namanya. “Betric?” ucapnya membaca nama yang tertera di kartu itu. Kemudian ia menatap temannya itu meminta penjelasan.“Kau bisa menggunakan kartu itu jika ada yang menanyakan identitas dan namamu. Keluarlah, aku harus siap-siap karena mau berangkat kerja.” Perempuan itu mengusir Fara tanpa basa-basi.Fara pun mengan
Tok!Tok!Tok!“Fara ini aku Jody, bukakan pintunya!” ucapnya dari luar kamar.“Akirnya kamu pulang, aku hampir mati karena bosan,” ucap Fara sambil menghela nafas lega.“Kamu tidak bisa kemana-mana sebelum lukamu sembuh!” ucap Jody dan berjalan melewati Fara yang menghalangi jalannya.“Ini aku bawakan makanan, makanlah dan ini ada buku yang aku beli di pinggir jalan pulang!” ia meletakkan kantong belanja di atas meja.Fara seperti anak kecil yang dibawakan mainan. Ia membongkar kantong belanjaan Freya dengan senyum mengembang.Jody tersenyum melihat Fara yang bertingkah kekanak-kanakan di matanya. “Kamu terlalu kekanak-kanakan di usiamu sekarang!” sindirnya.Fara tidak menghiraukan nyinyiran Jody. Ia membuka cemilan di atas meja sambil melihat buku yang dibelikan Jody untuknya.Saat ia melihat sebuah buku dengan cover rumah, hatinya kembali menciut nyeri. Ia mencoba baik-baik saja di luar jangkauan sang daddy. Entah kenapa hatinya seperti dipelintir dengan keras. Kenyataan bahwa dia
Fara kembali menghampiri Mikel yang masih tertidur di sofa. Tangannya menggoyang dengan pelan lengan Mikel untuk membangunkannya.“Hmm, Apa kamu sudah selesai?” gumamnya masih setengah sadar. Dengan pelan Mikel membuka matanya yang masih sangat berat. Ia menatap samar Fara yang berdiri di depannya dengan tatapan mengernyit ke arahnya.“Kita tunggu Sam, dia sudah menuju ke sini!” lanjutnya kemudian beranjak dari sofa lalu berjalan ke dapur.Fara melihat Mikel yang meneguk minuman yang ia ambil dari lemari pendingin. Ia ikut menelan salivanya ketika jakun Mikel bergerak naik turun. Lalu ia menghampiri Mikel yang sepertinya sangat lelah. “Dad, kita besok saja ya ke rumah sakitnya. Daddy istirahat dulu!” tuturnya karena tidak tega.Mikel menatap Fara tajam, “Kamu pikir lukamu itu lelucon Fara, lukanya bisa infeksi kalau terlambat ditangani.” ucapnya sedikit meninggikan nada suaranya.Keduanya menoleh saat mendengar pintu terbuka. Samuel berjalan setengah berlari menghampiri mereka.“Fara!