"Jef kamu udah pulang?" Tanya Bunda Ayu merasa heran tumben anaknya sudah pulang, sedangkan ini baru jam 2 siang, padahal biasanya dia selalu mengambil jam lembur.
"Jefri pulang buat ambil berkas yang ketinggalan,” ucap Jefri lalu segera naik ke lantai atas, tanpa repot-repot menyapa Hanna sebagai tamu dan bertanya kenapa anaknya ada dengan wanita yang tak dia kenali.
'Begitu dingin' Hanna bisa langsung menyimpulkan hal itu sekali melihat seseorang yang ternyata Kakak dari Jafran dan Ayah dari gadis yang ada dalam pelukannya.
"Maaf yah Hanna, Jefri memang orangnya begitu,” ucap Bunda Ayu.
"Tak apa Bunda,” ucap Hanna tersenyum tulus karna tahu Bunda Ayu pasti tak enak padanya.
"Aku ke atas dulu, kamu ngobrol dulu aja sama Bunda,” pamit Jafran yang langsung berdiri dan pergi menyusul Jefri ke lantai dua.
Tok.... Tok.....
"Masuk."
Jafran yang saat itu mengetuk pintu, segera masuk ke ruang kerja Jefri.
"Bang, ada yang mau Gue bicarain,” ucap Jafran sambil mendekat ke arah Jefri yang sedang duduk di kursinya sambil meneliti tumpukan berkas di mejanya.
"Ngomong aja."
Jafran hanya bisa menghela nafasnya karna Jefri bahkan tak melihat ke arahnya, benar-benar susah memang bicara dengan Kakak satu-satunya ini.
"Gue mau nikah, perempuan yang dibawah tadi calon istri Gue, namanya Hanna,” beritahu Jafran.
Jefri sempat tertegun sebentar sebelum kembali membuka-buka berkas kerjanya, seperti tak peduli.
"Ohh, selamat kalau begitu, Abang ikut bahagia,” ucap Jefri sambil melihat ke arah Jafran yang sedari tadi berdiri di depan mejanya.
"Abang gak papah kalau Gue nikah duluan?" tanya Jafran.
"Kamu bercanda Jaf, Abang udah nikah. Kalau kamu mau nikah yah tinggal nikah, gak ada urusannya sama abang,” ucap Jefri.
"Itu 4 tahun lalu, sekarang kita sama. Sama-sama butuh pendamping, sama-sama gak punya pasangan," ucap Jafran mengingatkan Jefri akan statusnya.
"Gue baik-baik aja sendirian,” jawab Jefri santai.
"Kasian Zeyva Bang, kapan abang cari ibu pengganti buat Zeyva?" tanya Jafran sambil melihat mata sang Kakak yang dipenuhi rasa dingin semenjak Kakak iparnya meninggal.
"Kenapa tiba-tiba bahas itu? Gak akan ada siapapun yang bisa gantiin Zilia sebagai Ibu Zeyva,” ucap Jefri dingin lalu kembali meneliti berkas tanpa mempedulikan kehadiran Jafran.
"Kak Zilia udah meninggal 4 tahun lalu Bang, saatnya Abang bangkit. Bukan cuma ingat diri abang sendiri, tapi tolong ingat Zeyva. Lo butuh pendamping sekaligus ibu buat Zeyva, Zeyva butuh sosok ibu,” ucap Jafran mengingatkan Kakaknya itu.
"Jangan bawa-bawa Zeyva ke masalah ini,” ucap Jefri dengan nada suara yang mulai kesal.
"Tapi buktinya Zeyva yang merasakan semua dampak dari keegoisan Abang yang tak rela melepaskan masa lalu,” ucap Jafran tak kalah dingin membalas kata-kata Jefri.
"Hari ini Zeyva nangis lagi untuk sesuatu masalah yang sama. Dia ingin seperti temannya yang lain, punya ibu, diperhatikan oleh seorang ibu dan dijemput ibunya ke sekolah, sesederhana itu,” ucap Jafran.
"Bunda bisa lakuin semua itu,” balas Jefri enteng.
"Yang Zey butuhkan sosok ibu Bang, bukan sosok Nenek. Kalau aja Abang bisa memberikan kasih sayang Ayah sekaligus Ibu pada Zey, dia tak akan membutuhkan sosok ibu karna merasa kasih sayang Ayahnya sudah cukup. Tapi Abang bahkan gak tahu kapan Zeyva pertama kali masuk ke sekolah, Abang bahkan gak tahu gimana Zeyva nangis tiap dia ngelihat anak seumuran dia sama ibunya. Abang terlalu terfokus menyembuhkan luka hati diri sendiri tanpa memikirkan Zeyva yang butuh perhatian."
Jefri hanya bisa mendengarkan ucapan adiknya tanpa mampu membalas, dia bahkan kini hanya fokus untuk mencari berkas kerjanya.
"Abang tak pernah menjelaskan siapa sosok ibu bagi Zeyva, Abang hanya terus berjanji akan membawa Bunda untuk Zeyva. Abang tahu kenapa Zeyva sampai bisa lengket dengan Hanna? Padahal mereka baru bertemu, karena Zeyva pikir Hanna adalah ibunya yang pernah aku janjikan akan membawakan Bunda Untuknya,” beritahu Jafran.
"Ya sudah, biarkan calon istri kamu jadi ibu Zeyva,” ucap Jefri begitu enteng, tanpa berpikir apapun.
"Bang,” teriak Jafran karna kesal.
"Bukankah nanti kamu menikah dengannya, jadi Zeyva akan mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu. Sama saja bukan, kamu pamannya pasti rela jika nanti istri kamu setidaknya membagi kasih sayangnya untuk Zeyva,” ucap Jefri dengan entengnya.
Mengapa Kakaknya jadi seegois ini?
"Bang, Lo bener-bener egois. Pikirin masa depan Zeyva, semua itu gak semudah ucapan yang Lo bilang. Zeyva benar-benar butuh sosok ibu, bukan orang yang hanya berpura-pura menjadi ibunya,” tegas Jafran.
"Ini urusan Gue mau lakuin apapun, mau nikah lagi atau enggak. Lo gak berhak ikut campur urusan gue walau Lo adik gue Jafran, ingat itu," tegas Jefri.
Kakaknya benar-benar berubah banyak dan Jafran tak pernah merasakan Kakaknya yang dulu lagi, yang baik dan perhatian.
"Lo gak ngerasain ada di posisi Gue dan Lo gak ada di sini saat Gue kehilangan,” ucap Jefri.
Memang Jafran saat itu sedang bersekolah di luar negeri dan tak tahu perihal penyakit atau hal apapun tentang Kakak Iparnya. Dia hanya mendapat kabar Kakak iparnya telah meninggal saat melahirkan yang membuatnya sangat syok.
Jafran pikir Kakaknya pasti kuat dan bisa bangkit kembali demi keponakannya, Jafran tak tahu bahwa kehilangan cinta bisa membuat Kakaknya sedemikian berubah. Tak ada lagi senyuman, kasih sayang juga perhatian untuk keluarganya juga hilang. Hanya pekerjaan yang dia jadikan pelampiasan dan prioritas, menyibukkan dirinya sendiri.
"Suatu saat nanti Gue harap Abang akan kembali seperti Abang yang dulu, Gue rindu Abang yang dulu,” ucap Jafran sebelum pergi keluar ruangan meninggalkan Jefri yang termenung.
Dulu dia dan Jafran begitu dekat, sangat dekat. Tapi sekarang mereka bahkan terasa sangat jauh dan dipisahkan tembok tak kasap mata.
'Gue rindu abang yang dulu' batin Jafran
*
*
*
*
“Iya, Hanna istri saya,” beritahu Jefri."Tunggu, maksud bapak Hanna Kintara? Bukanya Hanna calon istri almarhum pak Jafran?" tanya Juna bingung."Ini urusan pribadi keluarga saya, tak bisa saya jelaskan kenapa saya menikahi Hanna. Saya hanya dengar bahwa kamu teman Hanna saat kuliah dulu, mungkin kamu masih berhubungan baik dengan Hanna. Karena itu saya mau bertanya, apa kamu tahu keberadaan Hanna atau tahu siapa teman perempuan Hanna yang lain?" tanya Jefri tanpa mau repot-repot menjelaskan semuanya pada Juna.Saat itu Juna masih kaget dengan informasi ini, tapi dia jelas tak bisa ikut campur masalah keluarga Kusuma ini, keluarga yang memberikannya pekerjaan."Setahu saya Hanna tak mempunyai teman dekat perempuan satupun, saya dulu telat kuliah karena itu satu angkatan dengan Hanna. Saya ingat dia dulu fokus belajar agar nilainya tak jatuh dan beasiswanya di cabut, karena itu Hanna juga lebih sering mengambil kerja part time bila mempunyai waktu kosong jadwal kuliahnya, beberapa kali
“Jangan-jangan Hanna sudah kembali ke rumahnya, aku coba ke sana lagi kalau begitu.”Jefri segera saja pergi meninggalkan makam, tapi baru saja masuk ke dalam mobil tiba-tiba saja ponselnya berdering dan ternyata itu dari ibunya.“Assalamualaikum, Bun.”“Waalaikumsalam, Jef tolong kamu cepat pulang sekarang juga,” pinta Bunda Ayu.“Kenapa Bun?”“Zeyva sakit, badannya panas karena dia nangis terus dan gak mau makan,” beritahu Bunda Ayu membuat Jefri kaget.“Terus sekarang gimana Bun?”“Nangis terus nanyain Hanna dan kamu? Apa Hanna sudah ketemu?” tanya Bunda Ayu.“Belum Bun.”“Hah.” Bunda Ayu terdengar menghela nafas.“Ya sudah kamu pulang dulu saja, siapa tahu Zeyva bisa tenang sama kamu,” pinta Bunda Ayu.“Iya Bun, Jefri ke sana juga sekarang,” ucap Jefri yang akhirnya membatalkan niatnya ke rumah Hanna lagi karena berbeda arah dan segera pulang ke rumah.Putrinya lagi-lagi sakit karena merindukan Hanna, dan sekarang Hanna pergi karena dirinya. Jefri semakin merasa bersalah, karena s
Jefri pagi itu sudah pergi ke rumah Hanna, tapi karena hari Senin otomatis Jefri kembali terjebak macet, sedangkan dia tetap harus ke kantor, walau sudah meminta jadwal paginya dikosongkan pada sekretarisnya.Karena sekarang Ayahnya sudah lepas tangan dengan perusahaan, beliau memilih kembali mengelola restoran bersama Bunda Ayu, setelah kepergian Jafran.Saat dia sampai di depan rumah Hanna, suasana terlihat sepi dan Jefri segera saja turun dan mengetuk pintu rumah Hanna.“Hanna, apa kamu di dalam? Hanna ini aku Jefri, suami kamu,” teriak Jefri di depan pintu karena tak dibukakan juga, bahkan saat Hanna mencoba membuka pintu ternyata terkunci.“Apa mungkin Hanna gak pulang ke sini?”Jefri jelas kebingungan, akan ke mana Hanna jika bukan ke sini, karena ini rumahnya satu-satunya.“Eh tong Lu, cari siapa?” tanya seorang Ibu-ibu.“Saya sedang mencari istri saya Bu, Hanna. Pemilik rumah ini,” jelas Jefri.“Oh, Elu ternyata suaminya si Hanna, tapi perasaan agak beda sama yang dulu suka da
“Ya Allah, apakah aku hanya beban? Hiks, hiks,” isak Hanna, mengadu pada pemilik-Nya.Air mata itu terus berlomba keluar dari matanya, walaupun Hanna terus menyekanya, bahkan dadanya terasa begitu sakit dan sesak.Dia hanya beban bukan dan beban sudah harusnya pergi dari kehidupan Jefri.Dengan tangan bergetar Hanna melepaskan pecahan kaca yang tertancap cukup dalam di kakinya.Hanna berdiri dengan tertatih lalu pergi ke arah kamarnya, memesan taksi lalu membawa tas yang berisi barang pentingnya dan tak lupa dia meninggalkan kartu ATM pemberian Jefri diatas nakas dekat tempat tidur.Dia hanya ingin menenangkan hatinya, dia perlu waktu sendirian, dia masih bisa hidup tanpa Jefri dan kekuasaan juga uangnya.Setelah membalut kakinya dengan tisu dan memakai sepatunya, Hanna meninggalkan kamar yang dia tempati selama satu bulan ini.Rumah sedang sepi karna pembantu yang memang berada di paviliun belakang jika siang hari. Zeyva juga sedang jalan-jalan bersama kakek neneknya dan Hanna bersy
Hanna masih duduk termenung di atas kasur, terus melirik ke arah pintu penghubung ke ruang kerja Jefri. Ini sudah pukul setengah dua belas, tapi suaminya belum keluar juga keluar dari ruang kerjanya.“Mas Jefri mungkin marah dan memilih tidur di sana, tapi di sana tak ada sofa panjang, hanya ada kursi kerja tak mungkin dia di sana terus, kan?” gumam Hanna kebingungan.Sampai tiba-tiba saja terdengar suara pintu dibuka dan ternyata Jefri keluar dari ruang kerjanya dan dia kaget melihat Hanna belum tidur."Kamu belum tidur?” tanya Jefri kaget."Mas, maaf soal kata-kataku tadi. Bukan aku mau menyinggung soal statusku, tapi memang aku ngerasa gak layak buat kamu kasih kartu itu, karna aku bahkan gak melayani kamu sebagai istri yang baik, bukan karena mau diakui atau bagaimana,” jelas Hanna, dia tak mau Jefri terus marah padanya.Jefri saat itu menghela nafasnya, dia tadi pergi untuk berpikir dengan tenang. Memang dia sadar apa yang Hanna katakan benar soal statusnya yang sebagai istri yan
Hanna dan Zeyva sedang menunggu kedatangan Jefri yang berjanji akan menjemput mereka dari sekolah saat ini, tapi sudah setengah jam sejak sekolah Zeyva selesai Jefri belum juga menjemput. Untung Zeyva masih betah bermain dengan teman-temannya, bermain dengan penuh gembira walau satu persatu dari mereka telah pulang.Tapi Hanna agak merasa risi dengan tatapan para ibu-ibu yang juga menemani anaknya karna tahu Hanna menantu baru keluarga Kusuma saat keluarga itu baru kehilangan anggota keluarganya. Apalagi jika mereka tahu seharusnya Hanna menikah dengan Jafran, mungkin mereka akan semakin ribu membicarakannyat.Saat itu satu jam berlalu dan teman Zeyva terlihat sudah pulang semua, hingga kini Zeyva berlari ke arahnya."Bunda, Ayah mana?" tanya Zeyva merengek kesal."Sabar sayang,” ucap Hanna lalu membawa Zeyva ke pangkuannya."Biasanya supir yang jemput Zeyva, Bu Hanna. Yakin pak Jefri yang sibuk bisa jemput, saya bahkan hanya pernah melihatnya sekali ke sekolah ini,” ucap salah satu
Malam sudah larut, tapi suaminya itu belum juga kembali ke rumah, Ayah mertuanya yang pulang lebih dulu bilang suaminya sedang lembur. Walau Hanna sadar dia tak dianggap sebagai istri oleh Jefri, tapi tetap saja ada rasa khawatir dalam hatinya. Karena dalam pandangan hukum dan agama, dia adalah istri Jefri walau suaminya tak mengakuinya.Bahkan kini Hanna sudah bersiap untuk tidur dengan Zeyva, putri sambungnya ini ingin selalu bersamanya dan Hanna jelas tak keberatan, malah sangat bersyukur dengan begini dia tak perlu berduaan hanya dengan suaminya di kamar ini.“Bunda, Ayah kenyapa belum pulang?” tanya Zeyva.“Mungkin Ayah masih lembur, Zey tidur ya sama Bunda, besok kan sekolah,” pinta Hanna.“Iya. Bunda.”Saat itu baru saja Hanna membaringkan Zeyva, saat pintu kamar akhirnya terdengar dibuka dan Zeyva bahkan langsung duduk kembali.“Ayah,” teriak Zeyva senang melihat Jefri yang akhirnya pulang.“Hai, putri Ayah, belum tidur?” tanya Jefri, menyimpan tasnya di atas nakas.“Beyum, ak
Jefri saat itu sadar dengan apa yang dia katakan, karena memang kenyataannya Zilia adalah istrinya dan Ibu dari Zeyva. Bagi Jefri istrinya tetaplah Zilia, walau dia telah meninggal dan kini menikah dengan Hanna. Karena baginya Hanna bukanlah istri yang dia inginkan, dia hanya mau Hanna untuk bisa menjadi Ibu Zeyva.“Iya, dia memang istriku. Zilia, Ibu kandung Zeyva,” tegas Jefri.“Lalu aku apa?” cicit Hanna, bertanya pada dirinya sendiri lebih tepatnya tapi Jefri masih bisa mendengar yang Hanna katakan.“Kita memang belum membicarakan soal pernikahan ini berdua dan mungkin ini kesempatan aku mengatakan yang sesungguhnya,” ucap Jefri.“Maksud Mas apa? Membicarakan apa?” tanya Hanna bingung.“Jangan pernah berharap lebih Hanna,” ucap Jefri membuat Hanna kaget, tapi dia mulai mengerti maksud Jefri sekarang.“Kamu jelas tahu kenapa kita bisa menikah, ini bukan keinginanku. Aku hanya melakukan permintaan adikku dan semuanya demi Zeyva, karena dia menginginkan kamu jadi ibunya. Karena itu ja
Gaun pengantin yang harusnya dia kenakan untuk pernikahannya dan Jafran sekarang telah dia gunakan tapi untuk menikah dengan orang lain, yakni dengan Kakak calon suaminya yang telah meninggal, Narendra Jefri Kusuma tepat 2 minggu setelah kepergian Jafran.Matahari pagi sudah mulai meninggi, Hanna dengar penghulunya sudah datang. Dia kembali menarik nafas dalam, menghalau air mata yang ingin terjatuh, tapi akhirnya air mata itu tetap mengalir karena rasa sesak dalam dada yang tak bisa hilang.“Jafran, hari ini aku akan menikah sesuai dengan wasiat yang kamu tinggalkan. Aku akan menikah dengan Mas Jefri dan menjadi Ibu untuk Zeyva, seperti keinginan kamu. Aku harap kamu tenang di sana, jangan mengkhawatirkan aku lagi,” ucap Hanna menatap bayangannya di cermin."Bunda,” panggil Zeyva yang datang ke kamarnya.Calon putri sambungnya begitu cantik, mengenakan gaun putih dengan rambut yang digerai setengahnya. Hanna segera menghapus air matanya, lalu mendekat pada Zeyva."Ada apa sayang?" tan