Share

BAB 2

Part_2

Kutimang-timang undangan yang diantar Dono tadi siang. Sebuah undangan reuni SMU 21 Kota Jambi mulai dari angkatan tahun 1990 sampai dengan tahun 2000. Tumben aku dapat undangan kali ini, padahal reuni tahun-tahun sebelumnya tidak pernah benar-benar diundang. Dono teman sekelas yang super gaul, hingga tak pernah absen didapuk sebagai salah satu panitia. Meskipun kami dulu terbilang akrab di sekolah, tetapi jadi terasa berjarak sejak ia tahu aku tak punya pekerjaan tetap dan hanya mengontrak. Sesekali ia hanya memberitahukan info reuni lewat chat tanpa meminta sumbangan. Dari situ aku bisa membaca maksudnya.

Aku menyeringai, kini tak ada lagi yang bisa menyepelekan seorang Busro. PP akun W******p dan F******k yang berlatar belakang rumah mewah berlantai dua dan mobil kelas menengah, telah mengukuhkan keberadaanku di mata teman-teman alumni. Bahkan Dono sendiri yang mengantar langsung undangannya. Amplop putih yang ia sodorkan sebagai kontribusi acara, kukembalikan setelah kuisi nominal satu juta rupiah. Uang itu kuambil dari laci lemari, tempat biasa Astuti menyimpan uang untuk membayar listrik, jaringan internet, uang belanja harian maupun uang jajan anak-anak. Toh cuma satu juta, besok-besok Astuti juga dapat uang, bukankah kepala sekolah itu jabatan prestisius? Batin ini dengan enteng membenarkan perbuatanku .

"Jangan sampai gak datang ya, Bro. Daripada nyesel," bisik Dono sambil melihat ke arah dalam, mungkin menyangka Astuti ada di rumah. Aku memandangnya tajam, meminta penjelasan. Dono mendekatkan kepalanya ke sisi telingaku.

"Ada Yuni, gebetan kamu dulu," bisik Don Juan sekolah itu. "Dan yang paling penting, dia sudah single lagi alias janda." Senyum nakalnya mengembang. Mata setajam elang itu bergerak liar.

Yuni? Anganku melayang jauh ke puluhan tahun silam. Pada sosok gadis bertubuh padat, berwajah bulat dan selalu terlihat menarik di mataku. Aku tahu diri, mana mungkin gadis incaran banyak lelaki itu mau menoleh ke arahku. Busro Pecundang ini hanyalah lelaki naif yang tak mau kalah untuk ikut mengangankan dirinya.

 Dan pada akhirnya, hati ini remuk saat gadis pujaan itu melabuhkan hati pada Alex, anak seorang tajir di daerah kami. Aku jatuh cinta dalam diam, dan patah hati diam-diam. Kecuali Dono, ia acap kali memergoki tulisan-tulisanku tentang Yuni. Ia paham cinta bertepuk sebelah tangan ini.

"Kau harus datang, Busro. Datang untuk menebus kepecundanganmu dengan kemenangan. Dapatkan dia, buktikan bahwa kau layak menang!" Kata-kata Dono berputar-putar di kepala, lalu menyusup serupa candu di otakku. Aku tersenyum dengan adrenalin yang terpompa kuat. Aku akan berjuang kembali mendapatkan Yuni meski harus berhadapan dengan Astuti. Astuti? Perempuan bodoh itu pasti mau melakukan segala cara agar aku mau tetap bertahan di sisinya. Batinku jumawa.

💜💜💜

Aku mematut diri di depan cermin, memastikan penampilanku prima dan mengesankan. Kemeja biru laut dipadu jeans dengan warna senada membuatku merasa ganteng. Sepatu hitam yang tampak mengkilap karena habis disemir habis-habisan membuatku makin sempurna. 

Fix, apa lagi, ya? Uang! Ya isi dompetku pas-pasan. Jatah si biru tiap pagi tak pernah bersisa, bahkan terasa makin kurang. Ada sih tabungan, tetapi selagi masih bisa minta pada Astuti, kenapa tidak?

 Aku merasa bodoh karena selama ini mau-mau saja hanya dijatah harian tak bedanya dengan Panji dan Rara. Ah ini harus segera dibicarakan serius. Namun biarlah itu nanti saja, saat ini yang urgent adalah meminta isi dompet pada Astuti untuk menghadiri undangan reuni yang diselenggarakan di sebuah hotel.

 

Astuti kudapati tengah berbicara serius dengan ponselnya. Ia sama sekali tak menutup sambungan meski tubuhku berdiri tak jauh darinya. Dengan siapa dia mengobrol seserius itu?

"Astuti!" ucapku dengan nada cukup tinggi. Biasanya ia langsung menyambut dan menanyakan keperluanku, tapi aneh, tak biasanya ia hanya memberi kode agar aku bersabar. Kurang ajar! Kalau tidak sedang menunggu duit pemberiannya, pasti langsung kurampas ponselnya.

"Siapa?!" tanyaku ketus. "Erin? Diana?" sambungku menyebut nama adik-adiknya.

"Pak Didi. Rekan sesama kepala," jawabnya santai. Didi? Rasanya nama itu tak asing lagi, bukankah ia pernah sama-sama dengan Astuti mendapatkan penghargaan sebagai tenaga pendidik berprestasi sepropinsi beberapa tahun lalu? Foto mereka bersama pemenang lain terlihat dipajang Astuti di meja lemari buku. Ah pasti urusan pekerjaan, mana berani Astuti macam-macam di belakangku. Apa mau merasakan akibat kemarahanku?

"Aku butuh uang, ada pertemuan dengan seseorang di kafe. Membicarakan rencana bisnis dengan temanku malam ini." Aku mengarang alasan.

"Aku sedang gak pegang uang, Mas. Paling cukup buat belanja seminggu lagi jelang gajian. Dua hari kemarin kan bayar cicilan mobil," tolaknya dengan suara rendah dan pelan.

What? Beraninya dia menolak perkataanku. Kudekati ia dengan napas memburu yang pasti menerpa wajahnya. Wajah yang biasanya pucat itu kini menatap dengan wajah datar. Hei, Busro! Apa yang sudah terjadi dengan istrimu. Kenapa ia yang biasanya penakut dan tak berdaya kini berubah berani. Apa yang telah kau lewatkan, Busro? 

"Kalau aku bilang butuh, ya pasti butuh!"

"Nggak usah teriak-teriak, Mas. Anak-anak belum tidur," sergahnya. Eh kok berani mendikte? Darahku mulai naik.

"Kalau gitu cepetan, dong!" Aku meremas bahunya cukup keras, sebagai tanda peringatan.

"Minta itu baik-baik, Mas," keluhnya meringis sembari mengambil dompet dan menyerahkan uang seratus ribu sebanyak dua lembar.

"Aku perlunya lima ratus!" Mataku melotot. Tubuh Astuti bergetar, tetapi beberapa detik kemudian menatap lurus ke arahku.

"Kalau mau silakan ambil, Mas. Lagian ini memang tanggal tua, kan?" Ia mengucapkan itu dengan nada tegas. Tanganku terangkat otomatis seperti biasanya. Tangan yang 

hendak memberinya pelajaran agar tak kurang ajar pada suami.  Namun gerakan ku tertahan oleh kemunculan tiba-tiba Rara yang minta ditemani tidur oleh ibunya. Kutarik uang dua lembar itu dari tangannya, lalu menyambar kunci mobil. Sialan! Kalau begini berarti aku harus merogoh ATM-ku lagi. Untung masih ada sisa cashback DP mobil yang masuk ke rekeningku tanpa sepengetahuan Astuti.

Di garasi, pikiranku masih terganggu oleh sikap istriku tadi.  Saatnya harus memperbarui pelajaran mendidik istri. Tampaknya aku mulai kendor belakangan ini. Bertahun-tahun ia menjadi istri patuh dan pengalah, kenapa tiba-tiba ia berubah. Bahkan aku tidak menyadari sejak kapan dan karena apa? Apakah lelaki bernama Didi itu terlibat dengan perubahannya? Hmm kapan-kapan mesti disambangi  lelaki itu dan mengancamnya agar tak dekat-dekat dengan Astuti. Aku mengepalkan tinju. 

Sebelum melajukan mobil, mataku sempat menangkap sosok Astuti yang berdiri di ambang pintu. Ia menatap kepergianku dengan pandangan aneh. Yang pasti, seperti ada protes yang terpancar dari gestur tubuhnya. Ternyata aku kurang jeli memerhatikan pergaulannya di luar rumah. Kenapa ada yang bisa merubah pola pikir yang sudah kudoktrin selama ini? Awas saja kalau dia berani durhaka pada imamnya.

💜💜💜

Aku sampai di pelataran hotel Star, saat tempat parkir mulai penuh. Kuhubungi ponsel Dono, tetapi tak diangkat. Paling dia sibuk cari mangsa, pikirku.

Kumasuki convention hotel yang mulai padat, sementara Ketua Panitia tengah memberikan sambutan di atas panggung. Mana sih alumni tahun 98? Pandanganku menelusuri tiap kerumunan.

"Busro?" Sebuah suara sexy memanggilku dari arah belakang. Tubuhku berbalik cepat ke arah sumber suara. Wajah bulat dan tubuh montok berbalut kulit putih itu tak mungkin bisa enyah dari pikiranku.

Seperti ada magnet yang mengunci pandangan kami. Jelas sekali pancaran mata Yuni yang memindai tampilanku dari atas sampai bawah. Namun bukan lagi tatapan meragukan dan kasihan seperti dulu, tetapi tatapan penuh kekaguman.

"Yuni?" sahutku dengan dada berdebar menyambut uluran tangannya. Anganku langsung melayang, ini kriteria perempuan yang cocok menjadi partner Astuti dalam melayaniku. Ya, bukankah laki-laki diperbolehkan untuk berpoligami? Apalagi akhir-akhir ini servis Astuti tak lagi memuaskan. Dia senantiasa melayani dengan tubuh letih, pasif dan tanpa gairah. Tunggu tanggal mainnya Yun, aku akan perkenalkan dirimu dengan istriku yang super pengertian itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status