Kembali kupandang dari jauh Alya yang begitu menawan malam ini. Apa dia punya kembaran? Kenapa dia hanya tersenyum tanpa menyapaku?
"Kurasa ente perlu melihat secara detail istri yang baru dinikahi seminggu ini, bro.""Lihat dia begitu mempesona dihadapan pria lain." Si Fery begitu cerewet walau ada benarnya.Alya sama sekali tidak melirikku apalagi menyapaku, dia lebih fokus menyapa teman-temannya. Dia sudah seperti tamu kenegeraan saja. Gayanya sungguh beda dari biasanya. Apa memang aku yang salah selama ini tidak memperhatikannya lebih detail?"Gigit jari, bro," ledek Fery. Ini kenapa si Fery sama sekali tidak mendukungku, dia lebih tertarik dengan si Alya itu. Duuh, kemana gaya totalitasku selama ini. Aku bahkan dibuat mati kutu oleh Alya."Mas kenapa lirik gadis itu terus?" Maharani tiba-tiba tepat berada di depanku. Kenapa juga dia yang lebih tertarik dengan Alya."Aku rasa jika wanita yang kau nikahi seperti itu, pasti pasangan yang sangat serasi." Kembali Maharani menyerangku. Dia seperti ada dendam denganku."Dia memang istriku," jawabku. Biar dia diam. Namun, dia justru tertawa."Hahaha ... pasangan suami istri yang aneh. Bawa diri masing-masing. Maaf aku belum percaya denganmu, mas." Fix dia ada dendam terselubung padaku."Memang kenapa jika kami datang masing-masing? Daripada kamu yang terus menggangguku, sementara suamimu sibuk sendiri.""Setidaknya aku tau bagaimana kehidupanmu, mas. Kamu memutuskanku dengan sepihak tanpa bertanya bagaimana perasaanku. Sangat wajar bagiku sakit hati apalagi melihatmu yang halu dengan istri orang." Dia menunjuk Alya yang sedang santai bercengkrama dengan seorang pria. Entah mengapa dadaku ikut bergemuruh melihatnya. Apa aku cemburu."Ayo kita kesana jika kamu tidak percaya!" Tak kupedulikan bagaimana sikapnya Alya padaku nanti."Aku bukan tidak percaya, bahkan aku lebih percaya jika berita viral hari ini adalah dirimu, Mas Dave." Lagi dia mulai menyerangku."Kamu terlalu pede Maharani. Berita tidak jelas kamu percaya." Dari jauh Alya sekilas memandangku, apa dia cemburu? Kenapa dia tidak seperti istri yang lain melabrak wanita yang dekat dengan suaminya. Dia malah santai tanpa mempedulikanku."Aku semakin percaya jika itu adalah kamu, mas. Kamu terlalu perhitungan soalnya." Dia tak berhenti menyerangku."Kalau kamu tidak percaya itu istriku, ayo ikut denganku." Benar-benar si Maharani ini menguji imanku. Begitu dendamnya dia padaku hingga mengganggap aku halu punya istri seperti Alya. Maharani tidak bergeming dia mengikuti langkahku yang menuju Alya. Maharani terus senyum tak percaya seolah-olah aku dibilang menghalu. Benar-benar meresahkan Alya ini."Sayang ...." Aku langsung merangkul pinggangnya, Alya nampak sedikit terkejut. Semoga dia paham bahwa ini hanya akting. Jangan sampai dia geer aku merangkulnya."Tadi katanya mau keluar, kok bisa jadi kesini sendiri." Dia menatapku sejenak. Mati aku ketahuan jika hanya akting, si Rani masih belum menyerah begitu juga dengan laki-laki, temannya Alya ngobrol."O, iya, bang. Gak enak sama Risa. Jadi Abang tadi izin mau kesini juga?" tanyanya penuh keanggunan. Pintar juga ini orang akting, Maharani langsung diam seketika membuatku menang satu langkah."Bagaimana, Rani. Aku tidak menghalu 'kan?" si Alya justru menutup mulut menahan tawa. Sial, aku kalah telak olehnya. Dia pasti tertawa melihat tingkahku yang aneh."Memang kenapa dengannya sayang?" tanyanya. Aku tahu dia mengejekku. Benar-benar sial."Dia tidak percaya jika dik Alya istriku.""Aku Alya, mbak. Istri dari Dave Abimanyu." Alya mengulurkan tangan ke Maharani. Si Alya pintar sekali akting."Aku Rani. Aku hanya tidak percaya jika mas Dave punya istri secantik kamu.""Terima kasih, mbak. Telingaku mulai mekar dibuat. Jarang soalnya dipuji," ucapnya sambil memandangku. Mati aku dia juga ikut menyerang. "Baiklah aku pamit dulu, suamiku mencari," sambung Maharani. Aku menghela napas panjang minimal aku menang melawannya.Alya ingin melepas rangkulannya. Namun, aku tahan karena laki-laki didepan kami terus menatap Alya. Apa dia ada hubungan di masa lalu.Lagi, dengan santun Alya berbicara di depan laki-laki itu. Apa aku cemburu? Oh, no!"Mas Ilham kenalkan ini suamiku, Dave," ucap Alya kepada laki-laki itu. Sejenak kutatap laki-laki yang bernama Ilham itu. kulihat dia bukan orang sembarangan, bahkan jam tangannya dari brand ternama. "Aku Ilham," jawabnya santai sambil mengulurkan tangan."Aku, Dave." Aku bahkan tak bisa napas dibuat oleh Alya. "Alya, nanti aku antar pulang, ya, tadi kulihat kamu naik taksi.""Oh, boleh, Ilham.""Siapa bilang anda boleh mengantar istriku. Aku yang akan mengantarnya," jawabku tegas.Sial, kenapa aku keceplosan begini bisa mekar telinganya si Alya. Dan lebih menjengkelkan dia seperti menganggapku tidak ada di sampingnya. Apa aku cemburu melihatnya?Acara selesai aku langsung mencari Alya untuk kugandeng pulang. Namun, nihil dia hilang entah kemana. Sepintas kulihat yang mirip dengan dia naik ke mobil keluaran terbaru. Ah, mungkin hanya prasangka saja melihat Alya naik ke dalam mobil yang pernah kutaksir. Tak mungkin dia sekaya itu. Atau dia pulang dengan si Ilham. Mungkin dikira aku cemburu kali padanya.Semua kususuri, tapi Alya tetap tidak ada di tempat. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang sendiri. Daripada muter tidak jelas di acara orang. Hebat sekali si Alya sama sekali tidak peduli denganku.Sampai rumah, dapur masih berantakan itu artinya Alya belum pulang. Apa benar aku tadi salah lihat jika Alya yang naik mobil. Namun, tak berselang lama ada mobil terparkir, ternyata benar Alya diantar oleh orang yang bernama Ilham itu. Benar-benar menjengkelkan! Oh, mungkin dia ingin membuatku cemburu? Jangan harap.Dia masuk sambil menenteng sandal hak tingginya. Ckck ... lelah mungkin kakinya jalan."Maaf, bang. Aku pulang sama mas
Aku langsung terdiam menikmati sarapan di depannya. Setelah selesai, dia menitipkan kotak bekal untuk kubawa ke kantor."Ini bekalnya, bang. Kalau tidak dimakan kasih OB kantor saja," ucapnya enteng."Jangan lupa bawa kotak bekalnya pulang." Astagfirullah, ini aku yang pelit atau dia sih. Kotak bekal diharuskan bawa pulang."Jangan sampai kotak bekalnya hilang, ini kotak bekal limited edition." Diih, kotak bekal apa, sih, yang mahal. Akal-akalannya si Alya ini mah."Iya, cerewet!" ketusku."Biar aku tidak dianggap korupsi oleh manager bank, makanya kusiapkan bekal. Untuk nota belanja tiga puluh hari kedepan aku akan buat rinciannya," jawabnya lagi.Lebih baik aku segera ke kantor. Makin mumet aku di rumah olehnya. Seperti biasa tampilannya kembali
"Aku akan membawa Deswita ke rumah," ucapnya begitu enteng. Di dunia ini ada yang memiliki ego yang tinggi termasuk Dave Abimanyu. Kadang egonya yang tinggi membuat dia selalu memiliki alasan agar orang di dekatnya sedikit terluka.Aku yang tidak pernah merasakan cinta dan dekat dengan laki-laki menganggap hal itu justru lucu. Lebih tepatnya sifat ke kanak-kanakan. Kita lihat saja sampai kapan dia bertahan dengan egois yang dimiliki.Cukup diam saja memiliki laki-laki yang unik dan pelit ini. Sekelas manager bank begitu sangat perhitungan. Itu mungkin yang membuatnya cepat naik jabatan.Kadang keadaan membuat orang berubah. Aku tipe orang yang cuek, jika orang lain tidak suka tak perlu aku paksa untuk menyukaiku. Setiap orang berhak atas kenyamanan hidupnya dan aku tipe orang yang jika orang tidak suka aku tinggalkan. Kita perlu hidup aman dari orang-orang
Ibu dengan melotot mengintrogasi kami. Tangan Deswita terus gemetar, entah apa yang dibisikkan oleh Alya."Hei, Dave! Sepertinya kamu harus segera dikeluarkan dari daftar keluarga dan semua wasiat. Bisa-bisanya baru nikah satu Minggu kamu mau nikah lagi!" Ibu sudah seperti polisi dan kami tahanannya."Eh, kamu juga gatel sekali jadi wanita. Aku tahu tongkronganmu sering ke club malam. Iya 'kan?!"Deswita terus menunduk. Dia sama sekali tak berkutik, apalagi memandang Alya yang ada di sampingnya. Hebat sekali si Alya tanpa ada rasa empati dia santai minum segelas kopi dan cemilan yang dibuatnya. Bahkan bajunya terlihat rapi dan wangi padahal tadi pagi dia kembali ke asalnya menggunakan training dan jilbab instan."Ma ...af Tante, pak Dave memaksaku kesini. Biarkan aku pulang, tante." Deswita begitu gelagapan. Eh, maksdunya? Buk
Alya membawa bekal lalu duduk di sofa ruanganku. Kulihat Fery mengusir karyawan yang mengintip. Mati aku digosipin. Kenapa juga Deswita bisa nekat seperti tadi. Geli dan ngeri aku melihatnya."Lain kali kalau kencan jangan di ruangan kerja, ada banyak pasang mata yang harus kita jaga. Aku rasa seorang Dave Abimanyu telah berjuang mempertahankan posisi dan jabatannya untuk sampai sejauh ini." Dia dengan santai menasehatiku sambil membukakan bekal."Aku tidak ingin dicap sebagai istri yang korupsi makanya aku bawakan bekal," sambungnya lagi. Aku bahkan sampai dibuat terhipnotis olehnya."Makanlah ... biar kotak bekalnya aku bawa pulang, sekalian kotak bekal kemarin aku bawa juga."Setelah membukakan bekal dia duduk manis, selama nikah aku tidak pernah melihatnya bermain ponsel. Apa dia juga tidak punya ponsel? Kenapa semak
Alya melepas pelukanku. Sekarang baru terasa malunya, apa aku terlalu baper dengan kejadian hari ini hingga aku tak peduli dengan harga diriku. Alya memandangku dengan tatapan heran. Bukankah tadi adegan yang paling romantis antara suami istri."Sepertinya Abang perlu dirukiyah, aneh aku rasa." Dia menggelitik heran melihatku. Astaghfirullah itu murni Alya perasaanku padamu, masak tidak bisa dibedakan."Aku ke kamar dulu, Abang lanjutkan saja makannya. O, ya Jan lupa hapus dulu air matanya. Geli aku lihat," sambungnya. Duuh, mau ditaruh dimana wajahku ini, bisa-bisanya si Alya meledekku. Malunya minta ampun.Aku membasuh muka lalu secepat kilat ke kamar melihat Alya, entah mengapa aku takut dia pergi."Sebelum pergi temani aku makan dulu.""Aku sudah makan, bang. Sebelum kesini.""Temani aku. No debat!" Alya menghela nafas lebih dalam. Aduh, mengapa aku jadi begini, apa aku terlihat memalukan. Setelah mencari barang yang akan dibawa ke hotel, Alya menemaniku makan."Sendokin aku maka
Pak haji sudah siap ingin merukiyahku. Mati aku, bagaimana caranya menjelaskan bahwa itu hanya akal-akalan Alya saja."Maaf pak haji, sepertinya pak haji salah alamat, disini tidak ada namanya pak Dave." Dia melihatku dari atas sampai bawah."Ini memang anda pak Dave, bahkan foto baju yang pak Dave pakai dikirim oleh istri pak Dave." Astagfirullah Alya, bisa-bisanya dia memotretku."Aku kembaran pak Dave, oke? Tak ada paksaan bagi yang tidak ingin dirukiyah 'kan, pak haji.""Tapi ...."Secepat kilat aku menutup pintu agar pak haji pergi. Astaghfirullah ada-ada saja Alya ini, masak dia memanggil perukiyah ke rumahku. Alya bahkan mengirim foto dengan pakaian yang kugunakan.Malam ini aku tidur sendiri dengan banyak rasa di hatiku. Jengkel, mara
"Mas Dave kenapa?" tanya Nirani heran yang melihatku melepas pelukannya dengan paksa."Istriku melihatmu memelukku.""Mas Dave sudah menikah?""Iya, baru sepuluh hari." Nirani menutup mulut tak percaya."Ini tidak mungkin, bukannya Mas Dave sangat mencintaiku?""Itu, dulu, Nirani. Sekarang aku mulai belajar menerima istriku." Aku melepas tangan Nirani lalu berlari mengejar Alya yang entah kemana rimbanya.Mengapa rasanya dadaku begitu sakit. Apa pernikahanku akan kandas? Alya tidak mungkin akan mempertahankanku. Apalagi ini yang sudah kedua kali aku menyakitinya.Meliha