Tak ada jawaban dan hanya helaan nafas pelan terdengar lirih beradu dengan suara hujan yang turun semakin lebat diiringi kilatan petir. Menunggu dengan setia Ayman mengunyak pisang goreng sambil menatap wajah Abe yang nampak tenang.
“Susah cari wanita pengertian, Man. Selama ini, wanita mencoba mendekat dan hanya menginginkan status sosial serta uang semata yang aku punya, sedangkan aku bukan mencari yang seperti itu. Aku juga ingin menikah, tapi sulit. Wanita sekarang rela membuka kedua kakinya demi uang. Kalau pun tidak, mereka rela melakukannya dengan kata yang disebut “Cinta.” Aku cari wanita yang bisa menjaga dirinya dengan baik hanya untuk suaminya,” papar Abe panjang lebar membuat Ayman menguap mendengar curhatannya.
“Panjang banget sih permintaanmu, Be. Mana ada wanita seperti itu jaman sekarang. Wanita yang pernah aku pacari saja sudah tidak perawan lagi. Kalau pun ada, mungkin berasal dari pedesaan seperti di sini,” sahut Ayman sesuai fakta yang dia temui selama ini karena teman ranjangnya sudah biasa dengan sex.
“Pasti ada, Man. Cuma ya harus selektif, tak seperti kamu yang wanita jenis apa pun dilahap,” ucap Abe dengan mata melirik sinis.
“Hahahaha ... Sa ae kamu! Aku tuh suka wanita berpengalaman, bisa siap pakai di mana pun. Cukup kedipkan mata, mereka langsung paham deh! Sesudahannya kasih duit, beres! Makanya, kamu tuh harus cobain, Be. Enak loh goyang dombret. Minimal sekali deh biar tahu rasanya surga dunia, enyoy deh!” hasut Ayman yang otaknya mulai dipenuhi pikiran kotor.
Mendengar rayuan setan bokep dari Ayman, Abe hanya menghela nafas panjang. Tentu Abe sangat paham dengan kebiasaan Ayman sebagai penikmat ONS selama ini. Lebih tepatnya sejak merasakan sex pertama kali saat kuliah bersama temannya.
“Tapi aku mau coba cari cewek di desa ini, Be. Siapa tahu ada yang bikin hatiku kepincut. Pasti mereka semua masih polos dan rapat. Kebetulan aku belum pernah merasakan yang masih perawan gitu!” gumam Ayman mulai berpikir yang aneh-aneh.
“Jangan macam-macam, Man. Jangan cari masalah di sini. Kalau ingin senang-senang, lebih baik kamu angkat kaki, dan pulang ke Jakarta, lalu lampiaskan semua hasrat bejatmu ke wanita di sana, tapi jangan di sini!” ancam Abe dengan rahang mengeras serta mata tajam yang menusuk.
“Kidding, Be, kidding!” sahut Ayman menghindari aura jahat yang mulai mucul di wajah Abe yang berubah garang.
Abe pun tak berkata lagi dan menikmati pisang goreng yang tak terasa telah habis. Kopi yang disajikan oleh Mbok Inem pun telah ludes, dan kini terlihat Ayman yang mulai menguap karena kekenyangan. Sedangkan Abe, dia terlihat belum mengantuk sama sekali, dan justru matanya terbuka sempurna menatap layar komputer kembali untuk meneruskan pekerjaannya yang beberapa saat tertunda oleh pisang.
“Be, aku tidur dulu ya. Sudah tak tahan, kantuk!” ucap Ayman dan hanya dibalas anggukkan.
Ayman dengan gontai meninggalkan Abe sendirian yang tengah bergelut dengan laporan. Hujan di luar terdengar begitu deras, namun belum ada tanda-tanda Abe ingin menyudahi kegiatannya tersebut, hingga waktu menunjukkan jam 1 dini hari, dan akhirnya Abe mematikan komputernya untuk siap menyusul Ayman yang telah tidur nyenyak bersama mimpi-mimpi basahnya.
Keesokkan harinya, Abe yang tidur terlambat justru sudah bangun pagi-pagi dan terlihat sedang berlari kecil di halaman depan. Setelah berputar sekitar 20 putaran, Abe terlihat duduk santai di teras sambil meminum air lemon yang dibuatkan oleh Mbok Inem. Dari kejauhan, Abe bisa melihat jika warga sekitar mulai sibuk berlalau lalang memulai kegiatannya masing-masih yang melewati kediamannya. Abe tahu, jika 1 km ke utara dari rumahnya terdapat sebuah pabrik tekstil yang lumayan besar, dan dijadikan mata pencarian warga sekitar. Tepatnya, pabrik itu adalah milik salah satu warga sekitar keturunan Indo-China, dan hasil produksinya biasa dijual di Tanah Abang bahkan di ekspor.
Di sudut lain, Ayumi mengayuh sepedanya perlahan menuju tempatnya bekerja. Kebetulan, hari ini sepeda tak digunakan oleh ibunya sehingga bisa dia gunakan kali ini. Beriringan, Ayumi mengayuh sepeda dengan buruh lainnya dan melewati kediaman Abe yang begitu besar nan mewah di daerah tersebut. Warga sekitar tentu tahu siapa pemilik rumah itu sejak pembangunannya tersebut, siapa lagi kalau bukan ibu dari Abe, Mariana.
Mariana dikenal oleh warga sekitar dengan baik. Walaupun berasal dari kota, tapi dia tidak sombong dan justru sangat ramah kepada warga sekitar, bahkan tak malu berbelanja ke pasar bersama Mbok Inem serta menyapa warga.
“AYYYY!!!”
Terdengar teriakan dari arah belakang Ayumi yang sedang sibuk mengayuh pelan sepedanya. Perlahan orang yang memanggilnya berhasil menyamakan laju Ayumi hingga berdampingan.
“Ay, hari ini kamu ambil jam lembur tidak?” tanya Tiwi yang duduk membonceng bersama Ita.
“Ambil, aku lagi butuh uang tambahan buat ibu,” jawab Ayumi menoleh sebentar.
“Kamu, Ta?” tanya Tiwi lagi.
“Aku gak bisa, ibu minta antar kondangan nanti malam ke kampung sebelah,” sahut Ita yakin.
“Ayu sendiri dong ambil lembur?” gumam Tiwi menantap lesu ke Ayumi.
“Tak apa, aku sudah biasa lembur tanpa kalian,” jawab Ayumi tersenyum.
“Iya juga sih! Kenapa tiba-tiba aku jadi mikirin kamu ya, Ay?” seru Tiwi heran dengan perasaannya yang tiba-tiba memikirkan Ayumi.
Ayumi hanya membalas dengan senyum manis yang terus terukir, menatap kedua temannya yang sudah dikenalnya sejak kecil. Sepanjang jalan, Tiwi tak henti-hentinya memperhatikan Ayumi dan terlihat fokus mengayuh sepedanya yang terlihat tua. Tak biasanya Tiwi merasa khawatir kepada Ayumi serta firasat buruk yang begitu terasa di hati Tiwi saat itu. Tidak! Tiwi berusaha menepis semua kekhawatirannya atas Ayumi. Pikiran positif terus ditanamkan kuat di hatinya hingga 10 menit kemudian, mereka sampai di lokasi pabrik berada dan bergegas masuk karena jam kerja sudah dimulai.
Waktu terus berlalu dan jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam waktu setempat. Tandanya jam lembur di pabrik yang diikuti Ayumi sudah berakhir. Bersama beberapa buruh lain, Ayumi meninggalkan area produksi menunju tempat di mana dia meletakkan sepeda tuanya. Beberapa orang terlihat meninggalkan Ayumi yang kini memandang lemah sepedanya.
“Ay, kenapa? Kok lesu?” tanya seorang pria seusianya yang sudah siap akan mengayuh sepeda.
“Ban belakangnya kempes!” sahut Ayumi memelas.
“Kempes? Ya sudah bonceng denganku saja. Sepedamu biarkan saja, besok baru diambil,” sahut pria itu menawarkan bantuan.
“Tidak usah, aku pulang jalan kaki saja sambil dorong sepeda. Sekalian mampir di bengkel Mang Sanim. Semoga masih buka,” tolak Ayumi yakin.
“Ya sudah kalau begitu. Aku duluan ya!” ucapnya yang kemudian berlalu pergi.
Setelah keperdian orang itu, Ayumi mulai mendorong sepedanya perlahan meninggalkan area pabrik yang telah sepi. Di sepanjang jalan, hanya beberapa kendaraan yang masih berlalu lalang, tapi tak ada rasa takut sedikit pun yang menggelayut di hati Ayumi, hingga sekitar 500 meter setelah meninggalkan area pabrik, langkah Ayumi terhenti oleh sebuah mobil yang berhenti di sampingnya.
“Hai cewek cantik!”
“Hai, cewek cantik!”Sebuah suara bariton terdengar dari sebuah mobil dengan jendela kacanya dibuka. Ayumi yang melihatnya hanya diam tanpa mau perduli dan tetap mendorong sepedanya. Namun, pnaggilan genit dari pengendara di mobil tersebut bukannya berhenti malah semakin gencar menggodanya. Mendapati perlakuan demikian, tiba-tiba rasa cemas menggelayut di hati Ayumi, terlebih jalan yang dilalui kini telah sepi, dan di depannya jalan yang terlihat gelap tanpa penerangan, kecuali karena cahaya bulan yang kebetulan purnama. Dengan berat hati, Ayumi menghentikan langkahnya yang mulai gemetar.“Kalian siapa?” suara Ayumi berusaha tetap tenang dan tak kasar membalas sapaan genit pria tak dikenalnya.“Kami kumpulan cowok ganteng, manis. Sini masuk, kita siap anterin ke mana pun kamu pergi, bahkan ke surga sekali pun,” sahut pria yang ada tepat di sebelah Ayumi berdiri.“Surga dunia maksudnya, hahaha ...,” sambung p
Bersama para pekerja dan tim, saat ini Abe sedang memantau lokasi pendirian hotel. Sejak siang hari, Abe sudah berada di sana bersama Ayman. Namun, karena ada sedikit urusan mendesak, Ayman terpaksa undur diri dan meninggalkan Abe yang berencana akan menginap di bangunan hotel yang sudah jadi, dan memang sengaja dibuat untuk peristirahatan Abe jika berkunjung ke sana.Sejauh ini, pembangunan hotel tidak memiliki kendala yang berat dan berjalan sesuai rencana. Kalaupun ada, hal itu masih bisa diatasi dengan baik. Selain itu, bangunan hotel yang sudah rampung sekitar 50% dan benar-benar sudah terlihat indah di bagian belakangnya, di mana sebuah taman luas sudah ditumbuhi pepohonan dan bunga serta terasa sejuk nan memanjakan mata.Waktu sudah menunjukan jam 11 malam. Abe terlihat baru selesai berendam air hangat dan berganti pakaian untuk bersiap tidur. Sambil menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil, Abe meraih handphone yang dia letakkan di atas nakas untuk membaca
Berdiri sebentar, Abe mengayunkan langkahnya ke dalam rumah. Dia yakin benar jika ada orang yang datang dan masih berbincang di dalam. Selangkah memasuki pintu, tiba-tiba Abe dikagetkan oleh Ayman beserta lainnya yang muncul dengan tiba-tiba.“Eh, Be!” ucap Ayman menyapa lebih dulu sebagai pengalihan rasa cemasnya yang ketahuan Abe karena telah mendatangkan tamu tanpa seizinnya.Berkerut kening, Abe tak menjawab dan menatap kedua teman Ayman yang baru datang mengekori Ayman penuh selidik. Keduanya tampak sep
Waktu sudah menunjukkan jam 3 dini hari. Ayman dan lainnya sedang menuju arah pulang karena membatalkan rencana ke kota karena teringat dengan gadis tak dikenal yang diculik Adit dan Kiki, serta mereka tinggalkan di kamar. Melaju dengan kecepatan penuh, Ayman mengendarai mobil jeep seperti seorang sopir ingin buang hajat membuat yang lainnya berteriak karena ketakutan.“Anjirr, Man, pelan-pelan kamvrettt!” omel Adit yang duduk di sebelah Ayman yang mengemudi ugal-ugalan.“Diam lo, jangan banyak bacot.
Dengan tubuh kaku, Ayman berdiri menatap ke arah ranjang besar di depannya. Matanya menelisik tajam melihat pakaian berserakan di lantai dan bergulir pelan ke atas ranjang besar di mana nampak seorang pria dan wanita terbaring di sana. Seorang pria yang tak lain adalah Abe terlihat begitu pulas tertidur layaknya orang kelelahan, dan berbanding terbalik dengan seorang wanita yang meringkuk di tepi ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya.Tak berapa lama, duo kadal buntung sampai dan berdiri tepat di samping Ayman yang hanya bungkam. Keduanya melihat Ayman seperti sedang melihat hantu dan menggeser pandangan ke arah apa yang Ayaman lihat. Perlahan mata mereka yang awalnya biasa kini berubah melotot sempurna mendapati pemandangan yang sejak tadi tak diharapkannya. Namun, harapan tinggallah harapan. Apa yang mereka khawatirkan telah terjadi.“Gue kata juga apa, Man. Pasti Abe yang minum!” gumam Adit menarik lengan baju Ayman yang masih terpaku.“S
Setelah semuanya beres dan tak meninggalkan jejak apa pun, ketiga trio gundal gandul itu bergegas meninggalkan rumah Abe. Semua lampu di dalam rumah sudah dimatikan seolah Abe sudah mengecek kondisi rumah dengan baik sebelum dia beranjak tidur. Mobil membawa tubuh Ayumi tak sadarkan diri langsung bergerak meninggalkan pekarangan yang kembali sepi. Kiki melajukan mobil dengan kecepatan penuh, di sebelahnya tampak Adit sesekali melirik pada Kiki yang tentu merasa jika Kiki mengendarai mobil tergesa-gesa."Ki, hati-hati bawa mobilnya, anjir. Gak lucu kalau kita mati nyemplung ke jurang dalam keadaan belum kawin!" gerutu Adit yang berpegangan kuat pada pintu mobil."Lo diam saja, kupret. Kalau pelan-pelan gak keburu, bentar lagi warga mulai pada bangun!" beo Kiki menjawab kepanikan Adit."Baru jam 3, anjirr!" sambar Adit lagi."Heh, blegug. Ini tuh pedesaan alias pegunungan. Warganya rajin bangun pagi, kagak kayak kita dari kota yang tidur tengah malam
Ayman melajukan mobilnya kembali menuju tempat di mana dia telah meninggalkan Ayumi terbaring di sebuah gubuk bambu. Sesampainya di sana, waktu sudah menunjukkan jam 05.30 waktu setempat. Suasana perkebunan yang semula gelap gulita sudah mulai terang dan nampak para warga memulai aktifitasnya masing-masing. Dari kejauhan, Ayman bisa melihat gubuk bambu di mana Ayumi berada tengah dikerumuni beberapa warga, hingga beberapa saat sebuah mobil tiba dan membawa tubuh Ayumi. Memberanikan diri, Ayman turun dari mobilnya dan menghampiri warga untuk sekedar bertanya."Permisi, Pak. Ada apa ya, kok ramai-ramai?" kata Ayman menyapa seorang pria paruh baya bersama seorang wanita yang diduga istrinya."Ada gadis dibuang dan sepertinya korban pemerkosaan karena hanya mengenakan selimut yang dibungkus seperti kepompong!" jawab bapak paruh baya itu."Gadisnya cantik banget lagi, tapi untungnya pelaku masih berbelas kasih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal, ya, Pak!" sambar sang w
Waktu sudah menunjukkan jam 8 pagi, Ayman yang baru tiba di kediaman Abe secepat kilat masuk ke dalam rumah dan membaringkan tubuh ke ranjang yang belum dia sentuh sejak semalam. Tubuhnya benar-benar lelah dan belum tidur sama sekali, tapi rasa cemas, dan bersalahnya terus menggelayut di hati dan pikirannya, sehingga tak ada rasa kantuk yang dirasakan. Tubuh besar dan kekarnya terlentang di ranjang tanpa melepas kaos kaki putih yang membalus kakinya. Matanya menatap langit kamar yang terang akan sinar matahari pagi yang masuk dari jendela. Ayman membuka jendela kamar dan membiarkan udara dari halaman belakang masuk untuk menyapa paru-parunya yang mendadak sesak karena beban bersalah terus menggelayut di hati."Gadis yang cantik, tapi sudah dimiliki Abe!" ucap lirih keluar dari bibir Ayman yang entah disadarinya atau tidak."Jika Abe tak pulang, pasti gadis itu sudah jadi milikku," gumam Ayman terdengar lagi.Perlahan-lahan, mata Ayman mulai berkedip pelan, hingga akhirnya t