"Akhirnya ..." Jasmine bernapas lega.
Melalui pantulan kaca, ia memantau sekitar, meyakinkan diri kalau sudah terlepas dari kejaran Kemal.
Napasnya masih tersengal. Mimpi apa dia tadi malam? Hingga hari ini harus kejar-kejaran sampai jilid dua.
Jasmine memastikan lagi keadaan sekitar. Sepi. Tidak ada mobil hitam yang mengikutinya dari belakang. Kemudian Jasmine melanjutkan lagi perjalanannya kembali ke rumah.
Wanita itu sudah tak sabar untuk bertemu Zico, putranya. Wanita pemilik netra indah itu ingin mengisi tangki cintanya kosong mendadak dengan melihat senyum dan mendengar suara anak laki-lakinya.
Jasmine tiba di sebuah perumahan sederhana di daerah Tlogowaru, Malang. Tanpa disadari, ada dua pasang mata memperhatikan gerak langkahnya dari seberang pos penjaga.
Sebenarnya, jasmine melihat sebuah city car putih berjalan pelan seolah sedang mencari rumah yang dijual atau disewakan. Adalah hal biasa baginya melihat pasangan muda mencari hunian di perumahan itu. Tanpa curiga ia tetap melanjutkan langkah ke rumah.
Sebuah rumah bergaya minimalis dengan cat putih gading. Di halamannya terdapat hiasan bunga cantik yang disusun dalam pot berundak.
"I got you, hayatim!" Kemal berbinar senang karena telah menemukan tempat Jasmione berada.
"Bos, Jasmine udah punya anak?"
Melihat ekspresi bosnya, seketika Heru sadar sudah salah bicara.Senyum lebar Kemal seketika lenyap ketika melihat seorang anak laki-laki berlari di teras rumah menghampiri Jasmine dan memeluknya penuh rindu.
Anak? Jasmine punya anak? Benarkah? Kemal merasa ada benda berat menghantamnya. Kenyataan pahit apa yang harus dihadapinya ini?
Heru yang tak tahan ingin berkomentar, akhirnya melontarkan isi pikirannya. Wis rapopo, ngomong ae. Daripada dipendem dadi jerawat?!
"Kalau dilihat, dia mirip Bos Kemal waktu kecil, ya. Saya kan pernah lihat fotonya di rumah besar."
Kemal tersentak dengan ucapan Heru. Pria itu menajamkan penglihatannya, fokus pada anak itu. Dirinya penasaran dengan interaksi Jasmine dengan anak laki-laki itu. Sayangnya Kemal tak bisa dengan jelas mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Coba lebih mendekat. Pelan saja supaya tidak mencolok. Saya mau melihat lebih jelas," pinta Kemal pada sopir taksi online yang disewanya.
Ya, Kemal tak kehilangan akal. Ia dan Heru menggunakan taksi online yang kebetulan berhenti untuk mencari penumpang. Ide yang bagus, bukan? Karena sepertinya, tadi Jasmine telah mengenali monil mereka.
"Oke, Mister!" Sang sopir melajukan mobilnya perlahan sesuai permintaan.
Mobil semakin mendekat. Akhirnya Kemal dapat dengan jelas menyaksikan interaksi keduanya. Kemal menatap dalam, Jasmine, wanita itu menunjukkan wajah bahagia dan ceria, jelas berbeda sekali dengan raut yang ditunjukkan padanya ketika bertemu. Ketakutan.
Kemal berdebat dengan hati dan pikirannya. Matanya berkabut, tatapannya sendu. berharap apa yang dipikirkannya tidak benar. Kemal terus meyakinkan dirinya bahwa ia dan jasmine dipertemukan lagi oleh Tuhan karena akan dipersatukan kembali.
Kemal menurunkan sedikit kaca jendela di sampingnya hingga udara dan suara dari luar masuk ke mobil.“Masuk yuk, sayang!”
“Iya mama.” Keduanya lantas bergandengan tangan masuk ke dalam rumah. Jantung Kemal seolah berhenti. Rasanya sesak, seolah oksigen pada saluran napasnya berkurang drastis. "Mama? Anak itu manggil Jasmine Mama? Jadi dia ... tidak mungkin! Jasmine, ini tidak mungkin!" Kemal bicara sendiri."Iya, itu anaknya kali, Bos. Tadi kan mangil Mama," ucap Heru enteng. Lagi-lagi ia tak sadar telah menyiram bensin pada kayu yang sedang terbakar. Detik berikutnya, Heru mengaduh karena kepalanya dipukul.
"Aaaw! Sakit Bos!"
"Diam kamu! Suaramu kok kedengerannya jadi nyebelin, ya."
"Ampun Bos. Itu kan cuma asumsi saya."
"Saya nggak butuh asusmimu itu!
Mobil telah melewati rumah Jasmine. Kemal otomatis memutar tubuhnya ke belakang, masih ingin melihat Jasmine dan anak kecil itu.
Semoga apa yang kupikirkan tidak benar, Jasmine. Kau hanya milikku.Dengan mata berkaca, Kemal mengingat bagaimana Jasmine memeluk anak lelaki yang sangat menggemaskan. Kulitnya putih kemerahan, dari struktur wajah, anak itu sepertinya berdarah campuran Asia-Eropa. Anak itu memiliki postur yang lebih tinggi dibanding dengan anak lelaki sebayanya. Juga jangan lupakan senyum yang menawan.
Tanpa alasan, Kemal kagum melihat anak itu. Ada daya tarik besar pada anak itu yang tak bisa dimengerti.
Detak dadanya menggebu, ada sesak yang dirasa, ada rindu yang membuncah, namun tak bisa ia gapai. Sedikit lega bahwa kini Kemal telah mengetahui di mana Jasmine berada. Walau masih menyisakan tanya, akankah mereka bisa bersama lagi? Mengingat anak yang menyambut Jasmine tadi, mungkin ceritanya akan lain. Jasmine tak lagi sendiri. Meski pertemuan ini pahit, namun rasa cintanya pada Jasmine tak berkurang sedikitpun.Kemal kembali ke mobilnya. Dalam perjalanan menuju hotel tempatnya menginap, Kemal lebih banyak diam. Pria itu larut dengan pikirannya sendiri.
Bayangkan saja, tujuh tahun Kemal mencari Jasmine bahkan ke berbagai negara, tapi tak juga menemukannya. Memang benar, Jika belum waktunya, sekeras apapun mencarinya, maka tak akan kau dapati. Namun jika takdir telah datang, tanpa diminta pun ia tetap hadir dalam hidup.
***
Sejak pertemuan itu, pecah sudah konsentrasi Kemal. Pria itu lebih banyak melamun. Beruntung ada Heru yang membantunya menyelesaikan pekerjaan. Kemal tinggal membubuhkan tanda tangan jika sudah diperiksa oleh Heru.
Mencoba berempati, Heru memberi ruang pada bosnya untuk menyelami emosi yang ada. Kemal pasti masih syok. Sebab Heru belum pernah melihat Kemal seperti ini.
Itulah gunanya asisten pribadi, bukan? Disaat Kemal larut dengan kenangan asmaranya, Heru sibuk melanjutkan pekerjaan bosnya.
Kemal memejam, memanggil kembali ingatan visual yang dilihatnya kemarin. Wajah menggemaskan itu muncul lagi. Bahkan tadi malam Kemal tak bisa tidur nyenyak karena mengingatnya.
"Heru, apa pendapatmu tentang anak itu? Kenapa kau bilang mirip denganku?"
Heru menghentikan kesibukkannya memantau grafik perusahaan, lalu menghadap Kemal.
"Seperti yang saya bilang, Bos. Dia seperti Anda kemasan sachet." Kemal tertawa kecil mendengarnya. Kemasan sachet?
"Dari warna kulit, rambut, mata, bentuk wajah, mengingatkan saya pada foto Anda waktu kecil di rumah besar," lanjut Heru yakin. Iya, Heru memang seyakin itu.
"Begitu?"
"Ya, begitu."
Benarkah aku mirip dengan nak itu?
Kemal mengusap wajahnya lelah. Pikirannya dipenuhi berjuta pertanyaan untuk Jasmine. Tapi dia tak bisa langsung membredel Jasmine dengan banyak pertanyaan, kan?
"Heru, saya ingin tahu lebih banyak tentangnya. Siapa dia, siapa ayahnya, dari mana asalnya. Semua tentang Jasmine dan anak itu."
Tanpa harus dijelaskan, Heru sudah tahu apa yang Kemal inginkan. Heru segera menghubungi seorang investigator profesional yang biasa bekerja untuk perusahaan mereka. Jiwantoro.
Namun kali ini, kasus yang ditangani pria berkulit sawo matang itu bersifat rahasia. Terutama dari keluarga Ozdemir.
Hansen mulai membuka mata, terbangun dari tidur indahnya sepanjang hari. Pria itu merasa linglung, sedikit pusing dan tentu saja, pegal-pegal karena seharian tidur meringkuk di sofa empuk. "Loh kok aku di sini?" ucapnya tak sadar dengan apa yang terjadi. Hansen menggerakkan otot badannya yang kaku. Lehernya pun digerak gerakkan hingga terdengar bunyi 'kretek-kretek'. “Eh ko Hansen udah bangun. Enak tidurnya, ko?" Heru menyindir rekan kerjanya. Sementara Hansen hanya meringis. Beruntung Kemal sedang tidak ada di ruangannya. Jam segini, Kemal sedang asyik memata-matai Jasmine. Hansen, resepsionis dan security di lantai direksi diminta untuk berkumpul oleh Heru. Pria itu melakukan briefing dadakan. “Mulai sekarang, siapapun, perempuan manapun yang ngaku-ngaku saudara, pacar, tunangannya Bos Kemal, DI-LA-RANG naik apalagi sampai masuk menemui Bos. Gak usah minta persetujuan segala, kelamaan. Langsung BLOCK aja dari kalian. Paham?!" Heru memberi arahan serius. "Paham!" Mereka menj
Walau Kemal sedang tidak mood menerima tamu, tapi dia berbaik hati memberikan waktunya untuk mendengar celoteh centil teman lamanya itu. Viza membawakan Kemal hadiah berupa jam tangan mahal. Tentu itu hanya alasan agar dia bisa bertemu Kemal. "Orang kantor di Jakarta bilang kamu di Surabaya. Katanya kamu lagi urus Mega proyek di sini. Jadi, ku susul deh." Viza konsisten menampilkan senyum terbaiknya. "Terima asih Viza, tapi seharusnya kamu tidak perlu repot. Aku sedang tidak berulang tahun." Kemal malas menerima hadiah itu, dia bisa beli sendiri. Koleksinya pun sudah banyak, tapi untuk menghormati teman, akhirnya terpaksa diterima juga. Saat akan mecoba jam tersebut, tiba-tiba Viza berpindah duduk ke sisi kanan hand rest di single sofa yang Kemal duduki. Sontak Kemal kaget. "Apa yang kau lakukan, Viza?" Pria itu tidak sempat menghindar. Wanita itu tersenyum, senyum yang tidak Kemal sukai. "Aku hanya membantumu memakainya" Dengan gerakan gemulai cenderung menggod
Interocom Hansen, sekretaris Kemal, berbunyi. Resepsionis bilang ada tamu untuk bos mereka. "Siapa, Mbak?" "Family-nya Bos Kemal," jawab resepsionis setengah yakin, karena dia mendapat tatapan tajam mengintimidasi dari tamu tersebut. Tanpa meminta pertimbangan Heru, Hansen langsung membolehkan tamu tersebut masuk ke areanya. Padahal Hansen tidak tau apa yang akan menunggunya di depan. Hansen pikir, kalau tamu itu sudah bisa naik ke lantai direksi, tentu dia sudah lolos screening dari security bawah. Sementara security bawah yang baru tiga bulan kerja itu, merasa harus cari aman. Kalau saudara bosnya datang lalu ditolak, bisa-bisa dia dipecat seperti ucapan tamu itu. Heru datang ke meja kerja Hansen, memberi dokumen dan beberapa ordner arsip. “Siapa yang datang?” Tanya Heru sambil mengunyah permen. Asisten pribadi Kemal itu sempat mendengar sedikit percakapan Hansen. “Family-nya Big Boss. " Hansen dengan santai melanjutkan kegiatan mengetiknya. "Oh ..." jawab Her
Jasmine masuk ke lobby bersamaan dengan mobil Kemal yang baru memasuki area gedung. Pria itu bisa melihat Jasmine di antara banyaknya karyawan yang datang berbarengan. Walau hanya tampak dari belakang, tapi Kemal bisa mengenalinya dari bentuk tubuh dan cara wanita itu berjalan. Lagi-lagi degupan aneh itu dirasakan oleh keduanya. Seolah hati mereka kini terhubung kembali setelah sekian lama terputus. Merasakan getaran dari kehadiran satu sama lain, meski dari jarak yang jauh. Masing-masing memegang dadanya, denyut yang menyesakkan itu terasa nyata sekali di telapak tangan. Kemal berusaha terlihat tetap tenang walau sebenarnya ingin melompat kegirangan. Akhirnya, langkah awal dari rencana besarnya berjalan juga. Melihat Jasmine berada dalam jangkauannya lagi tentu membuatnya bahagia. Langkah selanjutnya, adalah membuat Jasmine tak bisa lepas dari Kemal. Pria itu akan menarik Jasmine untuk satu lantai dengannya, dan membuatnya terikat agar Jasmine tidak bisa lari lagi dariny
Setelah ribut-ribut kemarin, Zacky dan Jasmine kembali pada mode normal. Dua orang dewasa itu menyadari mereka tak bisa lagi mengutamakan egonya. Mereka harus berdamai dengan keadaan dan menyadari mereka adalah tim yang sama untuk membesarkan Zico. Zacky tetap bersikeras bahwa dia memiliki kewajiban atas anak itu karena merasa memiliki ikatan emosiaonal, dan Jasmine tak dapat menolaknya. Zacky memang mencintai Zico begitu besar. Lihatlah kini, bahkan mereka telah mendaftarkan Zico di sekolah swasta terbaik. Meski bukan sekolah internasional seperti yang diinginkan Zacky, tapi sekolah global itu mengikuti standard dan kurikulum Cambridge yang diakui oleh sekolah dan kampus di luar negeri. Tentu Zico bahagia, mendapat sekolah terbaik dan teman-teman baru. Anak itu sudah tidak sabar ingin segera masuk sekolah. Padahal sekolah baru akan dimulai seminggu lagi. Selama itu pula Zacky akan menemani Zico, sementara Jasmine akan mulai bekerja esok hari. Zacky ingin menebus kebersamaan yang hil
Semburat jingga di langit Surabaya sore itu terlihat sangat cantik. Dari jendela besar di kamar Zico, Jasmine bisa dengan jelas melihat pemandangan kota dan laut Suramadu. Sedikit mendung tapi matahari masih bersinar. Cuaca masih bagus, Zico ingin berenang ditemani Amir, asisten Daddy-nya. Belakangan mereka sudah akrab. Amir senang dengan anak-anak, jadi ketika Zico minta berenang, Amir tak berpikir dua kali untuk mengiyakan. “Berapa lama kau ada di Indonesia?” Wanita itu sedang merapikan barang-barang Zico di kamarnya. Sementara di kamar itu, Jasmine tidak sendiri, dia bersama Zacky. Pria yang sejak siang sibuk mendesain ulang kamar Zico menghentikan kegiatannya. Ia lantas memandang Jasmine tak suka. “Kenapa tanya begitu? Kamu mau aku cepat-cepat pergi?” Melihat reaksi Zacky, Jasmine meringis. “Bukan begitu, Zack. Aku kan hanya tanya, memang nggak boleh? Maksudku, Tuan Muda ini memang tidak dicari sama kantor di Itali?” “Oh tenang, semua bisa dihandle dengan baik. Kamu nggak us