"Ayah, Alya masih baru di keluarga ini. Dia harus beradaptasi terlebih dahulu. Jadi sebaiknya kita tunda pesta pernikahan mereka." Miranda menjelaskan dengan panjang lebar. Matanya kemudian menatap Sean dan Alya yang sekarang sudah berada di ruangan keluarga.
"Ibu benar, Kek. Tolong beri kami waktu untuk itu."
Namun, sepertinya Tuan Agusta tidak peduli. Dia malah melirik ke arah Alya yang masih menundukkan kepala.
"Nak," katanya dengan lemah lembut. "Bagaimana menurutmu? Apa kau keberatan dengan ini semua?"
Spontan Alya menggeleng cepat. Tak berani membalas tatapan teduh pria paruh baya itu. "A-aku tidak masalah, Kek."
Barulah Tuan Agusta mengiyakan walau dengan berat hati. "Baiklah. Meskipun begitu, aku ingin Alya meluangkan waktunya untuk belajar tentang banyak hal. Aku yakin
Alya mendekat lalu memeluk Rey yang sedang tidur tersebut. Tak lama kemudian, dia tersentak saat sang anak terbangun lalu menangis histeris."Ini Mama, Sayang. Rey masih ingat Mama kan?""Apapapa!" celoteh Rey dengan air mata yang sudah menggenang. “Papa!”Adrian muncul lalu lekas mendekap Rey dan menenangkannya. Pemandangan barusan membuat Alya jelas patah hati."Bersabarlah. Rey masih harus beradaptasi dengan kehadiranmu lagi," ujar Adrian dengan nada lembut. Namun, bagi Alya, kata-kata itu justru menorehkan luka baru.Alya menggeleng lemah. Tangisnya pun pecah. Sementara di saat yang bersamaan, Bu Rina muncul sambil membawa si kecil Leon."Maaf, Nyonya," kata Bu Rina. "Stok ASI-nya yang di freezer sudah habis. Sepertinya Tuan Muda Leon kehausan."Alya masih mematung. Dia tak berkutik saat Leon mengulurkan tangan kepadanya. Dadanya sesak. Semua ini terasa terlalu berlebihan untuknya."Ini semua karenamu!" bentak Alya entah pada siapa.Sean yang merasakan penderitaan sang istri lanta
Sean masih menggenggam tangan Alya erat, seolah takut kehilangan dirinya lagi. Nafasnya berat, pikirannya penuh dengan perasaan bersalah. Ia tahu, ada sesuatu yang harus ia katakan. Sesuatu yang bisa mengubah segalanya."Aku minta maaf..." ucap Sean lirih, tapi Alya tetap diam.Perempuan itu menatap lurus ke dalam mata suaminya, menuntut penjelasan lebih lanjut."Untuk apa?" tanyanya dengan suara serak.Sean menelan ludah, genggamannya semakin erat, seolah ingin menyatu dengan Alya. "Aku... aku selama ini menyembunyikan sesuatu darimu. Sesuatu yang besar. Aku tahu tentang Rey lebih dulu, jauh sebelum Adrian memberitahumu."Jantung Alya serasa berhenti berdetak. Napasnya tercekat, dan matanya membelalak tak percaya. "Apa?" bisiknya nyaris tak terdengar.Sean mengangguk pelan, matanya dipenuhi rasa bersalah. "Aku tahu dia masih hidup. Aku tahu sejak lama, Alya... tapi aku takut. Aku takut kalau kau tahu, kau akan meninggalkanku. Aku takut kehilanganmu."Alya merasakan dunia di sekelilin
“Alya!!”Sean tidak bisa berpikir jernih. Napasnya memburu, tangan dinginnya menggenggam erat jemari Alya yang masih terkulai lemah di ranjang. Wajah istrinya terlihat pucat, tubuhnya belum juga menunjukkan tanda-tanda kesadaran penuh. Ruangan itu terasa begitu sunyi setelah dokter yang memeriksa Alya meninggalkan mereka, hanya ada suara napas Alya yang tersengal pelan.Di lantai bawah, suasana sama sekali berbeda. Tangis Leon masih bersahutan dengan suara seorang anak kecil yang berada dalam gendongan Adrian. Suara piring yang diletakkan oleh pelayan di meja makan pun terdengar samar, seakan berusaha meredam ketegangan yang masih menggantung di udara."Dokter, bagaimana keadaan Alya?" tanya Sean dengan suara tegang, matanya tak lepas dari wajah pucat istrinya yang masih terbaring tak sadarkan diri.Do
Sean tidak segera masuk. Ia berdiri di dekat ambang pintu, memperhatikan bayangan Alya yang tengah mengayun Leon di kursi goyang. Hatinya mencelos. Perempuan itu terlihat begitu nyaman dengan Leon dalam pelukannya.Dan di saat yang sama, Sean sadar bahwa ia mulai takut akan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Takut kehilangan Alya. Tanpa sadar, ia melangkah masuk, menuju kamar. Tapi sebelum ia sempat menyentuh gagang pintu, suara Alya terdengar lebih dulu."Kau basah kuyup."Sean terdiam.Alya masih duduk di kursi goyang, tetapi kini ia menatap Sean dengan ekspresi yang sulit diartikan.Sean mengusap tengkuknya, sedikit gelagapan. "Aku... hanya butuh udara segar.""Kau bisa sakit kalau terlalu lama di luar.""Aku baik-baik saja," balas Sean cepat.Hening.Alya kembali menatap Leon yang sudah tertidur, lalu berbicara dengan suara lebih pelan. "Kau mau bilang sesuatu?" tanyanya tanpa menoleh.Sean mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya. Ia ingin berbicara. Ia ingin menjel
Sean terdiam. “A-aku hanya ingin melindungimu darinya. Dia itu buaya darat,” ucapnya sedikit gugup.Alya tersenyum tipis, tetapi ada kegetiran dalam ekspresinya. "Kau bilang ingin melindungiku dari Jerry, tapi siapa yang akan melindungiku darimu, Sean?"Kata-kata itu menghantamnya lebih keras dari yang ia bayangkan. Sean membuka mulutnya, ingin membalas, tetapi sesuatu menghentikannya. Mungkin karena, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa Alya benar.Sean bukan hanya ingin melindunginya dari Jerry, tetapi ia ingin Alya tetap berada di sisinya. Sayangnya dia tidak tahu bagaimana mengatakannya tanpa mengakui sesuatu yang selama ini ia hindari.Alya menunggu beberapa detik, tetapi ketika Sean tetap diam, ia akhirnya menggeleng pelan."Aku lelah, Sean."Lalu ia berbalik, melangkah pergi meninggalkan Sean yang masih berdiri di tempatnya, terpaku dengan pikirannya sendiri.Namun, sebelum Alya benar-benar menjauh, Sean tiba-tiba berkata, "Aku pulang lebih cepat bukan karena Leon."Langkah Aly
Malam itu, di bawah sinar bulan yang temaram, Alya menatap Sean dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Dadanya berdegup lebih kencang dari biasanya, sementara pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan tentang apa yang akan Sean katakan.Sean berdiri di luar jendela dengan ekspresi yang sulit ditebak. Cahaya lampu dari dalam kamar menerangi sebagian wajahnya, memperlihatkan sorot matanya yang tajam namun sedikit gelisah."Apa maksudmu… tentang kita?" suara Alya nyaris berbisik, tapi tetap terdengar jelas di antara mereka.Sean menelan ludah, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat. Ia tidak ingin mengatakan sesuatu yang salah, tapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa terus menghindari ini."Aku hanya ingin tahu," ucapnya akhirnya. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan tentang Jerry?"Alya mengerjap, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Ia mengira Sean akan mengatakan sesuatu yang lebih… pribadi."Kau datang ke sini malam-malam hanya untuk bertanya itu?" nada suaranya terdengar sed