“Alya!!”Sean tidak bisa berpikir jernih. Napasnya memburu, tangan dinginnya menggenggam erat jemari Alya yang masih terkulai lemah di ranjang. Wajah istrinya terlihat pucat, tubuhnya belum juga menunjukkan tanda-tanda kesadaran penuh. Ruangan itu terasa begitu sunyi setelah dokter yang memeriksa Alya meninggalkan mereka, hanya ada suara napas Alya yang tersengal pelan.Di lantai bawah, suasana sama sekali berbeda. Tangis Leon masih bersahutan dengan suara seorang anak kecil yang berada dalam gendongan Adrian. Suara piring yang diletakkan oleh pelayan di meja makan pun terdengar samar, seakan berusaha meredam ketegangan yang masih menggantung di udara."Dokter, bagaimana keadaan Alya?" tanya Sean dengan suara tegang, matanya tak lepas dari wajah pucat istrinya yang masih terbaring tak sadarkan diri.Do
Sean tidak segera masuk. Ia berdiri di dekat ambang pintu, memperhatikan bayangan Alya yang tengah mengayun Leon di kursi goyang. Hatinya mencelos. Perempuan itu terlihat begitu nyaman dengan Leon dalam pelukannya.Dan di saat yang sama, Sean sadar bahwa ia mulai takut akan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Takut kehilangan Alya. Tanpa sadar, ia melangkah masuk, menuju kamar. Tapi sebelum ia sempat menyentuh gagang pintu, suara Alya terdengar lebih dulu."Kau basah kuyup."Sean terdiam.Alya masih duduk di kursi goyang, tetapi kini ia menatap Sean dengan ekspresi yang sulit diartikan.Sean mengusap tengkuknya, sedikit gelagapan. "Aku... hanya butuh udara segar.""Kau bisa sakit kalau terlalu lama di luar.""Aku baik-baik saja," balas Sean cepat.Hening.Alya kembali menatap Leon yang sudah tertidur, lalu berbicara dengan suara lebih pelan. "Kau mau bilang sesuatu?" tanyanya tanpa menoleh.Sean mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya. Ia ingin berbicara. Ia ingin menjel
Sean terdiam. “A-aku hanya ingin melindungimu darinya. Dia itu buaya darat,” ucapnya sedikit gugup.Alya tersenyum tipis, tetapi ada kegetiran dalam ekspresinya. "Kau bilang ingin melindungiku dari Jerry, tapi siapa yang akan melindungiku darimu, Sean?"Kata-kata itu menghantamnya lebih keras dari yang ia bayangkan. Sean membuka mulutnya, ingin membalas, tetapi sesuatu menghentikannya. Mungkin karena, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa Alya benar.Sean bukan hanya ingin melindunginya dari Jerry, tetapi ia ingin Alya tetap berada di sisinya. Sayangnya dia tidak tahu bagaimana mengatakannya tanpa mengakui sesuatu yang selama ini ia hindari.Alya menunggu beberapa detik, tetapi ketika Sean tetap diam, ia akhirnya menggeleng pelan."Aku lelah, Sean."Lalu ia berbalik, melangkah pergi meninggalkan Sean yang masih berdiri di tempatnya, terpaku dengan pikirannya sendiri.Namun, sebelum Alya benar-benar menjauh, Sean tiba-tiba berkata, "Aku pulang lebih cepat bukan karena Leon."Langkah Aly
Malam itu, di bawah sinar bulan yang temaram, Alya menatap Sean dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Dadanya berdegup lebih kencang dari biasanya, sementara pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan tentang apa yang akan Sean katakan.Sean berdiri di luar jendela dengan ekspresi yang sulit ditebak. Cahaya lampu dari dalam kamar menerangi sebagian wajahnya, memperlihatkan sorot matanya yang tajam namun sedikit gelisah."Apa maksudmu… tentang kita?" suara Alya nyaris berbisik, tapi tetap terdengar jelas di antara mereka.Sean menelan ludah, seolah sedang mencari kata-kata yang tepat. Ia tidak ingin mengatakan sesuatu yang salah, tapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa terus menghindari ini."Aku hanya ingin tahu," ucapnya akhirnya. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan tentang Jerry?"Alya mengerjap, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Ia mengira Sean akan mengatakan sesuatu yang lebih… pribadi."Kau datang ke sini malam-malam hanya untuk bertanya itu?" nada suaranya terdengar sed
Sean berdiri di ambang pintu rumah, menghirup udara malam yang dingin sebelum akhirnya melangkah masuk. Ada sesuatu yang berbeda dari tempat ini—bukan karena perabotannya berubah, tapi karena perasaan yang menggantung di udara. Dia belum lama pergi, tapi entah kenapa rasanya seolah berbulan-bulan.Alya masih belum berkata apa-apa sejak menyebutkan nama Sean beberapa saat lalu, hanya mengamati suaminya itu dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan."Kenapa kau pulang secepat ini?" tanya Alya akhirnya, suaranya terdengar hati-hati.Sean berdeham pelan, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. "Aku ingin melihat keadaan Leon," balasnya, seperti sudah menyiapkan jawaban itu jauh-jauh hari.Alya menatapnya lebih lama, seolah mencari sesuatu dalam ekspresinya. "Dia ada di dalam kamar. Bersama kakek juga. Kau bisa men
Setelah mendengar pengakuan Jerry, Sean terdiam cukup lama. Pikirannya kacau, emosinya bergejolak.Sean menatap Jerry dengan mata menyipit. "Kau serius?"Jerry hanya tersenyum tipis, tidak ada sedikit pun keraguan di wajahnya. "Aku tidak ingin berbohong padamu, Sean. Aku memang tertarik pada Alya."Sean mengeratkan rahangnya, menekan amarah yang hampir meluap. Namun, dia tahu ini bukan saat yang tepat untuk meledak. Dengan susah payah, dia menenangkan dirinya.Dia tidak pernah membayangkan bahwa Jerry—sahabatnya sendiri—akan mengungkapkan ketertarikannya pada Alya. Rasa panas menjalar di dadanya, entah itu karena marah, cemburu, atau kecewa pada dirinya sendiri karena selama ini dia membiarkan keadaan berkembang seperti ini tanpa berbuat apa-apa.“Lakukan sesukamu,” ujar Sean akhirnya, dengan nada yang lebih dingin dari sebelumnya. “Aku tidak peduli.”Jerry hanya mengangkat bahu. “Baiklah, kalau kau benar-benar tidak peduli.”Namun, nyatanya malah justru bertolak belakang. Sean menunj