Sekuat tenaga Naning menahan rasa penasarannya pada Zahira, mereka kembali ke rumah sebelum magrib. Zahira segera membersihkan rumah, lalu mandi dan bersiap-siap untuk sholat. Dia tak banyak bicara membuat ibunya terus bertanya-tanya dalam hati.Menjelang jam tujuh malam, terdengar ketukan di pintu dan ucapan salam."Assalamu alaikum!""Waalaikum salam!" jawab Naning dan segera membuka pintu.Dia tertegun saat melihat tuan Handoko dan ibu Nagita sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Karena terlalu serius memikirkan Zahira sehingga dia tak mendengar deru mobil yang berhenti di halaman rumahnya."Mari masuk pak, Bu!"Naning mempersilahkan tamunya duduk di kursi, dia sendiri bergegas ke dapur untuk membuat teh. Sesaat dia menengok ke dalam kamar untuk melihat Zahira.Naning membawakan teh untuk tamunya, kemudian dia mengambil biskuit yang dibeli Zahira di toko depan Rumah Sakit."Mari di minum tehnya, maaf saya hanya bisa menyediakan ini!""Ini sudah cukup kok Bu, ibu sendiri ya di ruma
Keluarga Handoko menggelar pernikahan di hotel berbintang, saat semua tamu pulang pengantin sudah di persilahkan memasuki kamar pengantin yang sudah di siapkan di hotel itu. Satu ranjang berukuran besar yang ditata seindah mungkin dan di atas kasur sudah di taburi bunga yang beraroma sangat wangi.Di depan pintu kamar, Fajar melepaskan tangan Zahira dan dia masuk begitu saja tanpa menoleh lagi ke belakang. Zahira melangkah dengan ragu, dia mencoba melirik ke kiri dan kanan, suasana tanpa lengang karena mereka berada tujuh lantai dari ballroom. Zahira menguatkan hatinya dengan menarik nafas dalam lalu menghempaskannya pelan.Zahira melangkah pelan ke dalam kamar lalu menutup pintu dengan perlahan. Dilihatnya jas pengantin teronggok begitu saja di atas kursi. Zahira memungutnya dan menggantungnya di hanger lalu memasukkannya ke dalam lemari. Terdengar bunyi gemericik air dalam kamar mandi, suaminya pastilah sedang mandi. Perlahan Zahira melepaskan baju pengantin yang di kenakannya. Dia
"Kita di tunggu di restoran," kata Zahira saat melihat suaminya keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang rapi.Fajar melihat sekilas ke arah istrinya dan berkata, "Ayo!"Keduanya segera menuju ke lantai dua menggunakan lift. Sudah duduk di depan meja makan kedua orang tuanya."Mari nak, mama harap kalian berdua menikmati malam pertamanya dengan indah!" Zahira hanya tersenyum kecut sedangkan Fajar tertawa tanpa suara."Mama jangan membuatku malu!" katanya.Tuan Handoko melihat senyum Zahira sehingga mereka bisa menduga apa yang terjadi di antara mereka semalam."Papa dan mama sudah tua, jadi kami sangat berharap kalian bisa secepatnya memberikan kami cucu!" Perkataan tuan Handoko nyaris membuat Zahira tersedak. Dia yang tengah meminum teh hangat itu hanya bisa menunduk karena tak ingin melihat tatapan mertua yang seakan hendak mengulitinya."Baru juga menikah kemarin pa!" kata Fajar sambil mengambil buah."Iya tau, papa ingin kalian pergi berbulan madu ke Bali!""Bulan madunya bis
Apartemen milik Fajar sangat mewah hanya saja tidak tertata dengan rapi, jendelanya menghadap ke pantai yang sangat indah. Dua buah kamar tidur, sebuah kamar yang terletak di depan lengkap dengan kamar mandi di dalamnya. Yang satu lagi lumayan besar dengan kamar mandi di luar. Zahira merasa kagum dengan apartemen ini, maklumlah dia hanyalah orang miskin dengan kondisi rumah yang sederhana. Zahira teringat kedua orang tuanya, namun sesuai pesan ibunya dia harus taat kepada suami jika suaminya mengizinkan barulah dia bisa bertemu orang tuanya."Kamarmu di sebelah sana, tapi ingat selama orang tuaku ada kamu di kamar utama bersamaku," bisik Fajar.Zahira tak menyahut, dia lebih memilih memasukkan koper ke dalam kamar utama. Fajar tak bisa protes karena orang tuanya tengah bersama mereka."Kak Ira bisa masak nggak?" tanya Pandu sambil melongokkan kepalanya di balik pintu."Bisa, Pandu mau makan apa?" Zahira balik bertanya. "Apa saja deh yang penting kak Ira yang masak!" jawab Pandu.Set
Zahira mengantar mertuanya sampai ke basement. Setelah memastikan mobil yang di tumpangi mereka hilang dari pandangannya barulah dia naik kembali ke lift menuju apartemennya. Dia mengetuk pintunya perlahan dan tak lama kemudian pintu terbuka."Pindahkan semua pakaianmu ke kamar sebelah!" kata Fajar sambil berlalu.Zahira tak bersuara dan masuk ke kamar mengambil semua pakaiannya lalu memindahkannya. Sebelum dia masuk ke kamarnya terdengar suara suaminya."Jangan lupa masak yang enak, nanti malam Akila akan datang ke sini!"Zahira tersenyum kecut, dia menyadari statusnya sebagai istri yang tak di inginkan. Zahira menyusun satu persatu pakaiannya di dalam lemari. Kamar ini sudah lebih dari cukup ketimbang kamarnya di rumah. Zahira mengamati sekeliling kamar lalu mulailah dia membenahi semuanya. Dia ingin menyulap kamar itu agar terlihat lebih menarik. Zahira memindahkan lemari di samping jendela agar kamarnya terlihat luas."Setelah ini aku akan menata ruang tamu, ku harap kak Fajar sud
Zahira sedang menyiapkan makan malam di meja, setelah itu dia mengajak suaminya dan Akila untuk makan malam. Akila menuju ruang makan sambil menggandeng tangan Fajar bagaikan pasangan suami istri. Suasana malam ini seakan terbalik, siapa nyonya rumah yang sebenarnya dan siapa tamu bahkan lebih miris lagi Zahira dilarang makan bersama mereka. "Sepertinya malam ini aku ingin makan berdua saja denganmu!" Kata Akila dengan suara sedikit nyaring. Fajar menatap sebentar wajah Zahira yang hendak siap untuk duduk di depan mereka, ada rasa yang tidak enak menyelimuti hatinya. Namun melihat wajah Akila yang cemberut akhirnya dia berkata dengan suara pelan. "Tolong tinggalkan kami berdua!" Zahira segera berdiri dan meninggalkan ruang makan dengan perasaan kesal. Mau marah tetapi dia ingat siapa sebenarnya dirinya. Zahira merenungi nasibnya yang tidak beruntung ini, teringat olehnya pesan ibunya. "Apapun yang terjadi, kau harus selalu menaati suamimu!" Dadanya serasa sesak, dia mengakui jik
Zahira menutup pintu kamar perlahan, tatapan Fajar tadi seakan meyakinkan hatinya jika suaminya itu tahu norma agama. Setelah memakai cream malam Zahira membaringkan tubuhnya di atas kasur, matanya sulit terpejam. Suara manja Akila membuatnya ingin muntah, dia lalu menutup telinganya dengan headset lalu memutar sholawat pengantar tidur.Di luar Akila masih enggan masuk ke dalam kamar walau Fajar sudah menyuruhnya berulang kali.“Cepatlah tidur!”“Aku masih ingin bersamamu!” Rengek Akila dengan manja.“Masih ada waktu besok sayang.”Fajar terus membujuk Akila agar segera masuk ke dalam kamar, melihat tingkah Akila yang terus-terusan nempel padanya membuatnya takut kebablasan. “Oh ya, terkait permintaan ibumu, kira-kira apa solusinya?” tanya Akila saat dia teringat perkataan Fajar sebelumnya.“Nantilah kita pikirkan jalan keluarnya, masih terlalu dini untuk membicarakan hal itu!” Fajar terlihat enggan membahas masalah anak.“Aku punya usul!”“Apa?”“Bagaimana jika kita melakukan insemi
Zahira harus ekstra sabar menghadapi dua pasangan kekasih ini, andai bukan karena aturan agama maka dia tak akan perduli apapun yang dilakukan oleh dua sejoli itu. Dia tak ingin kecipratan dosanya.Zahira kembali membersihkan piring kotor yang di tinggalkan begitu saja oleh sepasang kekasih itu. Setelah menaruh piringnya di tempat cucian Zahira kembali ke ruang makan untuk menikmati sarapan pagi.Tengah menikmati sarapannya, Fajar datang bersama Akila dengan saling bergandengan tangan. "Aku akan ke kantor, kemungkinan sore baru pulang!" Zahira tak bersuara dan hanya mengangguk pelan, dia sebenarnya ingin melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri tapi melihat Akila yang bergelayut manja membuatnya terus mengunyah makanannya."Sayang, dasimu sedikit bengkok. Sini aku perbaiki!" ucap Akila.Zahira melirik dengan sudut matanya, lalu tertawa. Tentu saja hal itu membuat Akila tersinggung."Dasar udik, belum pernah melihat orang pakai dasi ya? Huh!" Sindir Akila.Zahira tak mau kalah, "O