Share

Bagian 02

"Ck, sok akrab!" kata Zia lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Malam tiba, Sopandi masuk ke kamar putri bungsungnya itu. Melihat putri kesayangan sedang belajar dengan headset di telinganya.

"Lazia!"

"Lazia!"

Lazia tidak mendengar perkataan ayahnya itu, lalu Sopandi mendekatinya dan menarik headset yang bersarang di telingan Zia.

"Ayah?"

"Ayah ngapain ke kamar Zia?" tanya Zia.

"Kepala ayah sakit, tolong beliin obat!" jawab Sopandi memegang kepalanya.

"Ini udah jam 9, ayah! Mana ada warung yang buka," kata Zia.

"Tapi, Apotek enggak 'kan!" ucap Sopandi tersenyum.

"Ayah ... Zia lagi males!" ucap Zia dan memasukan lagi headset ke telinganya.

Sopandi langsung menariknya headset itu lagi.

"Kalau kamu enggak mau, besok ayah enggak akan kasih uang jajan!" ujar Sopandi lalu berjalan perlahan berharap Zia memanggilnya.

"Ayah!"

"Ya udah mana uangnya!" sahut Zia.

Sopandi sedikit tertawa, lalu berbalik badan dan memberikan uang.

Gadis cantik itu keluar dari rumahnya dan melihat pria yang tadi siang masih berada di teras rumahnya bahkan sedang duduk dengan secangkir kopi di meja. Menggunakan sarung, yang sarung itu ternyata milik ayahnya.

"Dingin, ya!" ujar Fabio sambil menyelimuti badannya dengan sarung.

"Lo ngapain masih disini?" sahut Zia dengan tatapan sinis ke arah Fabio.

"Nungguin, lo!"

"Kopinya enak tau, lo mau?"kata Fabio dan meminum kopinya.

"Jangan-jangan ini rencana ayah" Batin Zia.

"Ayah, ayah. Bukain pintunya!" teriak Zia mengedor-gedor pintu dengan kuat.

"Suaranya kecilin, tetangga lo udah pada masuk zona mimpi," ujar Fabio.

"Bodo!"

"Ayah bukain pintunya!" teriak Zia.

Setelah 15 menit mencoba. Tetapi pintu rumah tetap tidak terbuka, melihat sesekali ke arah pria itu yang sedang duduk sambil menikmati kopi.

"Lo siapa, si!"

"Kenapa lo ada di rumah gue?" tanya Zia.

"Gue Fabio. Bukanya tadi siang gue udah kas ..." Ucap Fabio terpotong saat Zia berjalan pergi meninggalkannya.

"Hey! Tungguin gue." teriak Fabio meminum kopinya sampai habis lalu berlari mengejar Lazia.

Di sepanjang jalan Lazia menuju apotek, pria itu bernyanyi. Fabio mengikuti Lazia dari belakang di iringi suara merdunya.

"Suara gue gimana? Bagus 'kan!"

"Sebenarnya gue itu pengen jadi penyanyi. Penyanyi yang terkenal sampai ke ujung eropa"

"Tapi, itu semua telah menjadi mimpi. Saat tadi siang aku melihatmu. Gue jadi pengen jadi iman lo," kata Fabio.

"Pengen rasanya gue sumpel tuh mulut pake keset." batin Zia dan terus berjalan.

Selesai membeli obat, Gadis cantik itu langsung berlari keluar dari pintu lain yang berada di apotek. Lazia berlari meninggalkan Fabio yang sedang menunggunya di luar.

"Siapa suruh ngikutin gue" gumang Zia.

Setelah pergi jauh dari apotek itu, zia berhenti berjalan. Saat zia melihat seekor anjing hitam sedang melihatnya tanpa di ikat.

Gok, gok...

Suaranya membuat Gadis itu semakin takut, Zia perlahan berjalan mundur.

"Hus, hus ...."

Sampai sebuah tangan memegang pundaknya yang membuat Gadis itu teriak ketakutan.

"Tolong, jangan sakitin gue!" ujar Zia jongkok sambil menutup matanya menggunakan kedua tangannya.

"Kenapa lo, ninggalin gue! Hihi ... Gue bakalan nakutin lo!"

"Suaranya kaya pernah gue dengar, ini pasti suara cowo itu," batin Zia.

Gadis itu membuka matanya dan benar saja itu suara Fabio. Zia berdiri dan berjalan kembali.

"Lo enggak takut sama anjing itu?" ujar Fabio.

Gadis berhenti berjalan, menarik nafas panjang lalu mengulurkannya kasar. Berbalik dengan melipat tangannya di dada.

"Gue bukannya takut! Gue cuma pengen lo ada gunanya sebagai cowo," ujar Zia memajukan bibirnya ke depan.

"Ok." sahut Fabio tersenyum lalu berjalan di depan.

Lazia langsung berjalan mengikutinya dari belakang. Setelah Zia berhasil melewati anjing itu, Lazia langsung berjalan mendahului Fabio.

Lazia terus mengusap tangannya seperti kedinginan di sepanjang perjalanan. Fabio terus memperhatikannya dari belakang.

"Lo bisa pakai sarung ini! Kalau lo mau," ujar Fabio.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status