Share

Bagian 02

Author: Aldy Putra
last update Last Updated: 2021-05-25 02:58:34

"Ck, sok akrab!" kata Zia lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Malam tiba, Sopandi masuk ke kamar putri bungsungnya itu. Melihat putri kesayangan sedang belajar dengan headset di telinganya.

"Lazia!"

"Lazia!"

Lazia tidak mendengar perkataan ayahnya itu, lalu Sopandi mendekatinya dan menarik headset yang bersarang di telingan Zia.

"Ayah?"

"Ayah ngapain ke kamar Zia?" tanya Zia.

"Kepala ayah sakit, tolong beliin obat!" jawab Sopandi memegang kepalanya.

"Ini udah jam 9, ayah! Mana ada warung yang buka," kata Zia.

"Tapi, Apotek enggak 'kan!" ucap Sopandi tersenyum.

"Ayah ... Zia lagi males!" ucap Zia dan memasukan lagi headset ke telinganya.

Sopandi langsung menariknya headset itu lagi.

"Kalau kamu enggak mau, besok ayah enggak akan kasih uang jajan!" ujar Sopandi lalu berjalan perlahan berharap Zia memanggilnya.

"Ayah!"

"Ya udah mana uangnya!" sahut Zia.

Sopandi sedikit tertawa, lalu berbalik badan dan memberikan uang.

Gadis cantik itu keluar dari rumahnya dan melihat pria yang tadi siang masih berada di teras rumahnya bahkan sedang duduk dengan secangkir kopi di meja. Menggunakan sarung, yang sarung itu ternyata milik ayahnya.

"Dingin, ya!" ujar Fabio sambil menyelimuti badannya dengan sarung.

"Lo ngapain masih disini?" sahut Zia dengan tatapan sinis ke arah Fabio.

"Nungguin, lo!"

"Kopinya enak tau, lo mau?"kata Fabio dan meminum kopinya.

"Jangan-jangan ini rencana ayah" Batin Zia.

"Ayah, ayah. Bukain pintunya!" teriak Zia mengedor-gedor pintu dengan kuat.

"Suaranya kecilin, tetangga lo udah pada masuk zona mimpi," ujar Fabio.

"Bodo!"

"Ayah bukain pintunya!" teriak Zia.

Setelah 15 menit mencoba. Tetapi pintu rumah tetap tidak terbuka, melihat sesekali ke arah pria itu yang sedang duduk sambil menikmati kopi.

"Lo siapa, si!"

"Kenapa lo ada di rumah gue?" tanya Zia.

"Gue Fabio. Bukanya tadi siang gue udah kas ..." Ucap Fabio terpotong saat Zia berjalan pergi meninggalkannya.

"Hey! Tungguin gue." teriak Fabio meminum kopinya sampai habis lalu berlari mengejar Lazia.

Di sepanjang jalan Lazia menuju apotek, pria itu bernyanyi. Fabio mengikuti Lazia dari belakang di iringi suara merdunya.

"Suara gue gimana? Bagus 'kan!"

"Sebenarnya gue itu pengen jadi penyanyi. Penyanyi yang terkenal sampai ke ujung eropa"

"Tapi, itu semua telah menjadi mimpi. Saat tadi siang aku melihatmu. Gue jadi pengen jadi iman lo," kata Fabio.

"Pengen rasanya gue sumpel tuh mulut pake keset." batin Zia dan terus berjalan.

Selesai membeli obat, Gadis cantik itu langsung berlari keluar dari pintu lain yang berada di apotek. Lazia berlari meninggalkan Fabio yang sedang menunggunya di luar.

"Siapa suruh ngikutin gue" gumang Zia.

Setelah pergi jauh dari apotek itu, zia berhenti berjalan. Saat zia melihat seekor anjing hitam sedang melihatnya tanpa di ikat.

Gok, gok...

Suaranya membuat Gadis itu semakin takut, Zia perlahan berjalan mundur.

"Hus, hus ...."

Sampai sebuah tangan memegang pundaknya yang membuat Gadis itu teriak ketakutan.

"Tolong, jangan sakitin gue!" ujar Zia jongkok sambil menutup matanya menggunakan kedua tangannya.

"Kenapa lo, ninggalin gue! Hihi ... Gue bakalan nakutin lo!"

"Suaranya kaya pernah gue dengar, ini pasti suara cowo itu," batin Zia.

Gadis itu membuka matanya dan benar saja itu suara Fabio. Zia berdiri dan berjalan kembali.

"Lo enggak takut sama anjing itu?" ujar Fabio.

Gadis berhenti berjalan, menarik nafas panjang lalu mengulurkannya kasar. Berbalik dengan melipat tangannya di dada.

"Gue bukannya takut! Gue cuma pengen lo ada gunanya sebagai cowo," ujar Zia memajukan bibirnya ke depan.

"Ok." sahut Fabio tersenyum lalu berjalan di depan.

Lazia langsung berjalan mengikutinya dari belakang. Setelah Zia berhasil melewati anjing itu, Lazia langsung berjalan mendahului Fabio.

Lazia terus mengusap tangannya seperti kedinginan di sepanjang perjalanan. Fabio terus memperhatikannya dari belakang.

"Lo bisa pakai sarung ini! Kalau lo mau," ujar Fabio.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ini Namanya Cinta   Alasan Fabio pergi (END)

    "Zia gue minta maaf, Zia!" ujar Fabio dengan nada tinggi dan Lazia berhenti sembari menangis tersedu-sedu."Gimanapun gue harus pergi.""Kenapa Fabio, Kenapa," lirih Zia dengan air mata yang tak kunjung berhenti."Di saat cinta datang dan lo harus pergi! Apa kita tidak bisa mencobanya terlebih dahulu? Setelah itu lo bebas mau pergi atau nggak.""Zia, hapus air mata lo. Lo jangan tangisi pria seperti gue," kata Fabio dengan nada dingin."Jika memang kita berjodoh, pasti Tuhan akan mempertemukan kita kembali dengan cara apapun.""Please Fabio jangan pergi," lirih Zia."Gue nyakin setelah nanti gue pergi. Lo pasti mendapatkan pria yang jauh lebih segalanya dari gue. Karena bagaimanapun gue harus pergi," kata Fabio yang membuat air mata Zia menetes cepat."Gue cuma pengen lo! Gue nggak mau yang lain Fabio, jadi please lo jangan pergi," pinta Zia."Kalau begitu, berikan alasan. Agar gue tetap bisa bertahan di sini," ujar Fabi

  • Ini Namanya Cinta   Fabio pergi (38)

    "Apa pentingnya ini buat lo," jawab Boby menatap sinis Zia. "Ini penting banget buat gue bob," kata Zia dengan nada sedih. "Pentingnya mana dia dengan Dicky?" tanya Boby cepat. "Gue emang suka sama Dicky, tapi itu dulu! Sebelum gue bertemu dengan dia, dia yang membuat hari-hari ku jadi berwarna," jawab Zia dengan mata berkaca-kaca. "Bob, please! Di mana Fabio sekarang." "Zia kayanya udah benar-benar mulai jatuh cinta sama Fabio, tapi kenapa dia baru sadar sekarang," batin Boby. "Kenapa lo diem Boby, ayo jawab di mana Fabio sekarang," ucap Zia dengan nada sedih. "Please!" Boby menghela nafas panjang lalu berjalan pergi masuk ke dalam kelas, "Lo bisa datang lagi sepulang sekolah dan gue akan kasih tau semuanya sama lo." Jam pulang pun terdengar. Saat Boby satu langkah dari pintu kelasnya, tiba-tiba salah satu temannya memanggil dan menunjuk ke arah belakang Boby. Saat Boby berbalik ia kaget, melihat Zia sedang jon

  • Ini Namanya Cinta   Mengantarkan surat (37)

    Malam berganti pagi. Hari ini Lazia benar-benar semangat, terlihat dari senyum lebarnya kepada Sopandi yang sedang berada di meja makan. Lazia mengambil beberapa roti lalu memakannya dengan senyum menggoda. Sopandi kaget kebingungan melihat tingkah laku putri bungsunya itu. Apa lagi pada hari senin ini, Lazia tampil lebih cantik."Ayah gimana Lazia, cantik nggak?" tanya Zia tersenyum."Kamu ke sekolah, ka!" ucap Sopandi menaikan sedikit intonasi suaranya."Iya-iya, lah ayah ... mau kemana lagi," kata Zia tersenyum."Baguslah," sahut Sopandi lemas."Bagaimana dinermu dengan Dicky tadi malam. Apa semuanya baik-baik saja?""Semuanya baik ayah, lancar!" jawab Zia tersenyum lalu memakan rotinya. Mendengar itu Sopandi hanya menghela nafasnya panjang.Bim, bim!"Dewi udah datang, Zia pergi dulu ya, ayah!" kata sembari menyalim tangan Sopandi.Di perjalanannya menuju sekolah, Lazia menceritakan Dicky kepada Dewi. Tentang kejadia

  • Ini Namanya Cinta   Dicky mengucapkan cinta (36)

    Setelah Fabio pergi mengejar Lazia, kini giliran Dicky untuk mengejarnya. Mereka joging di daerah komplek rumah Lazia, di sana ada sebuah taman besar yang biasa di pakai untuk lari pagi. Fabio dan Dicky berada di belakang Lazia, mengikuti semua gerakan Lazia, seperti peregangan dan pemanasan. Lazia hanya diam melihat mereka berdua, berharap salah satu dari mereka pulang. Setelah satu jam joging, Lazia merasa lelah dan beristirahat di sebuah kursi panjang yang berada di taman itu. Fabio dan Dicky langsung berlari menuju Lazia, sembari membawa botol minuman dingin. "Zia, lo pasti cape bangetkan!" ucap Fabio tersenyum sembari mengulurkan botol minuman. "Mendingan yang gue aja Zia," ujar Dicky tersenyum, lalu mengulurkan botol minumannya. "Mending yang gue aja Zia! Ini langsung gue ambil dari pabriknya," kata Fabio, lalu melihat sinis ke arah Dicky. "Lo jangan bohong, ya

  • Ini Namanya Cinta   Pertingkaian dua pria ganteng (35)

    "Enak 'kan," kata Dicky tersenyum."Iya, enak," balas Zia."Tapi ada sisa makanan di mulut lo!" ujar Dicky kemudian mengambil tisu yang ada di meja itu.Mengulurkan tangannya ke arah mulut Zia. Membersihkan sisa makanan yang bersarak di pinggiran mulut Zia. Dengan lembut dan penuh perasaan."Sebenarnya hati gue milih siapa? Kenapa perasaan ini beda dengan Fabio," batin Zia sembari melihat Dicky yang masih membersihkan mulutnya."Udah dong, malu di lihagin orang," ujar Zia tersenyum."Iya," sahut Dicky tersenyum."Oh iya Zia, nanti malam lo ada kegiatan nggak?""Kayanya nggak ada, si! Emangnya kenapa?" tanya Zia. Lalu meminum jus yang ada di mejanya."Gue mau ajak lo jalan-jalan. Yah ... sekedar liburanlah, besokan hari minggu," jawab Dicky."Boleh," ucap Zia tersenyum."Kalau gitu gue pulang dulu, ya! Gue mau siap-siap. Ingat nanti malam kita jalan," ujar Dicky."Iya ... " sahut Zia tersenyum."By." balas

  • Ini Namanya Cinta   Ciuman kedua (34)

    "Gue bosen Zia ... gue pengen pulang!" rengek Fabio."Iya nanti, setelah lo sembuh," sahut Zia."Seharusnya na, Fabio itu nggak usah datang ke taman. Karena anak om pasti cuma mau ngerjain na, Fabio," sambung Sopandi tersenyum. Lalu melihat ke arah Zia."Nggak ayah! Zia beneran lupa, kalau Zia punga janji sama Fabio," cela Zia. Kemudian melihat ke arah Fabio yang sedang tersenyum."Kenapa lo senyum?""Emangnya kenapa?" tanya Fabio tersenyum."Om, Fabio nggak boleh senyum ya, om?""Boleh kok dan itu hanya untuk Zia seorang," kekeh Sopandi."Ayah ... " ketus Zia lalu melihat ke arah Fabio. Fabio hanya membalasnya dengan menaikan kedua alisnya sembari tersenyum."Na, Fabio udah makan?" tanya Sopandi."Belum om," jawab Fabio."Kenapa belum? Ini udah hampir jam dua loh. Kenapa belum makan juga," ujar Sopandi."Soalnya makanannya nggak enak om, rasanya hambar," sahut Fabio tersenyum."Berarti orang kaya lo itu,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status