"Gue nyakin banget lo ada rasa sama gue, enggak penting gue tau sejak kapan dan dimana. Yang pasti gue enggak akan pernah suka sama lo, apa lagi harus cinta! Enggak akan pernah!" menaikan sedikit intonasi suaranya.
"Jadi mulai sekarang lo harus jauhin gue, sebelum lo nanti sakit hati. Ok!" ujar Zia dan kembali berjalan meninggalkan Fabio yang sedang berdiri.
"Gue akan kasih tau lo, kalau cinta itu bukan sekedar kalimat!" gumang Fabio tersenyum lalu berjalan mengejar Zia.
Lazia akhirnya tiba dirumahnya, setelah empat puluh lima menit lamanya Lazia berjalan. Habis sudah penderita pada kaki betisnya. Saat itu sudah ada Sopandi, ayah Lazia yang sedang duduk di kursi teras rumahnya dengan ditemani secangkir kopi.
"Akhirnya sampai juga!" teriak Zia ke udara lalu berjalan masuk. Sopandi hanya menggeleng-geleng kepalanya sembari tersenyum melihat tingkah laku putri bungsunya itu.
"Kaya ya Lazia seneng banget tuh na, Fabio!" ucap Sopandi tersenyum.
"Iya om, semoga." sahut Fabio tersenyum.
Pagi harinya saat berangkat sekolah, Lazia seperti biasa menunggu Dewi di depan teras rumahnya untuk berangkat bareng sekolah. Namun jam sudah menunjukan pukul 07:09, Dewi tak kunjung-kunjung datang.
"Lebih baik kamu langsung berangkat saja, mana tau Dewi lagi sakit jadi enggak sekolah!" ujar Sopandi dari tepi pintu, lalu meminum secangkir kopi di tangannya.
"Kalau benar Dewi sakit, seharusnya dia telepon gue bukannya diemin gue kaya gini!" batin Zia sembari menggigit imut jari kelingkingnya.
"Ya udah, Zia berangkat dulu!" mencium tangan Sopandi, "Assalamualaikum." kata Zia lalu berlari pergi.
Tiba di sekolah, Lazia telah melihat gerbang sekolah telah tertutup rapat. Serta satpam yang berdiri di pintu masuk.
"Udah masuk, pak?" tanya Zia sembari mengatur nafasnya.
"Iya-iya 'lah udah masuk! Enggak lihat apa?!" jawab Satpam.
"Cantik-cantik kok, hadeuh!" batin Satpam sembari meng geleng-geleng 'kan kepalanya.
Lazia bersardar di gerbang sembari menarik nafas dalam-dalam. Melihat ke langit, berharap mendapatkan keajaiban. Saat Lazia menoleh ke kiri, Lazia kaget setengah mati saat melihat wajah Fabio berada dekat dengan kepalanya.
"Lo kok, bisa ada disini?" tanya Zia yang masih kaget.
"Gue nungguin lo, gue udah disini dari jam 5. Yang akhirnya gue terlambat!" ujar Fabio sembari mengatur tas sampingnya kebelakang.
"Itu si salah lo, siapa suruh lo nungguin gue!" sahut Zia dengan nada tinggi.
"Pak udah masuk?"
Tiba-tiba Lazia berhenti sejenak, saat mendengar suara indah di telinganya. Berbalik kebelakang dan melihat Dicky pria populer di sekolahnya sedang berdiri di sampingnya dengan khas rambutnya yang berwarna putih.
"Gue enggak nyangka, kalau gue lagi berdiri di samping dia," batin Zia, melihat Dicky yang sedang berbicara dengan satpam.
"Makasih, pak!" ucap Dicky kepada Satpam itu.
Dicky menoleh ke kiri dan melihat ada Lazia yang sedang melihatinya dengan senyum lebar di wajahnya. Dicky menelan liurnya, lalu menyandarkan badannya ke gerbang dengan tatapannya melihat kearah jalan raya di depannya, mencueki Lazia.
Fabio terkekeh kecil saat melihat Lazia sedang melamun sembari melihat ke arah Dicky. Fabio mencoba membuyarkan lamunannya itu, dengan melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Lazia. Ternyata usaha Fabio nihil, Lazia masih tetap melihat Dicky. Sampai akhirnya Fabio.
"Dor!" teriak Fabio sembari mengoyangkan gerbang dengan kuat.
Seketika lamunan panjang Lazia hilang sirna, serta jantungnya yang berdebar kencang. Nafas Lazia memburu, menaikan kerah lengannya tinggi dan langsung berbalik ke arah Fabio.
"Lo kenapa enggak seneng banget lihat gue tenang!" teriak Zia dengan kerasnya. Sampai Fabio, Dicky dan Satpam menutup telinganya.
"Zia! Yang lo lakuin itu. Jahat!" ujar Fabio tersenyum dengan kedua tangannya masih memegang telinga.
Dicky yang melihat mereka hanya menggelengkan kepala dan kembali bersandar.
Hingga seorang bu Guru menghampiri mereka keluar sembari memegang sebuah buku besar. Yang dimana isi buku itu adalah nama-nama siswa terlambat.
"Baik, sebutkan nama kalian satu persatu!" ujar bu Guru."Fabio Zulkar, IPS 1," ucap Fabio tersenyum.Menulis nama Fabio, "Kamu anak baru itu 'kan," kata bu Guru."Iyah bu!" celetuk Fabio tersenyum."Ganteng-ganteng kok enggak ada kedisiplinan," gumang bu Guru pelan."Selanjutnya!""Lazialita Hidayanti, IPA 2," ucap ZiaMenulis nama Lazia, "Selanjutnya!" kata bu Guru."Dicky Afrizal, kelas unggulan IPA 1," ucap Dicky."Kok kamu bisa terlambat, si? Pantesan aja ibu enggak lihat kamu di lapangan basket!" balas bu Guru lembut sembari menulis nama Dicky."Ya udah, sekarang kalian boleh masuk ke kelas kaliang masing-masing""Ingat! Langsung masuk kelas." tegas bu Guru.Mereka bertiga langsung berjalan masuk ke dalam kelas mereka masing-masing.Lazia berjalan mengendap-ngendap saat dirinya satu meter di depan pintu kelasnya. Lazia berdiri melihat kelasnya dari jendela, yang ternyata sedang tidak ada guru. Tapi,
Kemudian pemilik katin datang kearah mereka sembari membawakan sebuah jus. Lalu meletakannya di meja dekat dengan Dicky."Makasih, bu!" ucap Dicky tersenyum."Iya sama-sama den," sahut pemilik kantin dan berjalan pergi."Lo mau?" tanya Dicky kepada Zia.Mengagukan kepala, "Boleh!" jawab Zia tersenyum."Bu!" ujar Dicky memanggil pemilik kantin."Iya ada apa den?" tanya pemilik kantin."Pesan satu lagi bu!" jawab Dicky sembari mengakat jari telunjuknya."Oh siap den." balas pemilik kantin dan beranjak pergi.. . ."Ini minumannya!" ujar pemilik kantin sembari meletakan jus di meja lalu beranjak pergi."Makasih bu!" sahut Zia lalu meminum minumanya menggunakan sedotan."Oh iya, teman kamu kok lama banget ya," kata Zia."Gue juga enggak tau," ucap Dicky.Tak!Suara keras dari meja mereka saat Fabio memukul kuat meja itu, datang tersenyum sembari membawa buku dan meletakannya di meja. Benar-benar me
Perjalanan mereka terhenti saat melihat di lapangan sedang ada tanding basket. Dan tentu saja Lazia berhenti karena melihat ada Dicky disana."Kita kesana, yuk!" ujar Zia sembari memegang tangan Dewi."Iya-iya." sahut Dewi.Mereka berdiri di pinggir lapangan, sembari menyemangati Dicky. Dicky malah terganggu oleh suara bising mereka. Hingga Fabio datang menghampiri Lazia dan berdiri disampingnya."Lo ngapain si ngikutin gue terus?" tanya Zia."Idih ... Siapa juga yang ngikutin lo," jawab Fabio sembari melihat kelapangan."Gue kerjain lo," batin Zia sembari tersenyum."Ayo Dicky semangat!" teriak Dewi."Hey," memanggil Fabio."Hey! Hello ..." Fabio tetap tidak menyautnya."Hey Fabio cowo aneh!" teriak Lazia kesal lalu menginjak kaki Fabio."Aw ... Sakit tau!" balas Fabio sembari memegang kakinya."Habisnya dari tadi gue manggil lo tau enggak!" dengan nada tinggi."Tapi, lupain aja. Gue punya tantangan buat
Selesai makan, Lazia beranjak pergi ke ruang tamu untuk menonton drama kesukaannya. Pukul 19:11, saat-saat dimana Lazia sedang menghayati drama yang berada di televisi tersebut. Tiba-tiba lamunan Lazia tentang drama itu buyar, setelah ketukan pintu kuat terdengar jelas dari luar.Tok, tok..."Iya-iya tunggu""Siapa si malam-malam gini datang kerumah gue." gumam Zia sembari berjalan kearah pintu.Klek!Ternyata itu ketukan pintu dari Fabio. Dengan menggunakan sarung dan juga membawa sebuah buku sembari tersenyum lebar."Aaa!" teriak Zia kaget lalu menutup kembali pintu itu."Loh kok malah ditutup lagi? Bukain dong pintunya""Hello!" ucap Fabio lalu mengetuk pintu."Gawat ... Itu 'kan Fabio. Dia pasti mau nagih hutang sama gue," gumam Zia ketakutan sembari bersandar di pintu.Tok, tok!"Iya-iya," teriak Zia.Klek!"Hy!" sapa Fabio tersenyum sembari melambaikan tangan lalu berjalan masuk kedalam.
"Cie ... Cie, cie, cie. Lo lihatin gue!" ujar Zia lalu tertawa."Udah napa! Enggak cape apa ketawa mulu," rengek Fabio."Enggak," balas Zia tersenyum."Tugas lo itu ngerjain pr gue, bukannya ngetawain gie," keluh Fabio."Iya-iya ...""Cuma ngomong itu aja, mukanya kaya yang pengen nangis," gumam Zia pelan sembari tersenyum lalu kembali mengejarkan tugas Fabio.Fabio melihat Lazia kembali mengerjakan tugasnya. Menghembuskan nafas kuat, sembari melap keringatnya. Tiga puluh menit Lazia mengejarkan tugasnya, tiba-tiba Fabio memanggilnya."Zia tolong ambilin minum dong," ujar Fabio sembari menonton televisi."Ayo pukul, pukul lagi," kata Fabio lalu loncat pelan di sofa sembari menonton televisi."Apa lo bilang? Ambilin minum?""Lo pikir gue pembantu lo apa?!" bentak Zia sembari melemparkan pulpennya ke meja."Lo lupa gue ini tamu ..." tersenyum."Yang namanya tamu itu raja" melihat ke arah Zia."Cepat ambilin
Lazia terdiam beberapa detik, sebelum ia berteriak."Aaa!"Dan langsung berdiri, walaupun Lazia sempat menginjak tangan Fabio. Mengambil sebuah tisu yang ada di meja lalu melap bibirnya dengan kasar."Tapi Zia. bisa di ulang lagi enggak? Soalnya manisnya cuma sedikit kerasa," ujar Fabio tersenyum sembari duduk dan melihat Lazia sedang sibuk membersihkan bibirnya."Dicky maafin gue!" teriak Zia ke udara."Ciuman pertama gue. Gue kasih sama cowo gila itu," tambah Zia sembari melihat Fabio yang sedang tersenyum. Kemudian kembali melap bibirnya."Lebay banget si lo!" kekeh Fabio sembari tersenyum lalu berdiri."Ini salah lo! Salah lo! Salah ... Lo!" teriak Zia dengan kuat. Sembari mengerakan kedua kakinya di lantai, seperti anak kecil yang sedang merengek."Salah gue?""Bukannya lo sendiri yang nimbuk gue! Udah lo bilang aja, kalau itu emang mau cem-ceman sama gue," balas Fabio tersenyum lalu mengambil bukunya."Dasar gila tau
"Lo letakin aja di meja gue," ucap Zia. Lalu berjalan pergi bersama Dewi."Tapi bentar lagi itu masuk." teriak Wizdan.Benar saja, keluar Lazia dan Dewi dari kelasnya. Tak lama kemudian bel tanda masuk, berdering. Membuat Lazia tidak jadi pergi ke ruang kelas Fabio.Karena Lazia seorang sekertaris. Lazia harus menulis soal pelajaran yang di berikan ibu Olah kepadanya. Walaupun Lazia sedang malas, gara-gara kejadian tadi pagi di rumahnya. Soal demi soal Lazia tulis di papan tulis. Sampai seorang siswa memanggilnya, dia bernama Reyhan."Apa?" jawab Zia."Lo gimana, si? Gue belum selesai, lo udah ngahapus aja," ujar Reyhan tersenyum. Sembari melihat teman-temannya."Hello ...""Siapa suruh lo main-main." sahut Zia. Dan kembali menulis soal.Hari ini semua siswa ribut. Hampir sebagaian tidak ada yang menulis, semua sibuk dengan perkerjaannya. Ada bernyanyi, tidur, berdandan dan sebagainya. Mereka anggap, mereka sedang ada di rumahnya terma
Lazia terus melamunkan kejadian tadi di kelas, saat-saat dimana Dicky melakukan hal yang romantis. Senyum manis terlihat di wajah Lazia, Dewi yang melihatnya saja sedikit kawatir, melihat Lazia yang seperti itu."Jadi hasilnya berapa anak-anak?" tanya Guru.Semua siswa tidak ada yang menjawab. Guru itu mengkerutkan dahinya, melihat ke arah Lazia yang sedang tersenyum."Lazia," ucap Guru itu dengan tatapan tajam."Zia, Zia ... " bisik Dewi sembari menyenggol badan Lazia. Tapi Lazia tetap saja tidak mendengarnya."Lazia!" bentak Guru. Membuat Lazia kaget setengah mati."Iya-iya, pak!" sahut Zia sembari mengkedipkan matanya. Dan mengambil pulpen."Kamu ngelamunin apa?" tanya Guru dengan nada tinggi."Dicky, pak!" jawab Zia cepat lalu menutupnya.Sontak semua siswa tertawa mendengarnya. Guru itu hanya membalasnya dengan menggelengkan kepala."Maksud Zia itu pelajaran, pak." ujar Zia tersenyum lalu terkekeh setelahnya.Dri