Home / Fantasi / Invasi Beast / Momen Kelulusan

Share

Momen Kelulusan

Author: Orang Ngetik
last update Last Updated: 2025-10-04 03:49:12

Ia mematikan alarm, lalu bersiap untuk hari pentingnya.

Setelah mandi dan berpakaian rapi, ia menuju dapur.

“Wah wah, udah rapi aja, Nak. Mentang-mentang hari terakhir sekolah,” kata sang ibu sambil mengaduk masakan.

“Hehe… iya, Bu.” Si pemuda mendekat. “Udah selesai belum? Sini, aku bantuin.”

“Udah kok. Lagian kamu udah rapi. Nanti kotor bajunya.”

“Gak apa-apa kok, Bu. Sini!” Pemuda itu merebut spatula dari tangan ibunya.

“Eh! Kamu ini… yaudah deh, kamu nyiapin nasi aja.”

“Oke, Bu.” Ia nyengir dan segera menuruti perkataan ibunya.

Beberapa menit kemudian, mereka duduk bersama di meja makan.

“Gimana, Nak? Enak?” tanya sang ibu sambil menyuap.

“Enak banget, Bu. Beneran.”

“Syukurlah. Oh iya, ini hari kelulusanmu, kan? Habis ini mau ngapain, hayo?”

Pemuda itu terdiam sesaat, berpikir. Ia sudah lama memikirkan jawabannya, tapi belum yakin dengan reaksi ibunya.

“Hayoo… kok diam? Udah punya calon, ya?” canda sang ibu.

“Apa sih, Bu.” Ia tertawa kecil. “Aku… mau daftar ke pasukan penyelamat. Boleh gak?”

Suasana langsung hening. Sang ibu menghentikan makannya.

“Pasukan penyelamat...? Kamu gak takut sama monster-monster itu?”

“Aku berani, Bu. Aku mau balas kematian Ayah.”

Seketika mata sang ibu berkaca-kaca. Luka lama yang belum sembuh kembali menganga.

“Ibu… jangan nangis. Maaf ya, Bu?”

Sang ibu mengusap air matanya. “Gak apa-apa, Nak. Ibu izinkan. Tapi… jangan sampai kamu nyusul Ayah, ya…”

“Beneran, Bu?” Mata si pemuda berbinar.

Sang ibu mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Nak. Ibu percaya kamu bisa.”

“Terima kasih, Bu!” Si pemuda hampir melonjak dari kursinya saking senangnya.

“Udah, habisin makannya. Nanti telat.”

“Iya, Bu!”

Setelah sarapan, pemuda itu bersiap berangkat ke sekolah.

Motor tua peninggalan mendiang ayahnya melaju pelan, menyusuri jalanan sempit di kawasan perbukitan yang dipenuhi rumah-rumah padat penduduk.

_______

Sepuluh tahun yang lalu, dunia berubah selamanya.

Bencana global melanda, air laut naik secara drastis, menenggelamkan hampir seluruh dataran rendah di permukaan bumi. Jutaan pulau kecil hilang dari peta. Lebih dari separuh wilayah dunia kini berada di bawah air.

Indonesia termasuk yang paling parah terdampak. Hampir seluruh pulaunya tenggelam. Yang tersisa hanyalah bagian-bagian tertinggi dari Sumatera, Kalimantan, dan Papua, itu pun hanya wilayah perbukitan.

Kemanusiaan berada di ambang kehancuran.

Penduduk yang selamat terpaksa mengungsi, berdesakan di daratan yang masih ada. Namun tidak semua memilih bertahan di sana. Sebagian membangun pemukiman apung di atas reruntuhan pulau mereka yang hilang, menggantungkan harapan pada sisa-sisa peninggalan masa lalu.

Namun musibah belum selesai.

Bersamaan dengan naiknya lautan, makhluk-makhluk misterius mulai bermunculan. Mereka memburu dan membunuh manusia tanpa ampun, seolah murka Tuhan belum usai.

Dan di tengah dunia yang telah retak ini, kisah seorang pemuda akan dimulai.

_______

Pagi itu, jalanan di perbukitan padat dengan kendaraan. Tak heran populasi di wilayah yang tersisa kini melonjak drastis.

Lampu lalu lintas di depan pemuda itu menyala merah. Ia menghentikan motornya.

Matanya menatap langit, menghela napas panjang. Lalu, dengan penuh tekad, ia menunduk dan menatap tajam ke arah jalan di depannya.

"Namaku Riyan. Aku anak dari cerita yang sebelumnya."

"Seperti yang dikabarkan, sudah sepuluh tahun sejak 'hari itu'. Sepuluh tahun sejak Ayahku dibunuh makhluk itu—tepat di depan mataku."

Lampu lalu kembali hijau.

"Tapi hari ini, aku akan memulai langkahku... menjadi seorang CHASER."

Sesampainya di sekolah, aula besar dipenuhi murid kelas 12 yang berkumpul menunggu hasil jerih payah mereka selama tiga tahun. Di tepi ruangan, beberapa anggota pasukan penyelamat berjaga, mengenakan seragam hitam dan membawa senjata.

Riyan lalu menuju barisan kursi milik kelas '12D'. Ia duduk di kursi kosong disamping Farel, teman satu mejanya.

"Weee... Riyan, akhirnya datang. Gua kira lu bolos. Hahaha..." Candanya sembari mengajak Riyan bersalaman.

"Ya enggak lah. Kan hari terakhir sekolah, masak bolos." Jawabnya sambil membalas jabat tangan Farel.

Tak lama kemudian, seorang guru naik ke panggung.

“Selamat pagi semuanya. Selamat datang di acara kelulusan SMA Persatuan di Kalimathra tahun ini!”

Tepuk tangan memenuhi ruangan.

“Sebelum kita mulai, izinkan saya membacakan susunan acaranya. Pertama, pembukaan. Kedua, sambutan. Ketiga, laporan dan hasil pembelajaran tahun ini. Keempat, wisuda. Kelima, acara bebas. Dan terakhir, penutup."

"Mari kita awali dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sudah memberikan kehidupan untuk kita ditengah bencana yang sudah lama kita rasakan sehingga kita dapat bertemu dan berkumpul di tempat ini dengan keadaan sehat."

"Sekarang kita masuk ke acara kedua, sambutan dari Bu Winnie, guru pengatur kurikulum dan pembelajaran di SMA kita..."

Selang beberapa saat kemudian, akhirnya acara yang paling dinantikan oleh semua yang hadir pun tiba.

"Baik, sekarang kita masuk acara yang ketiga acara yang paling ditunggu-tunggu, laporan hasil pembelajaran tahun ini, angkatan ini. Untuk itu saya persilahkan Bapak Agus sebagai kepala sekolah di SMA kita untuk naik ke panggung.”

Seluruh peserta yang hadir bertepuk tangan dengan meriah menyambut naiknya kepala sekolah ke panggung.

"Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua," Pak Agus sang Kepala sekolah membuka pidatonya.

"Anak-anakku yang Bapak banggakan, hari ini adalah momen yang istimewa. Setelah perjuangan panjang, kerja keras, dan doa yang tidak henti-hentinya, dengan bangga saya umumkan bahwa seluruh siswa kelas akhir dinyatakan LULUS."

Semua murid bertepuk tangan dan saling bersorak kegirangan karena dinyatakan lulus.

Pak Agus menunggu tepukan itu hingga tenang lalu melanjutkan pidatonya.

"Ini bukan hanya hasil dari ujian semata, tapi juga bukti dari kedewasaan, kedisiplinan, dan semangat pantang menyerah kalian semua ditengah bencana yang sudah 10 tahun kita derita. Kami, para guru dan seluruh staf sekolah, merasa bangga telah menjadi bagian dari perjalanan kalian."

Semua yang hadir mendengarkannya dengan khidmat.

"Ingatlah, kelulusan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari langkah baru menuju masa depan yang lebih luas. Bapak berharap ke mana pun kalian melangkah, nasib baik selalu mengikuti kalian, dan teruslah menjadi pribadi yang rendah hati serta bermanfaat bagi lingkungan."

"Sekali lagi, selamat!" Suara tepuk tangan meriah kembali terdengar beriringan dengan turunnya beliau dari panggung.

Acara dilanjutkan dengan semua murid secara bergantian memakai topi toga yang sudah disediakan lalu menghadap kepala sekolah yang akan menggeser tali toga yang merupakan tanda jika anak itu sudah lulus. Akhirnya, semua murid sudah mendapatkan gilirannya masing-masing.

Setelah itu berganti ke acara kelima, lain-lain. Acara ini lebih seperti acara bebas. Pihak sekolah juga sudah membagikan snack, anak-anak juga banyak yang mengobrol bersama temannya.

Ditengah acara itu, seorang pria berseragam tempur naik ke atas panggung. Seorang kapten dari pasukan yang mengawasi acara itu.

“Selamat pagi semua,” ucapnya dengan tegas.

Suara murid-murid pelan-pelan mereda.

“Saya di sini ingin mengumumkan perekrutan untuk Pasukan Penyelamat yang terdiri dari dua divisi yaitu CHASER dan GUARDIAN. Divisi CHASER akan berfokus pada penanganan monster dan pengamanan zona bahaya. Sedangkan divisi GUARDIAN akan lebih fokus pada penanganan masyarakat sipil dan tugas-tugas pertahanan kota. Penempatannya akan ditentukan lewat tes lanjutan.”

Semua murid mendengarkan dengan seksama. Terutama Riyan, yang menatap pria itu seolah melihat masa depannya sendiri.

“Dan sebagai penghargaan untuk sekolah ini, para lulusan SMA Persatuan yang mendaftar akan dibebaskan dari tes pengetahuan umum. Jika kalian tertarik, silakan mendaftar di belakang panggung. Tes utama akan dilaksanakan bulan depan. Jangan lewatkan kesempatan ini. Terima kasih.”

Kapten itu turun. Sebagian murid tampak cuek, mereka tidak tertarik dengan apa yang kapten itu tawarkan. Tapi sebagian yang lain, terutama mereka yang punya harapan untuk masuk ke pasukan penyelamat nampak bersemangat. Karena jalan mereka dipermudah dengan penawaran tersebut.

Riyan mengepalkan tangan dengan bersemangat.

"Ini akan menjadi langkah pertamaku. Aku akan membalas kematian mu, Ayah."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Invasi Beast   Dia Tak Berniat Melukai.

    Riyan melesat. Rintangan pertama: tangga V. Anak tangganya miring dan renggang. Riyan melompat ke kiri dan kanan sambil berpegangan erat. Sedikit kesulitan, tapi ia berhasil melewatinya. Berikutnya: lorong laser. Riyan meluncur masuk, lalu merayap cepat saat cahaya laser muncul mengejarnya. Sempat hampir tertangkap, tapi ia tiarap tepat waktu. Laser lewat di atasnya tanpa menyentuh. Ia lanjut merayap, menghindari satu laser lagi sebelum berhasil keluar. Rintangan ketiga: lintasan sensor tangan. Sensor akan mengayun dan menangkap siapa pun yang tersentuh. Riyan berlari sambil menghindar, gesit ke kiri dan kanan. Namun, di tengah lintasan, sebuah tangan memanjang dan menyentuhnya—kabel muncul dan membelit tubuhnya. "Akh, sial..." Setelah 30 detik, kabel lepas. Riyan berpikir cepat. Kali ini, ia mengesot saat tangan menyambar, lalu bangkit, lalu mengesot lagi. Strategi itu berhasil sampai ia lolos

  • Invasi Beast   Pertarungan dengan Ratu Es

    "Luna?!" seru Riyan, kaget. Luna berdiri di depan mereka tanpa ekspresi, seolah sedang melawan dua boneka latihan. Tekanan auranya meningkat. Ia menguatkan dorongan, membuat Riyan terhempas ke belakang dan terguling. "Kenapa, Luna?" tanya Riyan sambil bangkit, wajahnya penuh ketidakpercayaan. Tanpa menjawab, Luna langsung melesat. Pertarungan kembali terjadi. Suara dentingan senjata terdengar bertubi-tubi saat pedang mereka saling bertabrakan. Luna mengayunkan pedangnya ke kepala Riyan—ayunan cepat dan tepat. Riyan menahannya sekuat tenaga, tubuhnya bergetar karena tekanan. Dari sisi lain, Anton menyerang Luna dari samping. Luna menyadari, lalu melompat mundur, menjauhi keduanya. Sekarang situasinya jelas: seperti game fighting mode tim. Senior satu melawan dua junior. Luna akhirnya bicara. Suara Luna yang pertama kali mereka dengar. "Harus barengan, ya? Gak berani

  • Invasi Beast   Forge Room dan Arsenal.

    Pak Roger tengah berbicara lewat panggilan video di layar komputernya. "Apa kau yakin dengan rencanamu?" tanya sosok di seberang. "Yakin dong. Aku kan bosnya," jawab Pak Roger santai. "Hhhh... kamu mah kebiasaan. Ya udah, aku coba omongin ke pusat," ujar orang itu sebelum memutus sambungan. Layar komputer berganti menampilkan sebuah dokumen berjudul “Kasus Beast dalam di Internet.” TOK TOK TOK! "Masuk." Albert masuk bersama Riyan dan Anton. "Ohh... ternyata kalian. Gimana? Sudah selesai?" tanya Pak Roger sambil menyandarkan tubuh. "Udah, makanya kita ke sini," jawab Albert. "Mereka juga udah setuju buat latihan. Iya, kan?" Riyan dan Anton mengangguk mantap. "Sip." Pak Roger berdiri dan menghampiri mereka. "Kalau gitu, kita ke Forge Room dulu buat pemanasan

  • Invasi Beast   Hari Pertama di Tim Khusus

    "Aku pulang!" Seorang pria membuka pintu rumah. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah empat, jadi seharusnya ibunya sudah pulang. Benar saja beberapa saat kemudian seorang wanita muncul menyambutnya. "Ehh... udah pulang Yan. Gimana lulus kan?" tanya Bu Cantika menantikan kabar bagus dari anaknya. "Lulus kok bu, makasih doanya ya." jawab Riyan dengan ceria. "Emmhhh..." nada sang ibu terdengar senang. "Sama-sama, pasti dong kamu lulus, kan sering olahraga juga." ucapnya sambil mengelus-elus pipi anaknya. "Eh, kamu pasti laper? Tapi mandi dulu ya, masakan ibu belum mateng soalnya." "Hah? masih sore loh bu, masa makan sih?" Balas Riyan mengikuti ibunya masuk kedalam. "Gapapa, kan kamu habis kerja berat. Kamu mandi dulu sana, sekalian istirahat. Habis itu baru ke dapur." Ucap sang ibu. "Iya bu." Mereka lantas berpisah, Riyan ke kamarnya sedangkan

  • Invasi Beast   Orientasi Tim Khusus

    Riyan dan Anton berjalan di belakang Pak Roger, menuju markas tim khusus Chaser. Dari ruangan luas tempat mereka bertarung melawan beast tadi, mereka kembali ke bagian depan gedung dan masuk ke dalam lift. Pak Roger menekan tombol lantai 4—lantai tempat para anggota tim khusus biasa berkumpul. Lift bergerak naik, membawa mereka ke tujuan. Belum sampai di atas, sang jenderal membuka percakapan. “Oh iya, di tim khusus ada satu cewek yang pendiam. Tapi santai aja, dia tetap hormat kok...” ucap Pak Roger sambil tersenyum kecil. “Eh? Siapa itu, Pak?” tanya Riyan penasaran. Tepat saat itu, lift tiba di lantai 4 dan pintunya terbuka. “Rahasia. Yang penting santai aja ya.” katanya sambil keluar terlebih dahulu, diikuti Riyan dan Anton. Di depan mereka terbentang lorong yang menghubungkan antar ruangan. Merekapun sampai di ruangan dengan pintu bertuliskan 'Ruang Komando'. Pak Roger lalu membukanya.

  • Invasi Beast   Masuk Tim Khusus

    "A-ada monster lagi?" ucap salah satu peserta di arena. "ROAAARR!!!" Harimau berkepala hiu itu mengaum lantang. Suaranya menggema di seluruh arena. Semua peserta panik dan kebingungan. "Hehe, beast tes kami tambah satu lagi, atas kemauan saya sendiri. Yaa... saya sih maunya nggak ada yang bisa bunuh beast dulu. Kan ini tes pertama. Jadi saya kasih beast level 2 untuk tambahan. Kalau bisa dibunuh, syukur. Kalau kalian yang dibunuh..." Beast itu langsung berlari ke arah peserta bersamaan dengan kalimat terakhir sang Jenderal. "Ya syukur. Semangat!" tambahnya santai. *Sebagai tambahan informasi, level beast di sini menunjukkan seberapa berbahaya beast tersebut. Semakin kecil angkanya, maka semakin berbahaya. Ada lima tingkatan, dengan level 1 sebagai yang paling berbahaya. Penjelasan lengkap tiap tipe akan disampaikan di kesempatan lain. Para peserta langsung terpencar, mencoba membingungkan beast itu. Tapi beas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status