Isela akhirnya duduk dihadapan Grayson, diam-diam gadis itu meremas berkas dalam genggamannya dengan napas memberat.
Rasanya sangat sesak, duduk berhadapan dengan seseorang yang Isela tahu bahwa itu adalah sosok ayahnya, sementara ayahnya tidak mengenali siapa dirinya. Grayson menegakan tubuhnya perlahan, matanya bergerak lembut menyapukan pandangannya, melihat kembali lebam ditangan Isela yang sempat dia lihat satu jam lalu. Melihat kondisi gadis itu yang terlihat tidak begitu baik, Grayson sadar bahwa mungkin ini alasan isterinya bersedia menampung gadis itu di rumah. Isela mengalami sesuatu yang sulit dan dia butuh tempat untuk berlindung. “Isteriku sudah berbicara beberapa hal tentangmu. Setelah beberapa pertimbangan, aku mengizinkanmu tinggal di sini sampai nanti kau lulus sekolah menengah atas, kau bisa membantu pekerjaan rumah setiap selesai pulang sekolahmu, aku akan menghitungnya sebagai pekerja paruh waktu dengan gaji yang semestinya,” ucap Grayson memulai percakapan dengan menyampaikan kabar baik yang dia pikir akan menyenangkan hati Isela. Isela menarik napasnya dalam-dalam, menyembunyikan kebingungan yang harus dia simpan dan dia cari jawabannya sendiri. Jika kedatangan Isela kerumah ini atas izin isteri Grayson, apa itu artinya Dahlia sudah tahu siapa Catelyna dan siapa Isela? Ada apa ini sebenarnya? Apa tujuannya Dahlia memperkenalkan Isela sebagai pelayan baru, jika pada kenyataannya Dahlia tahu bahwa Isela anak Grayson? Napas Isela tertahan didada merasakan tusukan yang begitu kuat melukai hatinya begitu tersadar akan sesuatu.. Dahlia mengulurkan tangannya untuk menolong anak hasil diluar nikah suaminya, sekaligus mempermalukannya dengan menjadikannya pelayan anak-anak sah Grayson, agar Isela sadar bahwa dia tidak boleh memiliki harapan apapun pada Grayon. Dahlia ingin, Isela sadar dengan posisinya. Catelyna adalah seorang wanita penghibur, sudah menjadi risiko baginya jika dia hamil anak dari pelanggannya, pelanggannya hanya berkewajiban membayar uang. Catelyna tidak berhak menuntut pertanggung jawaban apapun untuk status anaknya, karena Isela bukanlah anak hasil dari pernikahan sah. Jari-jari Isela gemetar meremas kuat kertas-kertas dalam genggaman, menelan kepedihan yang harus diterimanya. Isela harus mengubur harapannya, begitupun dengan mimpinya untuk bisa menyembuhkan matanya. Meski sangat sakit, Isela harus berterima kasih, Dahlia telah berbesar hati menerima kehadirannya, tidak semua wanita bisa menerima anak haram hasil perselingkuhan suaminya. “Terima kasih, Tuan,” ucap Isela. Grayson menegakan tubuhnya, tenggelam dalam tatapan mata Isela yang terlihat gelap penuh kesedihan, menghianati bibir mungilnya yang tengah menunjukan senyuman. “Boleh aku tahu, matamu kenapa?” tanya Grayson memecah perasaan aneh yang menyentuh hatinya. Senyuman Isela kian lebar, dengan suara bergetarnya dia berkata, “Sejak dilahirkan, satu mata saya memiliki kekurangan. Dokter bilang, saya bisa mendapatkan penglihatan saya kembali jika menjalani cangkok kornea karena kebutaan yang saya terima tidak terjadi sejak lahir.” “Bagaimana keadaan matamu yang satunya lagi?” Isela tertawa lembut dengan mata yang tampak berkaca-kaca, “Saya harap bisa tetap normal dan bersedia tetap memberikan penglihatan pada saya.” Bibir Grayson terkatup merasakan sepercik kesedihan yang tersampaikan kepadanya melebihi kata-kata. Grayson tidak berhenti menatap lekat wajah Isela yang semakin lama dia pandangi, dia merasakan seperti pernah melihatnya. Apa ini hanya perasaan Grayson saja? “Kau membawa semua data keperluan sekolahmu?” tanya Grayson lagi mengenyahkan perasaan anehnya. “Saya membawanya, Tuan.” Isela meletakan berkas-berkas di meja. “Baiklah, pergilah beristirahat, kau pasti lelah.” Isela segera beranjak dari tempat duduknya, melangkah gontai dengan perasaan yang kacau. Isela berbalik sejenak dan melihat Grayson sekali lagi, lelaki yang tidak bisa dia panggil ‘ayah’ meski orangnya telah berada di depan mata. “Terima kasih atas kebaikan hati Anda, Tuan Grayson,” tutur Isela dengan sopan sebelum akhirnya memutuskan pergi. Grayson mengangguk tanpa kata, memperhatikan punggung Isela yang perlahan hilang dibalik daun pintu. Grayson akhirnya mengambil lembaran kertas di meja itu dan melihatnya dengan teliti untuk dia periksa. “Anak ini cerdas rupanya,” puji Grayson sambil membaca lembar demi lembar nilai sekolah Isela dengan sederet prestasinya. *** “Kakak sudah dengar belum, pelayan yang bernama Isela itu akan disekolahkan juga?” cerita Avery pada Riven. “Lilith kan sudah mengatakan hal itu sebelumnya,” sahut Riven. “Masalahnya, para pelayan bilang, ayah dan ibu akan menyekolahkannya di sekolah yang sama dengan kita.” Riven melihat sekilas Avery, lalu kembali sibuk dengan handphone ditangannya. “Biarkan saja, itu keputusan ayah dan ibu.” “Tapi aku tidak setuju harus satu sekolah dengan pelayan itu. Jika memang, ibu ingin membantunya, kenapa tidak disekolahkan di sekolah biasa saja?” Riven yang semula tidak peduli perlahan mulai berpikir. Memang tidak seperti biasanya ibunya membawa orang asing datang ke rumah, selama ini Dahlia selalu berhati-hati dengan tindak tanduknya karena dia seorang artis terkenal, sedikit saja ada kesalahan, maka akan menjadi konsumsi public. Sementara Grayson adalah seorang petinggi disebuah perusahaan besar. Meski sangat mudah untuknya menyekolahkan Isela, namun keputusannya bukankah terlalu cepat? Isela, gadis itu baru datang ke rumah pagi ini, dan kini secara tiba-tiba dia akan sekolah ditempat yang sama dengan Avery dan Riven. Sekolah favorit yang tidak bisa sembarangan orang masuk ke dalamnya. Untuk ukuran seorang pelayan, gadis bernama Isela diperlakukan terlalu istimewa.“Ada undangan untukmu.”Sebuah amplop berwarna hijau terbingkai simpul putih sudah berada di tangan. Dalam satu tarikan, simpul yang mengikat itu terlepas. Amplop itu terbuka, berisikan sebuah undangan agar Jach datang di pesta pernikahan Audrey dan Dante yang akan berlangsung dua hari lagi.Jach akan menghadirinya, jika bisa mungkin bersama Isela. Bukan untuk membuktikan bahwa hatinya telah berlabuh pada perempuan lain, melainkan sebagai bentuk penghormatan atas hubungan lamanya dengan Audrey yang kini telah berakhir dengan menemukan jalannya masing-masing.“Bungamu,” seorang wanita menyerahkan bucket bunga mawar merah yang telah dipesan.“Terima kasih.” Jach memutuskan pergi meninggalkan tempat itu dengan seikat bunga mawar ditangan.Hari ini, Jach memiliki janji bertemu dengan Isela.Michaelin telah mengantarkannya ke tempat yang sudah Jach perintahkan untuk sedikit memolesnya.Jach tahu, Isela tidak perlu berusaha untuk bisa terlihat cantik. Tapi pada kenyataannya, berlian sa
Lembayung sore memancar di langit barat, cahayanya menembus kaca dan jendela, menyebar lembut ke seluruh ruangan.Isela menyisir rambutnya panjangnya, membiarkannya tergerai lurus menyapu punggung. Lalu dikenakannya sepasang sepatu cantik yang tersimpan di rak. Sore ini, Isela akan bertemu Jach untuk memenuhi janji yang sempat terucap semalam.Isela tidak ingin melewatkannya karena mungkin, ini pertemuan terakhir mereka jika minggu ini Isela menyelesaikan urusan sekolahnya.Uang cek yang telah Dahlia berikan telah berhasil Isela cairkan dan tersimpan di buku tabungan. Esok, setelah Isela memiliki handphone, dia akan mendaftarkan dirinya lagi sebagai pasien yang membunuhkan donor mata.Satu persatu masalah sedikit terselesaikan, hanya tinggal menunggu hati Catelyna luluh, lalu mereka bisa pergi untuk membuka lembaran baru karena ditempat ini tidak ada rumah yang bersedia menjadi tempat mereka pulang.Bagi Isela, kebahagiaan dan keselamatan Catelyna sama berharganya dengan mimpinya u
“Aku berhenti disini.” “Kenapa berhenti disini?” tanya Berry ragu untuk menepikan mobilnya. “Aku mau main dulu Berry,” jawab Isela berdusta. Pada akhirnya Berry menepikan mobilnya dan menurunkan Isela ditengah hiruk pikuk ibukota. Dengan energy yang kembali terisi penuh setelah sepanjang perjalanan tidur, Isela tidak membuang waktunya untuk pergi ke dinas social tempat ibunya berada. Hari ini, Isela harus memastikan Catelyna dalam keadaan aman, setelahnya, Isela akan pergi ke bank memeriksa keaslian cek yang dberikan Dahlia. Meski terlihat tidak tahu malu, Isela akan tetap mencairkan uangnya dan memindahkannya ke dalam tabungan pribadi untuk mempermudah semua kepentingan biaya operasinya. Mencari donor mata tidaklah mudah, membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menanti. Namun dengan adanya uang, setidaknya Isela bisa pergi ke negara manapun yang memiliki donor untuknya. Dengan langkah sedikit terpincang-pincang itu Isela menelusuri bahu jalanan yang kini ramai. D
Disaat semua orang berkumpul menunggu kabar Derec yang tengah ditangani. Isela memutuskan pergi dengan kondisi kaki yang telah terobati.Isela ingin kembali ke ibukota hari ini juga, perasaannya tidak tenang dan dilanda ketakutan.Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, Dahlia yang ikut serta mendampingi, diam-diam berbisik padanya, menyampaikan sebuah ancaman menakutkan.“Kau sudah mendapatkan uang untuk biaya operasi matamu, sekarang pilihan ada di tanganganmu Isela. Jika kau mengaku sebagai anakku dan Grayson, kau tidak hanya akan menerima kebencianku seumur hidupmu, kau juga harus membayarannya dengan nyawa Catelyna yang saat ini ada di dinas social. Atau pilihan kedua, bungkam selamanya, lalu pergi keluar negeri tanpa menunjukan diri lagi, jalani hidup yang sesuai dengan kelasmu bersama Catelyna.”Uang sudah ada di tangan Isela, akselerasi sekolahnya telah diterima. Isela hanya perlu bertahan kurang dari satu minggu lagi untuk bisa angkat kaki dari kediaman Dahlia.Sesuai dengan ap
“Ibu..”Dahlia terbelalak dengan wajah pucat pasinya, seluruh darah dinadinya membeku memenjarakan tubuhnya untuk berdiri terpaku menghadapi ketakutan yang begitu hebat sampai membuatnya lupa bagaimaca cara untuk bersuara.Ketegangan di ruangan itu meresap ke setiap inci udara, menjalar hingga ke kulit. Semua orang saling berpandangan, masing-masing membawa perasaan yang berbeda di dalam dada.Menyadari bahwa situasi buruk akan terjadi, Isela menghapus kasar air matanya dengan kasar, terburu-buru mengambil cek senilai $200.000 yang tergeletak di atas rerumputan dan segera memasukannya ke dalam saku.Derap langkah dan napas terengah tidak beraturan terdengar, Dahlia mundur selangkah, ia menggeleng dengan mata berkaca-kaca dicekik oleh ketakutan.“Ibu.. ibu katamu?” tanya Derec mendekat dengan langkah tertatih memegang erat tongkat, matanya gemetar hebat memandangi Isela dan Dahlia dengan tatapan tidak percaya setelah menyaksikan apa yang terjadi dengan mata kepalanya sendiri.Mendenga
Riven menjinjing seember besar ikan yang telah didapatkanya dari memancing. Dilihatnya Isela tengah duduk sendiri di sebrang dapur dengan senyuman berseri terukir dibibirnya.Riven meninggalkan embernya dan menghampiri Isela. “Kau terlihat senang sekali,” celetuk Riven penasaran.Senyuman Isela kian lebar bersama suara tawa yang samar-samar. “Nyonya Marizawa memberikan aku sepatu es sakting,” ceritanya berantusias mengeluarkan kembali kotak sepatu dari dalam tasnya dan menunjukannya kepada Riven.Isela berceloteh tentang jantungnya yang berdebar kencang saat menerima hadiah dari Marizawa. Isela terlihat sangat bersemangat sekaligus malu-malu menceritakan ruangan Marizawa yang sebagiannya sudah pernah dia lihat di televisi.Alis Riven sedikit terangkat bersama senyuman. “Itu sepatu yang dirancang khusus dan memiliki nilai sejarahnya, kau tidak akan menemukannya di toko manapun.”“Kau tidak marah kan?” tanya Isela berhati-hati, Isela tidak mau hadiah yang diterimanya menimbulkan kecem