Share

Kerja Sama

Author: AgilRizkiani
last update Last Updated: 2025-07-11 09:34:45

Di sisi lain, Siska sedang merancang rencananya sendiri. Ia benar-benar tidak terima dengan perlakuan Rafasya yang menurutnya sudah sangat keterlaluan—ia merasa direndahkan, disepelekan.

Siska meluapkan kekesalannya kepada ibunya, Bu Susi, dengan nada tinggi dan penuh amarah.

“Bu! Aku nggak terima dengan apa yang dilakukan Kania! Dia itu benar-benar nggak tahu diri! Dia bahkan nggak menghargai aku sebagai kakaknya! Dia lakukan semuanya seenaknya!”

Bu Susi hanya menghela napas panjang, meski dalam hatinya ia pun kesal. Sejak dulu, ia memang selalu cenderung membela Siska dibandingkan Kania.

Memang sejak kecil, rasa iri selalu tumbuh di hati Siska. Kania selalu terlihat lebih cerdas, lebih disukai banyak orang, dan selalu beruntung. Bahkan dulu Baskoro sempat mendekati Kania. Tapi ketika Siska tahu kalau Baskoro sudah mapan dan punya kekuatan, ia pun memilih Baskoro, meninggalkan Rafasya demi ambisinya sendiri.

Dan siapa sangka—pada akhirnya Rafasya justru menikah dengan Kania, adiknya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istana Yang Ternoda   Kelahiran Sang Putra

    Di ruang operasi, suasana begitu tegang. Suara monitor berdetak cepat berpacu dengan suara langkah kaki para dokter dan perawat yang bergerak sigap. Cahaya lampu operasi terasa menyilaukan, membuat keringat menetes di dahi siapa pun yang berada di sana.Bayi yang masih berusia kandungan tujuh bulan akhirnya harus segera dilahirkan. Tangisan kecil pun terdengar—begitu pelan, serak, dan lembut. Tangisan yang lebih mirip lirih kesakitan ketimbang jeritan lantang. Suara itu seperti mengiris hati siapa pun yang mendengarnya; tangisan yang begitu rapuh, seolah meminta kekuatan untuk bertahan hidup di dunia yang terlalu cepat ia sambut.Seketika, suasana haru menyelimuti ruang operasi. Namun para tenaga medis tak punya waktu lama untuk terhanyut. Mereka bergerak cepat membawa bayi mungil itu ke ruang NICU. Berat badannya belum cukup, paru-parunya pun masih rentan, membuat ia harus segera dirawat dalam inkubator yang dikelilingi alat-alat medis canggih.Sementara itu, perjuangan Kania belum s

  • Istana Yang Ternoda   Kecelakaan

    Beberapa hari telah berlalu, namun satu hal masih terus mengganjal di hati Kania kecurigaannya terhadap Bu Ria. Kania semakin yakin kalau Bu Ria mungkin sebenarnya sudah sembuh dari strokenya. Tatapannya begitu tajam, gerak-geriknya pun aneh. Meski begitu, Kania masih ragu untuk berbicara—ia takut kalau Rafasya tidak akan percaya tanpa ada bukti yang jelas.Pagi itu, di bawah, Tante Vita sedang sibuk memasak di dapur. Tak jauh dari sana, Bu Ria duduk di kursi rodanya ditemani perawat yang seperti biasa memberikan terapi ringan. Tiba-tiba, Tante Vita bergegas masuk ke kamar mandi. Melihat kesempatan itu, Bu Ria menjatuhkan gelas air minumnya hingga tumpah membasahi lantai.Perawatnya pun buru-buru pergi ke sudut untuk mengambil lap, dan saat itu juga, Bu Ria cepat-cepat melajukan kursi rodanya ke arah dapur. Dengan gerakan tergesa, ia menumpahkan botol minyak ke lantai—harapannya sederhana tapi kejam: Tante Vita akan terpeleset ketika keluar dari kamar mandi.Benar saja. Tak lama kemud

  • Istana Yang Ternoda   Kejadian

    Rafasya baru saja naik jabatan, setelah PT Kereta Api miliknya berhasil mencetak laba besar dan meraih kepercayaan penuh dari masyarakat maupun pemerintah.Untuk merayakannya, keluarga pun memutuskan untuk piknik bersama di tepi danau. Suasananya santai—Rafasya terlihat manja, tak mau jauh-jauh dari Kania meskipun ia sedang duduk bersama Adrian, Nadira, Rosa, dan Risa yang asik mengobrol dan bercanda.Tak ketinggalan, Bu Ria juga ikut. Meski kondisinya masih harus duduk di kursi roda, wajahnya menahan kesal setiap kali melihat keakraban Kania dan Rafasya. Tapi ia tetap diam, pura-pura tenang.Ketika Rafasya berjalan agak menjauh untuk menjawab telepon, Kania berdiri di dekat ujung dermaga kayu, menikmati angin dan pemandangan air yang tenang.Bu Ria melihat kesempatan itu—senyum licik terbit di bibirnya. Diam-diam, ia mulai melajukan kursi rodanya perlahan ke arah Kania.Roda kursi roda berdecit pelan di atas kayu dermaga. Kania yang sedang menunduk tak menyadari. Beberapa meter lagi

  • Istana Yang Ternoda   Obrolan

    Bu Ria duduk di atas kursi rodanya, menatap tajam ke arah luar kamar.Tawa nyaring dan hangat dari ruang tengah membuat hatinya semakin membara.Tangannya yang perlahan sudah bisa digerakkan, ia kepalkan kuat-kuat."Tertawalah kalian sekarang… tapi suatu saat, aku akan membalas semuanya!" gumamnya penuh dendam.Keesokan paginya, Tante Vita datang seperti biasa, membawakan bubur hangat. Dengan sabar, ia menyuapi Bu Ria.Tapi Bu Ria yang licik justru berpura-pura masih lumpuh dan tak berdaya, malah menyemburkan makanan yang baru saja masuk ke mulutnya. Bahkan ia mengulanginya dua kali, membuat bubur tercecer ke baju Tante Vita.Tante Vita hanya menarik napas panjang, menahan kesedihan dan lelah.“Ibu Ria, tolong, ini demi kesehatan Ibu .…”Tapi Bu Ria hanya melirik tajam, tak menggubris sedikit pun.Dari pintu, Risa dan Rosa mengintip dan melihat kejadian itu. Keduanya langsung saling pandang dengan tatapan penuh curiga.“Kak Rosa … aku curiga, jangan-jangan Bu Ria ini sudah sembuh!” b

  • Istana Yang Ternoda   Rumah Baru

    Bu Susi tiba-tiba saja meledak dalam kemarahan yang begitu besar. Wajahnya memerah, matanya liar, dan suaranya menggema di lorong rumah sakit. Ia tak segan-segan melontarkan sumpah serapah yang begitu kejam kepada anak kandungnya sendiri. “Anak dalam kandunganmu itu, Kania akan mati! Dan kalaupun selamat, dia akan cacat! Kau pantas mendapatkannya!”Rafasya dan Kania melotot kaget, dada Kania terasa seperti diremas mendengar kutukan sekejam itu keluar dari mulut ibunya sendiri. Napas Kania tercekat, tubuhnya gemetar.“Stop, Bu!” seru Rafasya, suaranya bergetar menahan amarah. “Selama ini Kania salah apa?! Bahkan sekarang pun Kania masih berusaha hormat dan peduli!”Namun Bu Susi tak peduli. Matanya memancarkan kebencian yang begitu dalam.“Sumpah serapah seorang ibu itu mujarab! Kau akan merasakannya, Kania!”Rafasya menahan napas, rahangnya mengeras. Ia menatap langsung ke arah Bu Susi.“Tidak berlaku untuk seorang ibu yang dzalim kepada anaknya,” ucapnya pelan namun sangat tegas.Bu

  • Istana Yang Ternoda   RSJ

    Rafasya terlihat jelas tidak nyaman melihat Kania ikut memikirkan kondisi Siska. Ia menghela napas panjang, menatap istrinya dengan cemas.“Aku nggak mau kamu sampai stres cuma karena mikirin dia, Sayang,” ucap Rafasya, suaranya pelan namun tegas.Tapi Kania hanya mengangkat bahu, wajahnya datar, seolah tak peduli lagi.“Aku nggak peduli, Rafa. Dia sendiri yang membuat semua ini.”Rafasya terdiam beberapa saat, menimbang kata-katanya.“Daripada dia nanti mengancam nyawa orang lain lebih baik kita masukkan dia ke rumah sakit jiwa, Kan,” ujar Rafasya akhirnya. Suaranya serius, bukan nada benci, tapi nada khawatir.Kania langsung menoleh cepat, menatap wajah suaminya penuh tanya. Ada sebersit curiga di matanya.“Rafa, kamu masih peduli sama dia?”Rafasya menggeleng cepat, hampir terburu-buru. “Bukan begitu! Aku cuma, takut dia berbuat hal-hal yang bahaya, Sayang. Bukan hanya buat kita, tapi juga buat dirinya sendiri. Aku nggak mau ada korban lagi,” jelasnya.Kania menatap Rafasya lama,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status