Share

Jangan Main Licik!

"Pi—pindah? Kamu mau pindah kemana, Ndre?"

Mata Mama tampak berkaca-kaca. Aku mengembuskan napas pelan, tidak boleh terpengaruh oleh Mama.

Ya. Tekadku sudah bulat sekarang. Mau Mama menangis atau apa, aku akan tetap pindah dari rumah ini.

"Maaf, Ma. Andre udah pusing dengan semua yang Mama lakukan. Andre udah punya ruma sendiri. Kebetulan, rumah ini besar, Mama bisa pakai untuk apa aja."

Aku melirik Mbak Linda yang mengangguk-anggukkan kepala.

"Untuk sementara, Rea masih aku titipin ke Mbak. Setiap pulang kerja, aku bakalan jenguk dia."

Mbak Linda kembali mengangguk. Dia mengambil nasi goreng, pura-pura tidak ikut campur. Padahal, aku tahu, Mbak Linda pasti ingin sekali nimbrung.

Aku memakai sepatu. Mengabaikan Mama yang terus saja melarangku untuk pergi.

Sebenarnya, aku juga tidak tega melihat Mama. Ah, tapi aku tidak boleh lemah. Jangan sampai terpancing oleh Mama. Itu yang ditekankan Kak Anton kemarin.

"Andre berangkat dulu, Ma, Mbak. Kalau Mama kangen, telepon aja. Andre pas
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status