Istri Bayaran Untuk Bos Galak

Istri Bayaran Untuk Bos Galak

Oleh:  Babu Semesta  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
77Bab
3.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Jika hartaku tidak bisa membuatmu luluh, maka kupastian benihku akan tertanam di rahimmu," ucap Devan semakin menekan tubuh Cecil dalam tindihannya. . "Jangan. Aku mohon!" Devan semakin gila. "kembali padaku, atau aku akan menghamilimu!" "Aku tidak bisa, Devan! Kontrak kita sudah habis!" "Berarti tidak ada cara lain selain membuatmu hamil!" "De, Devan," ucap Cecil gemetar.

Lihat lebih banyak
Istri Bayaran Untuk Bos Galak Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Agus Irawan
izin promosi. mampir ke Novelku juga ya. judul. "Kembang Desa Sang Miliarder" pena" Agus Irawan
2023-01-31 14:04:21
1
77 Bab
Tawaran Menikah Kontrak
"Kondisi ibu kamu semakin menurun, Nak. Segera lunasi administrasi agar bisa dilakukan pencangkokan ginjal secepatnya atau nyawa ibumu tidak akan tertolong," ujar lelaki berjas putih yang berdiri tepat di samping pasien sekarat yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dengan wajah cemasnya, perempuan cantik itu mengangguk lemah, meski ia tidak tahu bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu. "Baik, Dok. Lakukan yang terbaik untuk ibu saya. Akan saya lunasi secepatnya." Dokter tampan yang terlihat seumuran dengan almarhum ayahnya itu mulai mendekat, mengusap bahu Cecil pelan, lalu tersenyum manis dan berkata, "Kamu yang sabar, ya? Sedikit banyak saya tahu bagaimana kehidupan keluargamu. Kamu memang anak yang hebat. Ibu kamu sering cerita tentang kehebatan putrinya ini. Tetap semangat! Setidaknya, dukungan kamu sangat dibutuhkan pasien untuk berjuang melawan penyakitnya. Kamu jangan menyerah dan jangan lupa berdoa, minta kesembuhan untuk ibumu. Sesungguhnya, hanya Dia yang Maha M
Baca selengkapnya
Hanya Ada Dua Pilihan
"Jadi istri saya!"Tepat setelahnya, mulut Cecil membuka lebar. Pupus sudah harapan Cecil. Ia tidak menyangka jika Devan bisa segila ini. Menikah bukan sebuah permainan yang harus dimenangkan. Ini benar-benar sudah kelewatan!Bagaimana mungkin laki-laki itu bisa dengan mudah menyuruhnya menjadi seorang istri? Ini terdengar sangat konyol. Menikah tidaklah semudah itu. Banyak pertimbangan, terlebih pernikahan bukanlah hal yang remeh.Cecil menggeleng pelan. Ia masih tidak percaya ini. "Pak Devan benar-benar gila! Kalau Bapak dendam sama saya, nggak perlu main-main seperti ini, Pak! Bapak pikir ini lucu? Pernikahan bukan lelucon yang bisa dimainkan seenaknya. Di dalam pernikahan ada janji suci yang terucap dengan Tuhan sebagai saksinya. Jangan main-main dengan hal itu!"Cecil menatap nanar laki-laki yang ada di hadapannya. Rasanya, ingin sekali ia mencakar wajah tampan yang sesat itu."Saya juga tidak main-main! Kamu butuh uang kan? Saya juga butuh seorang istri yang bisa menyelamatkan
Baca selengkapnya
Terpaksa Jadi Istri Kontrak
Setelah mendapat telepon dari rumah sakit yang memberi tahu jika kondisi ibunya semakin menurun, Cecil pun segera menyambar tasnya.Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan yang masih menunjukkan pukul 3 sore. Itu berarti, jam pulang masih kurang satu jam lagi.Cecil tidak bisa menunggu selama itu. Ia harus bergegas pergi ke rumah sakit karena ibunya sedang tidak baik-baik saja.Tanpa pikir panjang, Cecil pun nekad menemui Devan dan meminta izin untuk pulang lebih awal dari jam pulang kantor. Ia tidak peduli kalau Devan memarahinya nanti. Yang penting, sekarang ia harus cepat sampai rumah sakit.Dengan langkah tergesah, Cecil berjalan menemui Devan di ruangannya.Tok ... tok ....Suara pintu yang terketuk."Masuk!"Setelah mendapat perintah, Cecil pun langsung masuk ke dalam."Permisi, Pak," ucuapnya ragu dengan raut wajah cemasnya.Devan memperhatikan Cecil dari atas sampai bawah. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ini masih jam berapa, Cecilia Hutama
Baca selengkapnya
Mulai Simpati
Senyum Devan tersungging sempurna. Akhirnya, gadis itu menyerah juga. "Kamu tenang saja. Semua biaya akan saya tanggung dan ibu kamu akan menikmati fasilitas terbaik di rumah sakit ini."Devan menatap dokter serius. "Dok, lakukan yang terbaik untuk pasien ini. Soal biaya, saya akan lunasi sekarang.""Baik, Tuan. Kalau begitu, saya permisi dulu untuk menyiapkan operasinya."Dokter pun bergegas keluar untuk menyiapkan semuanya. Sementara Cecil menatap Devan dengan tatapan sendunya."Kamu tunggu di sini. Saya urus dulu biaya administrasinya."Cecil mengangguk, lalu membiarkan Devan berlalu dari hadapannya.Di dalam ruangan itu, Cecil menangis tanpa suara. Ia tidak tahu, apakah keputusan yang diambilnya sekarang sudah benar atau justru malah menjerumuskan dirinya ke dasar jurang. Cecil tidak bisa berpikir jernih. Yang terpenting baginya saat ini hanyalah kesembuhan ibunya. Biarkan jika setelah ini, ia akan menderita atau bahkan disiksa hidup-hidup oleh Devan yang menyebalkan itu.Sudah sa
Baca selengkapnya
Tidur Bersama
Sesampainya di pujasera, Cecil celingukan mencari meja yang kosong. Kantin rumah sakit ini terlihat sangat ramai. Banyak dari keluarga pasien yang mencari makan di sore hari seperti ini. "Mau duduk di sebelah mana? Mejanya penuh semua," ujar Cecil sambil menatap lesu sang atasan. Perutnya sudah keroncongan, ditambah tidak ada tempat untuk dirinya makan, membuat gadis itu menahan rasa kesal. Devan pun mengedarkan pandangannya. Di meja paling ujung, terlihat sepasang kekasih tengah beranjak dari tempat duduknya. Dengan cepat, Devan mengambil langkah lebar dan menggeret tangan Cecil untuk berjalan mengikutinya. "Ayo!" "Aduh, duh!" gerutu Cecil yang kesusahan mensejajarkan langkahnya dan Devan. Gadis itu sampai terseok-seok karena tangannya terus diseret. "Duduk!" perintah Devan saat keduanya berhasil menempati meja kosong itu. Cecil menatap kakinya yang memerah. Sepatu heels yang kekecilan, membuatnya harus meringis menahan sakit. Ia pun hanya melirik sekilas pada Devan, lalu duduk d
Baca selengkapnya
Gosipin Pak Bos
"Iya ... saya tidur." Devan menyeringai licik. "Pintar! Cepat tidur, besok pagi temani saya bertemu klien." Di balik wajah yang tertutup oleh tangannya, Cecil terlihat sedikit mengintip. "Nyuruh tidur, tapi diajak bicara. Gak jelas banget!" "Tidur!" galak Devan sambil menenggelamkan wajah Cecil di dada bidangnya. *** Hangat mentari mulai menyapa, menimbulkan deretan jingga yang menyilaukan mata. Cecil pun terbangun karena tak nyaman dengan silau sang surya yang menembus jendela kaca itu. Cecil menggeliat dengan mata yang sayup-sayup mulai terbuka. Entah mengapa, tidur kali ini terasa begitu nyenyak. Cecil merasa bagai tertidur di atas sutra, hangat dan nyaman. Saat ingin beranjak, Cecil menyadari sesuatu berat menindih perutnya. Kakinya pun terasa sulit digerakkan. "Ada yang aneh?" ujarnya pada diri sendiri. Cecil mulai merambah bagian perutnya yang terasa janggal. "Ada tangan?" Gadis itu mengernyit bingung, lalu detik berikutnya ia berteriak kecang. "Aaaahhh!!!" Suara meng
Baca selengkapnya
Nuntut Anak
"P-- Pak Devan kok balik lagi?" Cecil bersua dengan langgam yang memelan. Ia tampak grogi melihat Devan berdiri mematung di depannya. Bukan apa-apa, gadis itu hanya tidak enak karena sudah membicarakan bosnya di belakang. "Kalau saya tidak di sini, mungkin saya tidak akan tahu jika sekretaris saya suka gosipin bosnya di belakang. Bagus ya, kamu? Apa saya bayar kamu cuman untuk membicarakan saya di belakang?" Sambil mengambil barangnya yang tertinggal, Devan melirik sinis pada Cecil. Gadis itu terlihat tengah merunduk dalam. Ia merasa tidak enak hati, karena sudah kepergok. "Emmm ... saya minta maaf, Pak," Ragu-ragu, Cecil mulai mengangkat kepalanya, menatap mata Devan yang masih penuh kilatan amarah. Melihat mata teduh milik Cecil entah kenapa hati Devan menjadi tentram. Ia seperti disiram bongkahan es batu yang terasa sangat dingin. "Saya cuman mau ambil baju yang Zaki bawakan. Kamu ... jangan ulangi lagi! Awas saja kalau sekali lagi saya dengar kamu mengatai saya di belakang!" Na
Baca selengkapnya
Kontrak dalam pernikahan
Sesampainya di kantor, Cecil bergegas mengikuti langkah Devan yang berjalan menuju ruang direktur. Gadis itu tampak kewalahan menyeimbangkan langkahnya dan Devan yang cukup panjang. "Pelan-pelan, bisa tidak? Saya capek ngikutin Bapak!" gerutu Cecil dengan napas tersengal. Ia pun berhenti sebentar, mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Sementara Devan hanya menatapnya tanpa rasa kasihan dan tetap melanjutkan jalannya. Saat masuk ke dalam lift, sorotan mata rekan kerjanya, semua tertuju pada Cecil. Ia pun merasa kikuk diperhatikan seperti itu. "Pak, saya naik lift sebelah saja ya? Nggak enak, dilihatin yang lainnya," nyali Cecil menciut. Ia tidak ingin mendengar gosip miring tentang dirinya setelah ini. Pasalnya, lift yang dinaikinya adalah lift yang khusus dirancang untuk direkrut. Siapapun tidak ada yang boleh menikmati fasilitas kantor itu selain direktur dan tamu penting. "Ngapain? Buang-buang waktu saya! Sudah, hiraukan saja." Devan mengedarkan pandangannya Karen lift tak kunjung
Baca selengkapnya
Terpesona Gak?
Mendengar kata anak, Cecil membulatkan matanya. "Ini gak adil!Saya keberatan! Saya gak mau! Enak saja, itu namanya merugikan saya!" protes Cecil tak terima."Merugikan apanya? Orang tinggal kasih. Bikin anak mudah kok." Cecil semakin geram dibuatnya. Bagaimana mungkin, laki-laki itu berujar kalau syarat yang ia kasih dibilang mudah? Sementara ia harus mengorbankan semuanya demi pernikahan itu?"Ya rugi di saya! Pokoknya saya gak mau jadi janda anak satu. Apalagi di usia muda. Hiii, mengerikan." Cecil bergidik, membayangkan apa yang akan menimpanya di masa depan. Laki-laki mana yang akan menerimanya nanti?"Oke. Berhubung kamu tidak mau menuruti syarat dari saya, saya berhak mencabut deposit biaya rumah sakit Ibu Nira. Itu kan yang kamu mau?"Cecil semakin tercengang dibuatnya. Mulutnya tertahan, tak bisa berkata. Tenggorokannya serasa kering tak bertenaga. Kakinya pun terasa lemas hingga menjalar ke sekujur tubuh."J--jangan! Saya butuh uang Bapak. Saya gak mau pengobatan ibu dihent
Baca selengkapnya
Secepat Itu?
Cecil tampak gugup ketika dipertemukan dengan keluarga Devan. Gadis itu meremas pelan ujung roknya, dengan netra bergerak gelisah, seperti mengisyaratkan jika dirinya membutuhkan bantuan.Devan yang menyadari kegelisahan Cecil, ia pun berusaha membuat gadis itu tenang. "Jangan gugup, bersikap sopan," bisiknya diselingi rangkulan manja di pinggang ramping milik Cecil.Hanya anggukan pelan yang mampu Cecil berikan. Ia pun tersenyum kikuk di hadapan mama dan papa Devan.Devan menarik kursi, agar Cecil bisa bergabung di meja makan. Namun sebelum itu, ia memperkenalkan Cecil terlebih dahulu."Ma, Pa, kenalin, ini Cecil, calon istri Devan."Mama Devan tampak antusias dengan kedatangan Cecil di rumahnya. "Saya Utari, mamanya Devan dan ini suami saya, namanya Nicolas."Dengan sopan Cecil meraih tangan Nicolas dan Utari. "Saya Cecilia Hutama, Om, Tante.""Hutama?" Nicolas seperti tidak asing dengan nama itu.Cecil mengangguk, perasaannya tidak enak. Apa ada yang salah dengan nama itu?"Nama or
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status