Share

6. Ujian Madam Qin

Author: Donat Mblondo
last update Last Updated: 2025-08-18 10:34:58

Suara tumpahan air barusan masih terngiang di koridor. Pelayan-pelayan yang sengaja menjatuhkan ember itu buru-buru menunduk, menahan tawa saat melihat gaun sederhana Anli basah sebagian. Tapi lagi-lagi, bukannya jatuh atau panik, gadis itu justru bergerak lincah, menapak lantai licin dengan keseimbangan mengejutkan.

“Terima kasih… sudah ‘membersihkan’ jalannya untukku,” kata Anli datar, sambil meremas ujung bajunya yang basah. Senyum tipis muncul, seolah ia tahu betul semua ini bukan kecelakaan.

Para pelayan langsung terdiam, muka mereka memerah karena kesal yang tak tersalurkan.

Di lantai atas, mata Madam Qin menyipit, mengikuti setiap gerakan Anli. Ada cahaya berbeda di tatapannya, bukan iba, bukan juga kasihan, melainkan ketertarikan.

“Hmm…” gumamnya pelan. “Dia tidak sekadar tahan banting… gadis ini tahu cara menjaga martabatnya.”

Sorenya, tanpa peringatan, sebuah pesan turun dari kamar Madam Qin:

Nyonya muda diundang minum teh sore bersama Madam Qin.

Kabar itu menyebar cepat, membuat para pelayan tercengang.

“Apa?! Si buta itu?”

“Kenapa Madam tiba-tiba mengundangnya?”

“Jangan-jangan… Madam benar-benar ingin mengangkatnya jadi menantu sejati?”

Bisikan iri beredar di dapur dan koridor. Tapi Anli hanya menatap hening, jemarinya menyentuh liontin di lehernya sebelum menjawab singkat, “Baiklah, aku akan datang.”

Di ruang teh yang penuh harum melati, Madam Qin sudah duduk menunggu. Senyumnya lembut, tapi matanya menyimpan ujian. “Mari, duduklah di hadapanku. Aku ingin melihat… bagaimana caramu menikmati teh.”

Ruang teh sore itu hening, hanya suara air mendidih dari ketel tanah liat. Aroma melati bercampur uap panas, memenuhi ruangan seperti tirai halus.

Anli masuk perlahan, langkahnya mantap meski matanya buram. Pelayan membantunya menarik kursi, tapi ia menolak halus. “Terima kasih, aku bisa sendiri,” ucapnya ringan sambil duduk rapi, gerakannya lebih anggun daripada yang diharapkan semua orang.

Madam Qin mengamati dalam-dalam. Tangannya bergetar sedikit saat mengangkat cangkir teh, namun sorot matanya penuh kewaspadaan. “Keluarga ini punya aturan… siapa pun yang menjadi bagian darinya, harus tahu tata cara menghormati teh. Mari kita lihat, apakah kamu bisa?”

Pelayan meletakkan satu set teh di depan Anli: cangkir, teko kecil, poci air panas. Mereka menahan senyum mengejek. Bagaimana bisa seorang gadis buta tahu cara meracik teh keluarga bangsawan?

Namun Anli hanya meraba perlahan permukaan meja, menemukan letak teko, lalu tersenyum samar. “Air ini… baru saja mendidih, ya? Sedikit terlalu panas untuk daun melati. Jika dituangkan langsung, aromanya akan hilang.”

Pelayan saling pandang, ekspresinya kaget.

Dengan tenang, Anli menuangkan air ke dalam wadah kosong lebih dulu, membiarkannya mendingin sebentar, lalu memindahkannya ke cangkir teh berisi daun kering. Gerakannya anggun, sama sekali tidak terlihat kikuk, seolah matanya bisa melihat jelas setiap tetes air.

“Teh melati,” katanya lirih sambil menutup teko, “selalu lebih harum bila airnya tak melewati sembilan puluh derajat.”

Hening. Bahkan pelayan yang biasa mengejeknya terdiam.

Madam Qin mendekatkan hidung pada uap teh, lalu menyesap pelan. Aroma lembut melati langsung memenuhi lidahnya. Senyumnya merekah kecil—senyum yang jarang ia tunjukkan.

“Menarik sekali…” gumamnya. “Kamu tahu lebih banyak daripada yang kukira.”

Anli hanya menunduk sopan, menyembunyikan senyum tipis. 'Kalau saja Anda tahu, Madam, bukan hanya teh. Seluruh tanaman di kebunmu pun, aku bisa ceritakan rahasia penyembuhannya.'

Di sudut ruangan, beberapa pelayan berdiri dengan nampan kosong, pura-pura sibuk membereskan cangkir. Padahal telinga mereka tegak, mendengarkan percakapan di meja.

“Apa kau lihat tadi?” bisik salah satu pelayan perempuan, matanya melirik tajam ke arah Anli. “Dia bahkan tahu suhu air teh. Jangan-jangan dia pura-pura buta?”

“Ah, mana mungkin,” sahut pelayan pria dengan suara sinis. “Kalau benar dia bisa melihat, tak mungkin terseret masuk rumah ini dengan cara memalukan begitu. Paling cuma kebetulan. Dasar gadis kampung, sok tahu.”

Pelayan lain terkekeh pelan. “Kupikir dia pasti belajar sedikit teori dari radio atau majikannya dulu. Itu saja sudah dipamerkan seakan-akan dia putri bangsawan. Lihat saja nanti, cepat atau lambat belangnya kelihatan.”

Bisikan mereka semakin seru, tapi wajah mereka tetap menunduk patuh seolah sibuk bekerja. Hanya saja, tatapan iri jelas terpancar dari sudut mata mereka.

Sementara itu, Madam Qin masih menyesap teh dengan tenang. Ia tidak buta pada bisikan pelayannya, bahkan sempat melirik sekilas. Senyumnya makin samar, hampir tak terlihat. 'Hmm… rupanya gadis ini bisa menimbulkan badai hanya dengan secangkir teh. Menarik…'

Anli sendiri mendengar sayup-sayup bisikan itu. Namun alih-alih marah, ia hanya tersenyum kecil, meneguk tehnya dengan santai. 'Biar saja mereka meremehkan. Aku tidak perlu membuktikan apa-apa dengan kata-kata.'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi   97. Rencana Zhao

    Seluruh ruangan terdiam.Dan Lin Qianyi, yang berdiri di antara kerumunan membeku total.Mulutnya sedikit terbuka, matanya melebar tak percaya.Dia… tabib itu? Wanita buta itu?Senyumnya yang sempurna retak seketika.Zhenrui menatap sekilas ke arahnya dari atas panggung. Tatapan dingin yang hanya berlangsung sepersekian detik, tapi cukup untuk membuat darah Qianyi membeku.Anli menunduk pelan memberi hormat.Suara lembutnya menggema ke seluruh aula.“Aku Yan Anli… kembali ke rumah.”Dan di bawah tatapan ribuan mata, Lin Qianyi sadar seluruh permainan yang ia susun selama bertahun-tahun baru saja hancur di depan matanya.Tepuk tangan menggema riuh di seluruh ruangan, mengisi udara dengan decak kagum dan kekagetan yang belum sepenuhnya dipahami para bangsawan. Nama Yan Anli kini bergema di antara pilar-pilar marmer istana, nama yang tujuh tahun lalu hanya tinggal legenda.Di tengah lautan orang yang bertepuk tangan berdiri Lin Qianyi. Senyumnya merekah anggun, gerakannya terukur. Dari l

  • Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi   96. Adikku

    Suasana masih senyap setelah kepergian Lin Qianyi. Sisa amarahnya masih terasa di udara, kipas yang tadi dihentakkan bahkan masih tergeletak di meja, terbuka seperti bekas luka.Anli tetap duduk tegak di kursinya, senyumnya samar, anggun tanpa berlebihan. Meilin berdiri di sampingnya, masih menatap kagum seolah baru saja menyaksikan seseorang memenangkan pertempuran tanpa perlu menggerakkan pedang.Pintu besar berderit.Langkah tegas terdengar masuk. Sepatu kulit menghentak lantai marmer, mantap dan teratur. Semua pelayan segera menunduk.Zhenrui.Raja muda itu berjalan masuk dengan aura dingin yang langsung menekan seisi aula. Tatapannya tajam menyapu ruangan, lalu berhenti pada sosok Anli yang duduk tenang, kontras dengan meja di sampingnya yang berantakan oleh amukan Qianyi.Alisnya sedikit terangkat.“Apa yang baru saja terjadi di sini?” suaranya berat, dalam, membuat semua orang menahan napas.Meilin refleks menunduk lebih dalam, tak berani menjawab. Pelayan lain pun terdiam, tak

  • Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi   95. Anli vs Qianyi

    Anli sendiri hanya menundukkan kepala sedikit. Suaranya tenang, ringan, tanpa beban. “Saya hanya melakukan kewajiban saya, Nona Lin. Tidak lebih, tidak kurang.”Qianyi tersenyum tipis, tapi sorot matanya menusuk. Ia mendekat satu langkah, suara merendah seolah ingin berbisik namun cukup keras untuk terdengar semua orang di ruangan. “Kau beruntung. Bisa dekat dengan istana, meski hanya lewat jalan memalukan… menjadi istri dari seorang terdakwa. Ah, tapi tak masalah. Setidaknya masih bisa disebut istri Qin, bukan?”Meilin spontan mengangkat kepala, matanya melebar. “Beraninya dia—” bisiknya pada diri sendiri, tapi terhenti melihat tangan Anli bergerak tenang.Anli menoleh sedikit, wajahnya tetap anggun meski pucat. Senyum samar muncul di bibirnya, lembut tapi terasa menusuk. “Memang benar. Status saya… hanya seorang istri Qin. Tapi ada satu hal yang membedakan kita, Nona Lin.”Qianyi mengerjap, alisnya berkerut. “Apa maksudmu?”Anli mengangkat dagunya pelan, meski matanya kosong, suar

  • Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi   94. Menjemput putri kerajaan

    Anli duduk tenang di sofa, kedua tangannya bertumpu rapi di pangkuan. Wajahnya pucat namun tegak, seperti seseorang yang sudah tahu akhir dari sebuah babak panjang. “Sudah waktunya,” ucapnya pelan, tapi nada itu membawa ketegasan yang membuat ruangan bergetar halus.Pintu berderit keras saat para pengawal istana menerobos masuk. Baju zirah mereka berkilat, tombak terangkat, aura kekuasaan menekan seisi ruang tamu.“Tuan Muda Qin Yuze! Nyonya Qin Xiumei! Atas perintah Yang Mulia Raja Muda, seluruh keluarga Qin ditangkap sebagai tersangka dalam tragedi tujuh tahun silam!”Kata-kata itu jatuh bagai palu godam.Xiumei yang baru turun dari tangga terhuyung, wajahnya pucat pasi. “Apa…? Tidak… ini pasti salah! Bagaimana mungkin…”Yuze berdiri kaku, wajahnya campur aduk antara marah, takut, dan tidak percaya. “Kalian berani menyentuh keluarga Qin di rumah ini?!” suaranya bergetar, lebih terdengar seperti raungan ketakutan ketimbang ancaman.Dua pengawal melangkah cepat, lalu menunduk hormat k

  • Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi   93. Pengakuan

    Anli duduk di sofa empuk ruang tamu, tubuhnya agak condong ke belakang. Wajahnya pucat tapi tenang, sorot matanya kosong karena gelap, namun sikapnya tetap tegak dan terjaga.Sementara itu, Yuze berdiri di depannya, hanya berjarak beberapa langkah. Tubuhnya membungkuk sedikit ke arah Anli, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh, urat di lehernya menegang. Napasnya memburu, dada naik-turun cepat, membuat jas hitamnya tampak ketat menahan emosi.Keduanya saling berhadapan dalam diam. Jarak mereka dekat, tapi terasa seperti dipisahkan dinding tinggi.Dia tetap tenang, seolah tak terguncang. Yuze berdiri di hadapannya, tubuh besar itu seperti bayangan gelap yang menekan ruang tamu.Perlahan wanita itu menegakkan tubuhnya, jemarinya berhenti mengusap pergelangan tangan. Suaranya keluar tenang, tanpa bergetar sedikit pun.“Tuan Muda Qin…” ucapnya formal, bukan dengan panggilan pribadi. “Pernikahan kita bukanlah ikatan yang lahir dari cinta, melainkan dari transaksi.”Kata-kata itu menampar

  • Istri Buta 100 Juta Tak Tertandingi   92. Hati yang kacau

    Pintu besi ruang interogasi berderit terbuka. Udara dingin lorong istana langsung menyambut.Haoran melangkah keluar dengan langkah sedikit goyah. Wajahnya pucat, pundaknya merosot, seolah baru saja habis diguncang badai. Tatapannya kosong, seperti orang yang kehilangan pijakan.Dua pengawal langsung mengapitnya, membawa kembali ke aula resmi. Setiap langkahnya menggema, terdengar seperti ketukan vonis di lorong panjang itu.Di dalam aula, Lin Qianyi masih menunggu. Duduk anggun di kursi rendah, dengan tablet yang sudah tertutup rapi di pangkuannya. Begitu pintu terbuka dan Haoran masuk, senyumnya perlahan terbit. Senyum puas, seperti pemburu yang yakin jeratnya sudah mengikat rapat mangsa.Sorot matanya singgah ke wajah Haoran.Pucat, lemah, tak berdaya.Qianyi menunduk sedikit, pura-pura sopan, padahal dalam hati ia hampir tertawa.Haoran tidak menoleh ke arahnya. Ia hanya menunduk, mengikuti pengawal menuju kursi kayu di sisi ruangan. Tangannya bergetar halus di pangkuannya, tapi i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status